Patah Hati

Redaksi Nolesa

Selasa, 4 Februari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nadia Yasmin Dini (Foto: dokumen pribadi untuk nolesa.com)

Nadia Yasmin Dini (Foto: dokumen pribadi untuk nolesa.com)

Oleh Nadia Yasmin Dini


Apa keluhan Anda? ” Tanya seorang dokter berkacamata itu. Tak lama setelah saya duduk di hadapannya.

Tanpa berpikir panjang, saya langsung menceritakan semua hal yang terjadi  selama sebulan terakhir ini. Mula-mula, di suatu malam saya merasakan nyeri di bagian dada. Saya tidak bisa mendefinisikan secara jelas bagaimana rasa sakit itu. Sebab, saya  sendiri belum pernah mengalami ini sebelumnya.  Intinya, rasanya teramat  nyeri. Tetapi, saya tak mau ambil pusing. Saya kira, itu hanya rasa sakit biasa dan  akan sembuh dengan sendirinya. Itu sebabnya, saya tak pergi ke dokter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Rasa nyeri ini pasti akan hilang besok pagi. ” Ucap saya sebelum memejamkan mata.

Eh ternyata, saya salah. Rasa nyeri itu tak kunjung hilang keesokan harinya dan malah sering kambuh sewaktu-waktu. Walaupun rasanya tak senyeri malam itu.

Belum lagi, nafsu makan saya juga menurun. Sebelumnya, saya selalu makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Itupun dengan porsi kuli. Tetapi, selama sebulan terakhir ini, saya hanya mampu makan sebanyak tujuh suap nasi dalam sehari. Bahkan, salad buah yang selama ini selalu menjadi makanan favorit saya tak lagi menggiurkan di mata saya. Selain itu, saya juga kehilangan semangat hidup. Dan entah kenapa, saya merasa ini semua ada hubungannya dengan rasa nyeri itu.

“Saya merasa, semakin hari semakin tidak ada semangat untuk menjalani hari. Seperti, malas mau ngapa-ngapain. Hanya ingin tidur-tiduran saja di kamar. ” Ucap saya.

Dokter itu terdiam. Dari raut wajahnya, saya bisa menebak bahwa saat ini dia sedang memikirkan penyakit apa yang sedang saya idap. Tak lama setelah itu, dia menyuruh saya unruk  berbaring di ranjang pasien.

Baca Juga :  PELURU

“Biar saya periksa dulu. ”

Dengan bantuan stetoskop, dokter itu memeriksa bagian dada saya. Kemudian, beralih ke perut.  Bahkan, dokter itu juga mengecek bagian mata dan mulut saya  menggunakan senter. Entah untuk apa. Sebagai pasien, saya hanya bisa menurut  saja. Dokter itu pasti tau apa yang terbaik untuk saya.

“Semuanya normal. ” Ucapnya. Setelah kami kembali duduk berhadapan di tempat semula.

“Tidak mungkin, Dok. Kalau semuanya normal,  kenapa saya kerap merasakan nyeri di bagian dada, lalu setelah itu saya kehilangan nafsu makan dan juga semangat hidup? Pasti ada yang salah dengan tubuh saya, Dok. ” Jeda saya sebentar. “ Saya pasti mengidap suatu penyakit, Dok. ” Lanjut saya. Dokter itu kembali terdiam.

“ Baiklah, apakah anda memiliki riwayat penyakit asam lambung atau gerd sebelumnya? Karena rasa nyeri di bagian dada bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya masalah pada sistem pencernaan. ” Tanya dokter itu. Saya menggeleng. Saya cukup yakin dengan jawaban saya.

“Bagaimana dengan penyakit jantung? ”

Saya kembali menggelengkan kepala. “Tidak, Dok. Saya tidak punya riwayat penyakit apapun. Saya ini termasuk orang yang sangat menjaga kesehatan tubuh. Itu sebabnya saya jarang sakit. Terakhir kali saya jatuh sakit sekitar sepuluh tahun yang lalu. Saat itu, saya terkena demam berdarah. ”

Dokter itu menganggukkan kepalanya beberapa kali. “Baiklah, kalau begitu coba ceritakan apa saja aktivitas yang Anda lakukan di hari itu. Maksud saya, apakah ada aktivitas berat yang Anda lakukan pada hari itu? Karena kelelahan juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab nyeri dada. ” Tanya dokter itu lagi.

