Judul tulisan ini sebenarnya agak tidak linear dengan aktivitas saya di BPBD. Hanya saja, mungkin saya masih punya ikatan emosional dengan komunitas bima bouldozer cendekia (BBC) Sumenep yang mengundang saya. Sejak awal saya didaulat secara personal menjadi pembina komunitas ini. Karena secara personal, maka ikatan emosional inilah yang mendorong saya untuk menghadiri undangan komunitas ini, meskipun temanya tentang implementasi kurikulum merdeka.
Membincang pendidikan memang selalu menarik. Banyak hal yang bisa dikaji. Termasuk bagi saya, yang saat ini sudah dihadapkan dengan aktivitas kebencanaan, ternyata, juga tidak bisa lepas dari dunia pendidikan.
Bagi saya, menghadiri undangan teman-teman komunitas ini adalah sebuah kehormatan tersendiri, minimal saya bisa silaturrahim dengan kawan-kawan guru, kepala sekolah dan pengawas yang tergabung dalam BBC ini. Setelah sekian lama tidak lagi berinteraksi dengan mereka, alhamdulillah saya berkumpul dan diskusi banyak dengan mereka khususnya tentang pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Membincang pendidikan memang selalu menarik. Banyak hal yang bisa dikaji. Termasuk bagi saya, yang saat ini sudah dihadapkan dengan aktivitas kebencanaan, ternyata, juga tidak bisa lepas dari dunia pendidikan. Bahwa ada sisi kebencanaan yang masih berkaitan dengan lingkungan pendidikan yaitu satuan pendidikan aman bencana. Artinya, penting bagi lembaga pendidikan untuk bisa memahami dan mendapat edukasi tentang kebencanaan. Ini bagian dari pencegahan dan kesiapsiagaan dalam konteks kebencanaan. Edukasi seperti ini selain bagi satuan pendidikan, maka bagi masyarakat di tingkat desa juga bisa siap menjadi desa tangguh bencana.
Nah, dalam perspektif ini, saya diajak diskusi oleh teman-teman yang tergabung dalam BBC ini tentang bagaimana perkembangan pendidikan saat ini. Bagaimana kurikulum merdeka diimplementasikan.
Artinya, bahwa perkembangan pendidikan akan menjadi niscaya yang terus berjalan sesuai perkembangan zaman, dan hal inilah yang perlu diikuti oleh para guru dan tenaga pendidikan sebagai pelaku terdepan pendidikan. Mereka perlu mengikuti arus perkembangan yang ada sehingga mereka tidak tergilas oleh zaman.
Dipahami bahwa merdeka belajar saat ini akan lebih difokuskan pada project based learning (pembelajaran berbasis proyek). Artinya, ada portofolio yang dihasilkan oleh anak-anak kita dalam pembelajaran. Dalam perspektif ini, anak-anak diajak untuk melaksanakan agenda pembelajaran yang bisa menghasilkan karya, sehingga dengan demikian mereka diajak untuk masuk, mendalami, dan melaksanakan prosesnya yang pada akhirnya dihasilkan sebuah karya dan karya itu dipamerkan untuk memberikan apresiasi kepada anak.
Kurikulum merdeka belajar mengusung tokoh pendidikan Indonesia Kihajar Dewantara. Dalam modul program guru penggerak, Kihajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai ‘upaya menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia ataupun sebagai anggota masyarakat’. Kunci utamanya terletak pada kata ‘menuntun’, menuntun anak untuk dapat menghasilkan karya dari proyek yang sedang dilakukannya.
Hal ini, mengingatkan saya pada beberapa sekolah penggerak yang selama ini telah melaksanakan aktivitas pembelajaran berbasis proyek. Ada anak yang telah menghasilkan karya berupa buku kumpulan cerita anak, ada yang menulis antologi puisi, ada yang menulis kamus bahasa Madura dan lainnya. Bahkan untuk daerah kepulauan, ada yang dengan praktik nyata menanam mangrove di tepi pantai Giliraja. Inilah yang sebenarnya diharapkan bisa memberikan kesadaran nyata pada anak. Bahwa mereka diajak untuk terjun langsung dan tidak hanya berkutat pada teori-teori belaka.
Kalau selama ini yang dituntut untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka ini adalah sekolah-sekolah yang tergabung dalam sekolah penggerak, maka ke depan semua sekolah akan dituntut untuk besama-sama bergerak dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka ini.
Pada ranah ini, maka kunci utamanya adalah keteladanan dan ketelatenan guru dalam membimbing anak. Guru kita perlu dibekali keilmuan dan keterampilan yang mendukung proses pembelajaran berbasis proyek ini. Dalam hal penyusunan buku siswa misalnya, guru dituntut untuk bisa memberikan contoh nyata, atau minimal menjadi editor yang akan bisa memfasilitasi sampai terbitnya buku karya siswa ini. Kolaborasi dan sinergitas antara sekolah, guru dan siswa akan memberikan bukti keberhasilan pembelajaran berbasis proyek ini. Artinya, sekolah-guru-siswa akan saling melengkapi satu sama lain.
Kalau selama ini yang dituntut untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka ini adalah sekolah-sekolah yang tergabung dalam sekolah penggerak, maka ke depan semua sekolah akan dituntut untuk besama-sama bergerak dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka ini. Untuk itu, kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas guru adalah sesuatu yang niscaya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan mendatang. Kurikulum merdeka yang telah diimplementasikan oleh sekolah penggerak (dan pada akhirnya akan diikuti oleh semua sekolah), yang didukung oleh guru penggerak, kepala sekolah penggerak, pengawas penggerak, bahkan organisasi penggerak (yang di dalamnya BBC adalah salah satu yang telah ditetapkan oleh Kemendikbudristek RI), maka semua elemen sudah seharusnya siap untuk bergerak bersama-sama, sebagaimana tema Hari Pendidikan Nasional tahun 2022 ini: “Pimpin pemulihan, bergerak untuk merdeka belajar”. Semoga!