Menyoal Labelisasi Politik ala Cak Nun

L Rahman

Senin, 23 Januari 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Opini,NOLESA.com — Kita sangat menyangkan ceramah Cak Nun yang melabeli (labelisasi) Presiden Jokowi sebagai Fir’aun. Disamping berlebihan, labelisasi politik semacam itu sangat tidak elok dan tidak mendidik umat.

Kepemimpinan Presiden Jokowi memang masih menyimpan banyak celah. Karena itu, kepemimpinan Presiden Jokowi memang perlu untuk dikritisi. Akan tetapi, saya rasa, memunculkan labelisasi politik seperti “Jokowi Fir’aun” adalah kurang tepat juga. Labelisasi semacam itu, daripada disebut kritik, lebih tepat disebut dengan sentimen politik berbasis kebencian: merusak kerukunan dan memecah belah umat.

Disebut sentimen berbasis kebencian sebab, dalam literatur Islam, Fir’aun adalah sosok pemimpin jahiliyah yang keji, bengis, angkuh dan sombong. Yang bukan hanya memusuhi Nabi Allah, tetapi juga mengaku Tuhan. Singkatnya, Fir’aun adalah sosok manusia sombong yang sempurna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kesombongan dan keangkuhannya melebihi ketinggian puncak himalaya dan serta melampaui keluasan samudera. Presiden Jokowi jelas bukan sosok dan pribadi semacam itu. Meski secara politik masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi dari diri Presiden Jokowi, namun ia bukan sosok pemimpin yang keji dan sombong layaknya Fir’un si Raja Sombong itu.

Baca Juga :  Perempuan dan Ekonomi Masa Depan

Karena itu, analogi atau labelisasi politik seperti yang dilabelkan Cak Nun terhadap Presiden Jokowi menjadi tidak tepat dan tidak etis. Dan sangat tidak elok keluar dari lisan seorang pencerahan cum budayawan sakaliber Cak Nun, yang tak diragukan lagi, paham betul tentang akhlak, sopan santun, dan etika dalam berucap dan bertutur kata di depan publik. Meski labelisasi politik itu ditujukan sebagai sebuah kritikan, namun analogi dan diksinya sangat tidak tepat: tendensius. Labelisasi politik semacam itu, bukannya memberikan pencerahan dan solusi, tetapi malah menimbulkan kegaduhan, konflik dan perpecahan umat.

Tokoh Agama Harus Menjadi Teladan yang Baik bagi Umat

Secara sosiologis, di dalam struktur sosial masyarakat Indonesia, tokoh agama (kiai atau ulama) menduduki posisi penting. Mengikuti klasifikasi Clifford Geertz, yang membagi struktur masyarakat Indonesia ke dalam tiga bagian: abangan, santri, dan priyai, maka terlihat jelas bahwa tokoh agama—yang merupakan bagian dari kelompok santri—memiliki kedudukan istimewa. Yang mana, selain dipandang sebagai orang terpelajar, tokoh agama juga dipandang sebagai simbol dari sebuah agama yang dipeluknya. Tindak tanduk seorang tokoh agama, bagaimanapun, akan dilihat dan dipandang sebagai representasi dari agama yang dipeluknya. Karena itu, seorang tokoh agama, sudah seharusnya untuk menjadi suri tauladan yang baik (uswatun hasanah) bagi para pengikutnya. Baik dalam lingkup kebudayaan, politik, dan lain semacamnya.

Baca Juga :  Ujung Tanduk Bahasa Daerah di Era Globalisasi

Selain alasan tersebut, survei yang dilakukan Denny JA (2018) menemukan bahwa tokoh agama adalah sosok yang paling dipercayai oleh publik ketimbang politisi dan figur-figur publik lainnya. Mayoritas responden (51,7%) menempatkan tokoh agama sebagai sosok yang paling bisa dipercaya ucapannya. Jauh di atas politisi yang hanya berada diangka 11% dan pengamat 4,5%. Karena itu, dengan demikian, juga sudah selayaknya bagi setiap tokoh agama untuk memberikan teladan yang baik bagi umat. Sebagai figur yang dipercayai umat, eksistensinya haruslah menjadi cermin bagi umat dalam hal beropolitik, bersosialisasi, berucap, bertutur kata, bersikap, dan bertindak. Di Indonesia, siapa pun diberi kebebasan untuk mengkritik dan memberikan masukan.

