Oleh Nazlira Alhabsy*
Bisa jadi Prabowo adalah Premi yang harus dibayar Jokowi untuk jaminan keselamatan diri dan keluarganya pasca lengser dari jabatan Presiden.
Jokowi bukan tidak tau bahwa simpul-simpul kekuatannya akan dipereteli jika Prabowo berhasil jadi Presiden. Bahwa jenderal-jenderalnya akan diganti dan sirkelnya akan diamputasi ia sadari betul itu akan dilakukan Prabowo.
Tapi bagi Jokowi apa boleh buat, itu satu-satunya jalan yang tersedia untuk bisa melintasi fase suksesi dengan spekulasi paling aman resiko menurut kalkulasi politiknya.
Jokowi tak bisa bergantung lagi pada PDIP sebagai sekoci suksesinya lantaran merasa dosa-dosanya terhadap PDIP tak termaafkan. Bukan hanya merestui Gibran dan Kaesang menjauh dari PDIP dan berlabuh ke partai politik lain, tapi juga membiarkan anggota keluarga Megawati ikut dijadikan sandera dalam pusaran kasus BTS.
Jokowi juga terlanjur banyak menyandera para elite partai politik lain dan meletakan semua kartu truf dalam satu Kotak Pandora yang kini mungkin saja telah diberikan pada Prabowo dan dijadikan sebagai pusaka untuk menggalang dukungan Pilpres.
Dengan kondisi demikian, maka lewat cara apapun Kemenangan Prabowo harus ditunaikan. Menempatkan Gibran sebagai pasangan Prabowo semacam “obligasi” komitmen keseriusan Jokowi kepada Prabowo yang laku di jual Prabowo untuk membeli dukungan berbagai pihak, termasuk bandar politik di lingkaran oligarki.
Gunjingan banyak orang bahwa Gibran akan menggantikan Prabowo sengaja dibiarkan menjadi polemik yg berkembang diranah publik, karena bagi Jokowi itu bukan lagi menjadi obsesi politik.
Andaipun kelak tertulis dalam garis tangannya Gibran menggantikan Prabowo sebagai Presiden, maka bagi Jokowi dan keluarganya itu hanya sebatas keberuntungan, nasib dan takdir baik yg tak perlu dipastikan, tapi cukup dicermati dan diambil peluangnya jika terbuka kesempatannya.
Pada awalnya Jokowi mungkin saja terobsesi untuk membangun Dinasti Kekuasaan, namun timbunan persoalan yang semakin menggunung (termasuk urusan “Ijazah” yang semakin berbuntut panjang), membuat suasana kebatinan politik Jokowi mengubah arah akhir perjalanan politiknya.
Sekarang tujuannya tidak lebih tidak kurang hanya satu, mempersiapkan kondisi pasca lengsernya dengan selamat, agar mimpi buruk yang menghantui setiap tidur malamnya tidak benar-benar terjadi.
*) Pengamat Sosial
Editor : Ahmad Farisi
Sumber Berita : X/Twitter