Baca Juga :  Seni Mencuri

Saya mencoba mengingat-ingat. Di pagi harinya, saya sempat berjalan-jalan sebentar di dekat rumah. Tidak lama, hanya sepuluh menit saja. Setelah itu, saya mandi, sarapan, menonton televisi, lalu tidur siang dan bangun sekitar jam empat sore.  Kemudian, saya bergerak mandi, makan malam, lalu tidur malam. Hanya itu saja aktivitas yang saya lakukan. Saya tidak melakukan aktivitas berat apapun di hari itu.

“Apakah Anda tidur setelah makan?. ”

Saya menggeleng. “Tidak, bukankah kebiasaan tidur setelah makan itu tidak baik?. ” Saya balik bertanya.

“Ya, benar sekali. Lalu, apa yang Anda lakukan sebelum tidur malam? . ”

Saya mengulangi  pertanyaan dokter itu di kepala. Apa yang saya lakukan sebelum tidur malam? Apakah saya menonton televisi? Ah, rasanya tidak mungkin. Karena rata-rata channel televisi pasti akan menayangkan sinetron di malam hari dan saya tidak suka sinetron. Sinetron terlalu mendramatisir keadaan. Lalu, apa yang saya lakukan malam itu sebelum tidur?

Ah, saya ingat sekarang. Sebelum tidur, saya sempat mengirimkan pesan  pada Rita, gadis berkulit putih yang selalu ada di pikiran saya setiap saat. Saya masih ingat, saat masa pengenalan lingkungan sekolah dulu, saya duduk sendirian di kursi belakang. Lalu, Rita tiba-tiba datang dan duduk di samping saya. Dia mengulurkan tangan. Itu adalah momen pertama kami bertemu dan berkenalan. Setelah itu, dia pergi begitu saja bersama teman-teman perempuannya yang lain. Semenjak hari itu, saya terus memikirkan Rita dan mulai menyadari bahwa saya telah jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Baca Juga :  Suara Kematian (Cerpen Ramli Lahaping)

Setelah dua tahun memendam perasaan, malam itu akhirnya saya memutuskan  untuk mengungkapkan perasaan saya pada Rita melalui pesan Whatsapp. Saya sudah siap apabila dia menolak saya mentah-mentah. Yang terpenting, Rita tahu tentang perasaan saya. Itu saja sudah cukup.

Tetapi ternyata, dugaan saya salah. Saya tidak benar-benar siap. Saat Rita menolak cinta saya, saya merasa kecewa bukan main. Saya pikir itu adalah hal yang wajar. Karena Rita adalah perempuan pertama yang berhasil membuat saya jatuh cinta sekaligus  merasakan rasanya ditolak cinta.

Sedetik setelah Rita menolak cinta saya, saya langsung merasakan nyeri di bagian dada. Rasa nyeri yang awalnya saya kira akan sembuh dengan sendirinya, tetapi ternyata tidak. Rasa nyeri itu malah sering kambuh sewaktu-waktu. Rasanya sangat nyeri. Saya belum pernah merasakan rasa sakit seperti itu sebelumnya. Kemudian, perlahan saya juga mulai kehilangan nafsu makan dan semangat hidup.

Setelah mendengarkan cerita saya, Dokter itu tiba-tiba tertawa ringan. Hingga membuat saya kebingungan. “Kenapa Dokter tertawa? Apakah dokter sudah tahu saya sedang mengidap penyakit apa saat ini?.”

Dokter itu membuka kacamatanya sambil tersenyum. “Anda tidak perlu khawatir. Anda tidak sedang mengidap penyakit apapun saat ini. Anda hanya sedang patah hati. ” Jawab dokter itu. Saya tertegun. Patah hati?

Dokter itu kembali memasang kacamatanya dan tertawa. Kali ini jauh lebih keras. Sementara saya, hanya diam seribu bahasa. Tak tahu harus bereaksi seperti apa. Yang jelas, saya bisa merasakan wajah saya mulai memerah. Saya malu.(*) 

Berita Terkait

PELURU
Seni Mencuri
Suara Kematian (Cerpen Ramli Lahaping)

Berita Terkait

Sabtu, 25 Januari 2025 - 17:13 WIB

PELURU

Minggu, 22 Desember 2024 - 14:55 WIB

Seni Mencuri

Sabtu, 25 November 2023 - 05:47 WIB

Suara Kematian (Cerpen Ramli Lahaping)

Berita Terbaru

Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman (Foto: ip/nolesa.com)

Nasional

Pemerintah Jamin Harga Beras Stabil Hingga Ramadan 1446 H

Selasa, 4 Feb 2025 - 22:03 WIB

Nelly Farraniyah (Foto: dokumen pribadi untuk nolesa.com)

Sosok

Pengalaman Hobi Jadi Motivasi Profesi

Selasa, 4 Feb 2025 - 18:26 WIB