Oleh SUJONO*
Sibuk atau tidak sibuk, santai atau tidak santai, Pemilu tetap akan menggerakkan roda perekonomian Indonesia selama tahun 2024.
Argumentasinya adalah, belanja dari para kandidat, baik berupa “orang” maupun partai yang saling berebut popularitas akan ber-promosi lewat berbagai cara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Inilah pesta rakyat yang paling boros, karena banyaknya calon yang ditawarkan dan menawarkan diri.
Bukan hanya pemilih yang puyeng tujuh putaran. Membayangkan hiruk-pikuknya tempelan gambar partai dan gambar orang di jalanan; di pohon-pohon, di lorong-lorong gang, di bantaran kali, bahkan di jidat para supporter, rasanya kepala ini pening bertingkat-tingkat, sepening para calon itu sendiri.
Di perempatan jalan yang strategis, bisa terpajang puluhan gambar orang calon. Itu baru tingkat Kabupaten.
Sementara masih banyak pemilih yang tidak mengenal calon yang akan dipilih. Mungkin kenal namanya, tapi tak tahu wajahnya. Atau, tahu wajahnya, tapi tidak paham kepribadiannya, jatidirinya, kapasitasnya, apalagi motivasinya mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.
Mereka juga tidak mengerti cara para caleg itu lolos hingga dicalonkan oleh suatu partai; apakah dengan cara yang wajar atau “wajar” dengan tanda kutip (baca: jumlah kutipannya tidak diketahui).
Sudah banyak upaya untuk mengingatkan agar rakyat berhati-hati dalam memilih.
Bila pilihan-pilihan itu dikaitkan dengan kemampuan dan kapasitas pribadi calon, maka memilih secara tepat menjadi pekerjaan sulit.
“Jadi, Pemilu jangan sampai menyibukkan rakyat, menambah beban pikiran mereka yang setiap harinya sudah menanggung beban hidup untuk makan karena sulitnya mencari nafkah untuk keluarganya”
Bagi rakyat kecil semacam saya yang hidupnya sudah sulit, tambahan persoalan rumit tidaklah menarik.
Bagi yang sejak semula memang tidak serius dalam memilih, akan memilih untuk tidak memilih karena tidak menemukan calon yang dikenali dan bebas masalah.
Mereka (para calon wakil rakyat) itu akan mendapatkan keuntungan langsung setelah dipilih. Sementara rakyat harus menunggu 5 tahun untuk mengetahui apakah pilihannya itu tepat atau keliru.
Jadi, Pemilu jangan sampai menyibukkan rakyat, menambah beban pikiran mereka yang setiap harinya sudah menanggung beban hidup untuk makan karena sulitnya mencari nafkah untuk keluarganya.
Wallahu a’lam….