Dalam atlas kuliner Indonesia, Kudus termasuk daerah yang diperhitungkan. Soto dan jenangnya populer hingga pentas nasional. Ciri khas soto Kudus adalah penggunaan taburan irisan bawang putih goreng yang memperkaya cita rasa kuahnya yang gurih.
Bahan isian soto Kudus adalah daging kerbau atau daging ayam suwir, taoge yang sudah direbus, dan daun bawang. Kuahnya yang bening, bercita rasa segar, biasanya diberi tambahan kecap, sehingga warnanya sedikit agak gelap dan ada semburat manis gurih.
Adapun jenang Kudus, terutama merek Mubarok, sangat branded dan jadi oleh-oleh paling ikonik di kota Kudus. Di luar soto dan jenang, Kudus termasuk daerah yang kaya kuliner khas dan legendaris. Salah satu yang bisa disebut adalah nasi pindang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nasi pindang adalah kuliner asli Kudus, yang oleh Bondan Winarno, dimasukkan ke dalam daftar 100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia yang dibukukan dengan judul sama, diterbitkan pada 2014 oleh penerbit buku Kompas. Buku ini mendapatkan penghargaan dari Gourmand World Cookbook Award sebagai Best in the World (2013) dan pada Frankfurt Book Fair 2015 terpilih sebagai Best of the Bests.
Masuknya nasi pindang dalam daftar 100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia versi Bondan Winarno menunjukkan kualitas cita rasa nasi pindang yang diperhitungkan. Karena nasi pindang menyisihkan ribuan kuliner Nusantara lainnya. Sebagaimana yang disampaikan Bondan Winarno dalam kata pengantar di bukunya itu.
“Bangsa Indonesia sungguh terberkahi dengan kekayaan kuliner yang jumlahnya mencapai ribuan. Karena itu memilih 100 makanan pilihan untuk dirangkum dalam buku ini bukanlah perkara gampang. Dengan berlinang air mata, beberapa kuliner favorit saya pun terpaksa harus dipinggirkan dari senarai.”
Nasi pindang adalah sajian berupa nasi dan daging yang disajikan dengan kuah pindang dan beberapa lembar daun melinjo atau daun so. Sekilas nasi pindang mirip rawon khas Jawa Timur. Itu karena, baik dalam rawon maupun nasi pindang, terdapat keluak, sehingga kuahnya menjadi berwarna gelap. Perbedaannya, rawon tidak bersantan, sedangkan pindang bersantan. Rawon ada taogenya, nasi pindang ada daun melinjo atau daun so-nya.
Meminjam keterangan Bondan Winarno dalam buku 100 Mak Nyus Joglo Semar (2016), nasi pindang adalah persilangan rawon dan soto. Nasi pindang adalah masakan berkuah yang lebih rich dan kompleks dibanding soto. Cita rasa keluak dan kemiri, diimbangi dengan cantik oleh ketumbar dan jintan. Santan kental juga membuat masakan ini sangat gurih.
Dalam soal tata saji, nasi pindang memiliki pakem disajikan dalam piring beralaskan daun pisang. Dahulu, nasi pindang juga dinikmati dengan sendok yang juga terbuat dari daun pisang atau yang lazim disebut suru. Namun, sendok daun kini sudah tidak digunakan, karena pembeli lebih memilih memakai sendok logam.
Di Kudus, nasi pindang bisa dijumpai di banyak warung dan rumah makan di seantero Kudus. Bila tidak mau berspekulasi, bisa njujug ke Taman Bojana, Jalan Simpang Tujuh, Kota Kudus. Taman Bojana adalah food court atau pusat kuliner di Kudus yang di dalamnya berderet kios-kios yang menawarkan menu-menu khas Kudus. Selain nasi pindang, di Taman Bojana juga bisa dijumpai menu khas Kudus lainnya seperti nasi tahu, bakso, soto kudus, dan lainnya.
Meski nasi pindang asli Kudus, namun nasi pindang ternyata juga populer di kota Semarang. Bahkan, termasuk ikon kuliner yang direkomendasikan di kota Atlas itu. Bila ditelisik, popularitas dan eksistensi nasi pindang di Semarang sudah berlangsung sejak berpuluh tahun lalu.
