Oleh : Muhammad Yazid*)
Secara sederhana keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami sebagai kepala keluarga, istri dan anaknya disebut rumah tangga yang memiliki peran masing-masing. Kemudian membentuk interaksi, pola hidup dan kebiasaan yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial di luarnya yang lebih luas. Sementara menurut Friendman, keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan dan emosi yang memiliki peran masing-masing di dalam keluarga (Suprajitno, 2004).
Sebagai bagian terkecil dalam kehidupan masyarakat, tempat terciptanya sikap dan kebiasaan, keluarga merupakan inti dari perkembangan anak. Stabilitas dan keharmonisan dalam keluarga sangat berdampak pada rasa nyaman dan aman bagi tumbuh kembangnya anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak dapat dipungkiri, jika selama ini perceraian dianggap sebagai solusi menyelesaikan masalah dalam rumah tangga. Keadaan demikian tidak hanya menimbulkan luka pada pasangan yang menjalaninya. Tapi juga berpengaruh pada masa depan anak dan mental mereka.
Namun, apa yang akan terjadi pada anak jika pusat kehidupannya (orang tua) terpecah belah karena perceraian?
Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Berdasarkan ketidak cocokan, konflik internal yang tidak bisa terselesaikan dengan baik-baik, jalan terakhirnya berpisah.
Tidak dapat dipungkiri, jika selama ini perceraian dianggap sebagai solusi menyelesaikan masalah dalam rumah tangga. Keadaan demikian tidak hanya menimbulkan luka pada pasangan yang menjalaninya. Tapi juga berpengaruh pada masa depan anak dan mental mereka.
Dampak Buruk Kerapuhan Keluarga
Dalam perspektif agama, pernikahan adalah ikatan suci antara laki-laki dan perempuan. Dan jika dilakukan dapat bernilai ibadah, karena pernikahan termasuk bagian dari sunatullah. Namun, terkadang mahligai rumah tangga tidak berjalan sesuai harapan yang di impikan. Adakalanya, sebuah pernikahan berakhir dengan penceraian karena berbagai alasan yang melatarbelakanginya.
Perceraian memang tidak dilarang dalam agama Islam, namun Allah membenci sebuah perceraian. Bercerai adalah jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dan saat semua cara telah dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga, namun tetap tidak ada perubahan.
Sebagai sebuah ikatan suci dan dengan segala konsekuensinya, penceraian dalam sebuah pernikahan adalah tindakan yang sangat dibenci dalam agama. Sebagaimana di riwayatkan oleh Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda โDari semua tindakan yang sah, yang paling dibenci oleh Allah adalah penceraianโ.
Atas dasar itu, selain perbuatan yang dibenci oleh Allah, penceraian dapat menimbulkan sesuatu yang negatif, tidak hanya menyisihkan luka keduanya (suami dan istri), dibalik itu, justru berpengaruh pada masa depan dan perkembangan anak. Ketika mendapati orang tuanya bercerai maka dampak yang ditimbulkan kepada anak adalah perubahan mental, sikap dan perilakunya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Unversity of Montreal mengungkapkan jika anak menghadapi sebuah penceraian orang tuanya, anak akan cenderung mengalami gejala gangguan mental jangka pendek, seperti rasa cemas, stres dan depresi.
Jika keadaan itu dibiarkan, maka akan menimbulkan dampak buruk pada diri anak, misalnya, anak akan kehilangan kepercayaan diri, penurunan semangat belajar dan prestasi serta yang paling buruk lagi, anak-anak akan terjebak dalam pergaulan bebas.
Dalam konteks ini, ketahanan keluarga merupakan satu-satunya fondasi proses keberlangsungan anak dalam menjalani peran sosialnya.
Orang tua merupakan ruang kontrol dan kunci utama dalam perkembangan anak. Tempat bersandar paling nyaman, motivator terbaik, tempat belajar paling pertama, menuntun anak dalam pengambil keputusan dan keluarga merupakan cerminan diri.
Kalaupun penceraian harus menjadi terakhir yang harus dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah masa depan anak.
Oleh karena itu, sebisa mungkin penceraian jangan sampai terjadi, jika ada masalah, pasangan harus berbicara dengan hati terbuka jangan mengutamakan ego masing-masing. Perbaiki konflik dan usahakan untuk bertahan, rajutlah ulang cinta sebagaimana pertemuan pertama.
Kalaupun penceraian harus menjadi terakhir yang harus dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah masa depan anak. Orang tua, termasuk ayah dan ibu tidak boleh lupa akan sebuah tanggung jawab setelah berpisah, yaitu kasih sayang, perhatian, dan perkembangan anak.
Berkomitmenlah untuk membesarkan anak bersama-sama, sebab anak merupakan titipan Tuhan, yang perlu dijaga dan dirawat. kendati sudah berpisah hendaknya cinta keduanya terhadap anaknya tidak boleh luntur. Apalagi lepas tangan.
*) Muhammad Yazid, santri Pondok Shalawatan Al-Mushthafa, Baturetno, Yogyakarta