Baca Juga :  Guru Literat: Inisiator yang Kreatif

Akan tetapi, para tokoh agama khususnya, harus memberi contoh bagaimana cara mengkritik yang baik, yang merepresentasikan dirinya sebagai agamawan dan figur publik. Bukan melakukan labelisasi politik yang penuh dengan kebencian dan sentimen politik yang berlebihan. Tokoh agama (kiai atau ulama) adalah penerus para nabi Allah (al warasatul anbiya’). Oleh sebab itu, sebagai penerus para nabi, keberadaannya harus mencontoh bagaimana para nabi berertutur dan bersikap di tengah-tengah masyarakat. Serta, juga menjadi lentera yang menerangi dan menjadi angin yang menyejukkan.

Dalam klarifikasinya, Cak Nun mengatakan bahwa ucapannya yang melabelisasi Presiden Jokowi dengan nama Fir’aun itu merupakan ketidaksengajaan. Karena itu, Cak Nun meminta maaf atas ketidaksengajaan itu. Wabil khusus kepada pihak yang dirugikan, yang tak lain adalah Presiden Jokowi.

Karena itu, saya kira persoalannya sudah selesai. Namun begitu, kita berharap labelisasi politik semacam itu tidak terulang lagi. Kita berharap, para tokoh agama sekaliber Cak Nun dan yang lainnya mampu memberi kita keteladana yang baik dalam berbangsa dan bernegara.

Berita Terkait

Israel-Hamas Sepakat Hentikan Perang: Akhir dari Konflik Palestina-Israel?
Membumikan Nilai-nilai Aswaja di Kalangan Gen Z
Melibatkan Tuhan, Catatan Awal Tahun 2025
Ketika Kemajuan Teknologi Malah Mendorong Kemunduran Logika
Demokrasi Sehat, Rakyat Berdaulat: Menuju Sumenep Bermartabat
Menanamkan Nilai
Anies Baswedan dan Partai Baru
Refleksi HUT RI Ke-79: Mengapa Bung Karno Memilih Bentuk Negara Kesatuan?

Berita Terkait

Sabtu, 18 Januari 2025 - 15:17 WIB

Israel-Hamas Sepakat Hentikan Perang: Akhir dari Konflik Palestina-Israel?

Jumat, 17 Januari 2025 - 17:54 WIB

Membumikan Nilai-nilai Aswaja di Kalangan Gen Z

Kamis, 2 Januari 2025 - 20:23 WIB

Melibatkan Tuhan, Catatan Awal Tahun 2025

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:16 WIB

Ketika Kemajuan Teknologi Malah Mendorong Kemunduran Logika

Selasa, 12 November 2024 - 06:56 WIB

Demokrasi Sehat, Rakyat Berdaulat: Menuju Sumenep Bermartabat

Berita Terbaru

Nasional

Gelar Raker, Lakpesdam NU Depok Canangkan Program Strategis

Sabtu, 18 Jan 2025 - 19:10 WIB

Opini

Membumikan Nilai-nilai Aswaja di Kalangan Gen Z

Jumat, 17 Jan 2025 - 17:54 WIB

Raline Rahmat Shah (Raline Shah) Stafsus Bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI (Foto: IG @ralinshah)

Nasional

Alasan Pengangkatan Raline Shah sebagai Stafsus Kemkomdigi

Jumat, 17 Jan 2025 - 07:57 WIB

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid (Foto: IP/nolesa.com)

Nasional

Luncurkan e-Katalog Prangko 2025, Begini Kata Menteri Meutya

Kamis, 16 Jan 2025 - 09:30 WIB