Menanam Karangan Bunga di Dadamu
Kutanami segala bunga yang kau suka
Ke dalam tanah kosong tiada berpunya
Seperti maling, mengendap perlahan
Harap-harap kau tak segera sadar keadaan
Satu per satu petak
Pelan-pelan kukubur dalam-dalam
Hingga nantinya ia menjadi…
Bunga-bunga yang indah
Sampai menjadi pekarangan
Kupasang pagar agar tiada yang merusak
Hujan kukirim agar mereka tumbuh subur
Sepoi angin? Tentu saja agar mereka sejuk
Dimana semua itu berada?
Dalam dadamu mereka bersemayam
Menjaga hatimu dengan keceriaan
Sampai akhir, mereka ada, dan tumbuh
1300 MDPL
“Bagaimana dengan Temanggung?”
“Sejuk,” katamu
Ia terlahir dari mata air yang sedang mengalir
Ke tiap-tiap sudut yang membutuhkan
Pancaran mentari membentuk kesempurnaan
Untuk kehidupan yang gemah ripah loh jinawi
Setiap pagi, Tuhan melimpahkan kesuburan
Pun petang, Tuhan mengelukan perjuangan
“Di tempatmu berdiri, kini, ia sedang memelukmu
dengan sepoi angin yang hangat.”
“Terima kasih, Temanggung. Jangan cepat-cepat dilepaskan”.
Suatu Hari di Kala Senja
Daun jatuh, menggelapi sebagian lubang semut
Menerpa dengan berat bebannya
Meski tak seberapa bagi para semut
Kemudian daun itu–
diterbangkan oleh hembusan angin
Hingga ia rapuh dan pecah, sedikit demi sedikit
Engkau menatapnya, seolah hatimu tengah layu
Padahal engkau adalah muaranya obat bagiku
Terasa sedikit aneh dan terasing, katamu
Kehampaan itu menjelma menjadi saat-saat–
ketika kita tidak bertemu
Ah, yang benar saja, kataku
Dimana pun berada,
Dengan siapa pun bersama,
Tak lantas menggoyahkan sedikit pun rasaku
Dalam mengingat keteduhanmu
Dingin dan Panas
Kepalaku berapi-api
Sepanas magma gunung Merapi
Rayuanmu berenang-renang
Sesejuk pagi hari di Kaliurang
Aku tak mengerti
Bagaimana engkau menjadi selalu sejuk
Di lingkaran panasnya hari-hari di Jogjakarta
Aku tak bisa pahami
Bagaimana engkau selalu menjadi petunjuk
Di saat kegagalan sangat membuatku murka
Tundra Alif Juliant, setiap mimpi berasal dari literasi yang terpatri dalam hati; goresan angan apabila direalisasikan akan mengelakar menjadi sebuah konsep pemikiran. Begitulah pandanganku mengenai konsep bercita sembari berbahasa sastra. Ingin menjadi penuang tinta dalam lembar-lembar esok dan menjadi pemecah misteri tersembunyi dari suatu hal yang menarik. Salam kenal semuanya!
Editor : Wail Arrifqi