Dalam sebuah buku berjudul Pedoman Tamasja Djawa Tengah karya R.O. Simatupang yang diterbitkan oleh penerbit Keng Po Djakarta pada 1961, disebutkan bahwa kuliner nasi pindang terkenal di Semarang. Di waktu malam, nasi pindang dapat ditemui di alun-alun depan bioskop Orion. Tempat lain yang juga jual nasi pindang adalah di Mataram (Ambengan) depan Jalan Sidorejo (Kebun Tionghoa).
Meski penjual nasi pindang yang disebutkan saat ini sudah tidak ada lagi, juga konstelasi tempat sudah berubah (termasuk bioskop Orian sudah tinggal kenangan), tapi hingga sekarang, nasi pindang masih dapat dijumpai di Semarang dan menjadi pilihan wisata kuliner yang banyak diburu.
Salah satu warung makan yang menjual nasi pindang di Semarang adalah warung Pak Ndut yang beralamat di Jalan Stadion Selatan, No. 1 Semarang. Pak Ndut sudah berjualan nasi pindang sejak 40-an tahun lalu. Warung ini dirintis oleh Pak Ndut yang memang asli Kudus dan kini telah beralih ke generasi berikutnya.
Selain Warung Pak Ndut, juga ada warung nasi pindang legendaris yang beralamat di Jalan MH. Thamrin No. 40, Semarang. Warung ini terkenal dengan warung nasi pindang Gajahmada, karena awalnya berada di Jalan Gajahmada Semarang.
Per 20 Januari 2020, warung pindah ke Jalan MH. Thamrin. Warung ini menyajikan nasi pindang Kudus yang otentik. Kelezatan nasi pindang Gajahmada ini sudah dinikmati segala kalangan. Di warungnya banyak dipajang foto-foto pesohor yang pernah menyantap nasi pindangnya, mulai penyanyi Andien, Afgan, Ahmad Albar, dan lainnya.
Riwayat nasi pindang sendiri, dulunya adalah hidangan yang biasa disajikan pada acara-acara pesta (hajatan) masyarakat Kudus. Namun, seiring berjalannya waktu, nasi pindang banyak dijual di berbagai warung dan rumah makan. Sehingga bisa dijumpai setiap hari. Tak ada data sejak kapan nasi pindang eksis sebagai hidangan khas Kudus. Yang jelas, nasi pindang sudah eksis sejak lama dan turun-temurun dari generasi ke generasi.
Sebagaimana kuliner khas Kudus lainnya seperti soto dan sate, nasi pindang Kudus memakai bahan daging kerbau. Tradisi ini dikaitkan dengan sejarah di saat Sunan Kudus pertama kali merintis syiar Islam di Kudus. Sunan Kudus tidak mau melukai hati umat Hindu yang meyakini sapi sebagai satwa yang sakral. Karena itu Sunan Kudus melarang umat Islam menyembelih sapi. Sebagai gantinya, mereka menyembelih kerbau. Dari sinilah rahasia kuliner khas Kudus yang selalu memakai daging kerbau.
Kecuali penjual-penjual nasi pindang di luar Kudus, seperti warung Pak Ndut dan warung nasi pindang Gajahmada di Semarang, yang sudah memodifikasi nasi pindang dengan menggunakan daging sapi, menyesuaikan selera orang Semarang.
Soal nama nasi pindang, banyak yang awalnya menduga bahwa nasi pindang adalah nasi yang dinikmati dengan olahan ikan pindang. Tapi setelah mengetahui nasi pindang, mereka pun mempertanyakan, “Nasi pindang kok tidak ada (ikan) pindangnya?”
Pindang dalam nama “nasi pindang” memang bukan merujuk pada “ikan pindang” yang kita kenal, melainkan merujuk pada sebuah masakan. Pindang dalam bahasa Jawa kuno diartikan sebagai “sup yang berempah”. Sehingga, nasi pindang bisa diartikan sebagai nasi dengan kuah sup berempah.
Sebagai kuliner istimewa, nasi pindang Kudus juga ekspansif di kota-kota besar. Selain di Semarang, nasi pindang Kudus juga bisa dijumpai di Solo, Surabaya, Jogjakarta, dan Jakarta.