Artefak Kesetiaan
Di dada lelaki september
kutemukan situs-situs bahagia
dari masa-masa sebelumnya
Di jejak kakinya, aku
membaca polagrafi yang indah
seperti syair asmarandana
Dan artefak yang melingkar di jari
menjadi saksi paling bersejarah
dari benda-benda purbakala
Aku pun mengukir relief di tubuhnya
“Tiada tempat dapat kuingat, selain kau yang tertambat”
Banjarnegara, 30 Januari 2021
Syair Syiar Sang Pengingkar
kau bilang ilmumu
sudah menyundul-nyundul langit
tapi firmanNya yang mulia
kau jadikan senjata penakluk sang hawa
kau bilang dalam sakumu
telah mengantongi kunci surga
tapi pintu-pintu yang dibuka
menjulurkan lidah api dari neraka
kau bilang murid-muridmu
menjadi pemuka agama di negeri ini
tapi mulutnya suka mengafirkan hambaMu
seolah-olah merasa paling benar, maha suci
kau bilang dirimu adalah
pewaris tongkat nabi, waliullah
tapi hewan piaraan di dalam raga
tak bisa kau jinakkan laparnya yang dahaga
Podium, 14 Mei 2021
Kau Kusebut Puisi
Buku-buku di tubuhmu
Sedetik pun tak terlewatkan
Dari kedua mataku
Bosan? Bagaimana mungkin aku bosan
Berlembar-lembar halaman selesai terbaca
Kadang kutulis catatan di ruas dada
Senantiasa kau dapat mengingat jari jemariku
Banjarnegara, 31 Mei 2020
Anonim
pada sebuah gerbong, tangisnya
menembus batas kesunyian
di manakah ayah ibunya?
tubuh mungil berselimut kabut
mendekap pilu
wajahnya yang biru pucat menatap kosong
apa salah dan dosanya?
di ranjang berbau tak sedap
tangan takdir membangunkannya pulang
ke rumah surga
Banjarnegara, 14 Juli 2021