Serba-serbi Guru

Redaksi Nolesa

Selasa, 26 November 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Abd. Kadir (Foto: dokumen pribadi)

Abd. Kadir (Foto: dokumen pribadi)

Oleh Abd. Kadir

(Pembina Komunitas Kata Bintang)

Tadi pagi saya membaca sebuah cerpen di media cetak berjudul “Guru yang Kehilangan Dirinya”. Bagi saya, membaca judulnya saja seolah memprovokasi saya untuk tahu lebih dalam tentang cerpen itu. Ternyata memang isinya sangat miris. Ada pertarungan “psikologis” dalam diri seorang guru yang mengajar sekolah dasar dalam kapasitasnya sebagai guru honorer. Ada pertarungan “pragmatis” antara guru dengan istrnya yang juga membutuhkan perhatian dan nafkah untuk kelangsungan hidup keluarga. Idealisme sang guru untuk mencatak anak bangsa tidak berbanding lurus dengan bayarannya sebagai guru honorer yang harus menghidupi keluarga kecilnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Inilah rupanya gap yang masih menganga dalam kehidupan nyata seorang guru. Das sollen yang ada dalam imajinasi normatif guru ternyata berbanding terbalik dengan das sein dlaam fenomena nyata yang dialami guru. Meskipun ini mungkin tidak berlaku bagi semua guru, karena saat ini sudah banyak juga guru yang bersertifikasi, tetapi, setidaknya, reaitas ini masih menjadi PR besar bangsa ini terhadap pemenuhan hak-hak kesejahteraan guru.

Baca Juga :  Sumenep Pasca Desentralisasi, Kemiskinan, dan Fiksi Politik Kesejahteraan

Di satu sisi, guru adalah “makhluk” yang dituntut untuk perfek. Mereka adalah panutan yang digugu dan ditiru. “Digugu” yang berarti “diyakini” atau “dipercaya”, mengandung makna bahwa seorang guru harus memiliki pengetahuan dan kearifan yang diakui dan dipercaya oleh muridnya. “Ditiru” yang berarti “diikuti” atau “dicontoh”, menggambarkan bahwa sikap, tindakan, dan perilaku seorang guru menjadi contoh bagi muridnya untuk ditiru dan dijadikan teladan.

Pepatah ini menekankan bahwa seorang guru bukan hanya bertanggung jawab dalam menyampaikan ilmu, tetapi juga harus menjadi teladan dalam perilaku, karakter, dan moral. Sebagai pendidik, seorang guru harus dapat menunjukkan sikap yang baik dan positif, karena murid sering kali akan meniru apa yang dilakukan oleh gurunya. Oleh karena itu, seorang guru harus berperilaku dengan bijaksana dan menjadi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Intinya, pepatah ini mengajarkan kita bahwa seorang guru memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk karakter dan pola pikir muridnya, dan karena itu, murid akan mengandalkan serta mencontoh tindakan dan perilaku gurunya dalam kehidupan mereka.

Baca Juga :  Akhir dari Presidensial Threshold

Di sisi lain, bahwa kesejahteraan mereka, khususnya para guru honorer, masih berada di “tubir jurang”. Peran besar mereka (para guru) masih berbanding terbalik dengan realitas kesejahteraan sebagian besar mereka.

Baca Juga :  Bagaimana Kalau Mekkah Dijadikan Emas

Hari ini kita dihadapkan dengan sebuah situasi baru dengan pergantian kepemimpinan nasional yang juga menghadirkan menteri pendidikan yang baru. Serba-serbi guru dengan segala fenomenanya kiranya akan menjadi fokus tersendiri bagi Pak Menteri. Artinya, ada ketergantungan nasib dan kesejahteraan para guru pada kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemimpin baru, baik itu pemimpin dalam ranah pemerintah, pendidikan, atau bahkan dalam konteks yang lebih luas seperti pemimpin politik. Harapan kita semua bahwa realitas perubahan kepemimpinan akan membawa perubahan dalam kebijakan, yang dapat memengaruhi kondisi profesi guru secara langsung, mulai dari penggajian, kesejahteraan, hingga cara mereka diperlakukan di lingkungan kerja.

Kita berharap guru-guru kita menjadi manusia-manusia yang “hebat”, sehingga mampu membangun Indonesia yang “kuat”. Selamat Hari Guru!

Berita Terkait

Halalbihalal
Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita
Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah
Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam
Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan
Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital
Membenahi Institusi Kepolisian Kita
Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir

Berita Terkait

Senin, 28 April 2025 - 20:03 WIB

Halalbihalal

Jumat, 25 April 2025 - 10:23 WIB

Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita

Jumat, 25 April 2025 - 07:30 WIB

Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah

Selasa, 22 April 2025 - 16:51 WIB

Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam

Sabtu, 29 Maret 2025 - 20:12 WIB

Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan

Berita Terbaru

News

Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Minggu, 18 Mei 2025 - 21:30 WIB

Nasional

Menuju World Book Capital: Kolaborasi Literasi di Yogyakarta

Minggu, 18 Mei 2025 - 10:07 WIB