Firli Bahuri, SBY, dan Anies Baswedan

Redaksi Nolesa

Senin, 3 Oktober 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Farisi Aris*


Laporan Koran Tempo edisi 1 Oktober 2022 membuat geger publik.

Dalam laporan investigatifnya yang berjudul Manuver Firli Mencegal Anies, Tempo melaporkan tentang keterlibatan Ketua KPK Firli Bahuri dalam upaya mencegal Anies Baswedan agar tidak bisa mencalonkan diri sebagai kandidat calon presiden (capres). Caranya, adalah memenjarakan Anies Baswedan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Tempo, Ketua KPK Firli Bahuri kini ditengarai terus mendesak satuan tugas pengusut kasus Formula E untuk menetapkan Anies Baswedan sebagai tersangka.

Namun, masih menurut Tempo, sampai kini tim pengusut masih kesulitan menemukan bukti tindak pidana korupsi dalam perhelatan balap mobil listrik itu. Alhasil, Anies masih meregang bebas.

Tidak berhenti di situ, konon, Firli juga dikabarkan merayu seorang ahli hukum seperti Prof. Romli Atma Sasmita untuk memberi pandangan hukum bahwa Anies bisa jadi tersangka. Namun, dalam hal ini Prof. Romli menolak (MI, 2/10/2022).

Benarkah Ketua KPK Firli Bahuri ikut terlibat dalam agenda pencegalan mantan Gubernur DKI Jakarta itu? Saya yakin Tempo tidak mungkin berbohong.

Sebagai satu-satunya media yang masih mempertahankan jurnalisme investigatif, Tempo sudah sering mengeluarkan laporan-laporan kontroversial yang hal itu benar adanya.

Karena itu, daripada menyangsikan, saya lebih meyakini bahwa laporan Tempo itu benar. Setidaknya, bagi saya, laporan Tempo itu melaporkan indikasi awal tentang adanya operasi gelap mencegal Anies.

Tulisan ini tidak hendak membela Anies. Lain daripada itu, saya hanya hendak membela hak Anies sebagai warga negara.

Baca Juga :  Abu Bakar Ba’asyir, Islam, dan Pancasila

Menurut UUD 1945, setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih. Karena itu, mencegal seseorang untuk tidak ikut nyapres adalah pelanggaran terhadap konstitusi.

Mengapa lalu saya yakin terhadap laporan Tempo itu? Pertama, dari berbagai berbagai laporan survei, nama Anies Baswedan selalu unggul dan mentereng.

Meskipun berbagai isu negatif selalu ditempelkan kepada dia, seperti isu politik identitas pada Pilkada DKI 2017, namanya tetap unggul diposisi tiga besar. Mentereng. Tak goyah sedikitpun.

Bahkan, hasil survei terbaru yang dikeluarkan CSIS menempatkan Anies secara unggul di atas calon-calon lain seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Menurut hasil survei CSIS itu, jika terjadi Head to Head antara Anies, Ganjar maupun Anies-Prabowo, Anies menang. Anies vs. Ganjar 47,8 % vs. 43.9 % (7, 6 % belum tahu), Anies vs. Prabowo 48, 6 % vs. 42,8% dan Ganjar vs. Prabowo, 47,25 % vs 45%.

Karena itu, wajarlah jika ada banyak pihak yang berusaha mencegal dia. Sebab, secara politik, ia bukan bagian dari rezim penguasa yang dalam beberapa waktu terakhir, mati-matian berusaha mempertahankan status quo dan dominasi politik.

Kedua, saya percaya terhadap laporan Tempo itu karena, secara politis, KPK memang sangat mungkin untuk diperalat. Sebab, secara institusional, KPK hanyalah lembaga _ad hoc yang ketua dan pimpinannya dipilih oleh DPR.

Jadi, sangat mungkin KPK itu diperalat untuk kepentingan politik. Bahkan, boleh jadi, itu sudah menjadi kontrak dan kesepakatan antara pimpinan KPK terpilih dan pemilihnya.

KPK memang bukan lembaga politik. Tapi, proses pemilihan para pimpinannya tetaplah politis. Jika tidak politis, mana mungkin dari 56 anggota Komisi Hukum DPR RI semuanya bersepakat memilih Firli Bahuri.

Baca Juga :  Renungan Idul Adha 1445 H: Taat seperti Ibrahim, Ikhlas seperti Ismail

Pada 12 September 2019, Komisi Hukum DPR RI melakukan pemilihan pemilihan ketua KPK. Awalnya, proses pemilihan dilakukan secara voting pada 10 calon yang ada, yang di dalamnya ada nama Firli Bahuri.

Lalu, masing-masing dari anggota Komisi Hukum yang berjumlah 56 orang memilih lima calon dari sepuluh calon yang ada. Terpilihlah nama Firli Bahuri, Alexander Marwarta, Nurul Ghufron, Nawawi Pamolongo, dan Lili Pintatuli.

Lima nama itu kemudian lagi dipilih oleh Komisi Hukum untuk menjadi ketua KPK. Dan, muncullah nama Firli Bahuri sebagai ketua KPK. 56 anggota Komisi Hukum yang ada semuanya memilih Firli. Tak satupun ada yang milih empat calon tersisa.

Proses pemilihan itu menyisakan misteri dan keanehan: mengapa semuanya tertuju ke Firli? Tidak adakah -satu saja- yang menginginkan KPK dipimpin oleh sosok selain Firli?

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari FraksI PDI Perjuangan membantah ada operasi gelap dalam pemilihan pimpinan KPK itu. Namun, sekeras apa pun dugaan adanya operasi gelap itu ditampik, kecurigaan tentang adanya operasi gelap itu tetap tak bisa dinafikan.

Jadi, adanya operasi gelap dalam prosesi pemilihan pimpinan KPK itu sangat mungkin dan pasti ada. Karena itu, bisa dikatakan, keterpilihan Firli Bahuri itu tidak murni. Bahkan, boleh jadi keterpilihannya adalah orderan. Yang hal itu, sangat memungkinkan bagi Firli Bahuri untuk dikendalikan sesuai kontrak, termasuk untuk mencegal Anies, misalnya.

Baca Juga :  Menyelamatkan Konstitusi

Pernyataan SBY

Beberapa waktu yang lalu, Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mengeluarkan pernyataan kontroversial dalam pidatonya pada pengarahan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat Kamis (15/9/2022).

Presiden ke-6 Indonesia itu menyebut dirinya terpaksa turun gunung. Sebab, menurutnya ia melihat ada indikasi bahwa Pemilu yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024 akan berlangsung curang dan tidak jujur.

Menurut SBY, di Pemilu 2024 nanti hanya akan ada dua calon yang dikehendaki mereka [….] yang semuanya adalah bagian dari mereka.

”Para kader, mengapa saya harus turun menghadapi pemilihan umum 2024 mendatang. Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil. Konon akan diatur dalam pemilihan Presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka,” tegas SBY.

Sebagai sosok yang telah malang melintang dan mengetahui labirin politik Indonesia, tentu pernyataan SBY itu semata bukan omong kosong. Saya yakin, SBY tidak mungkin membuat pernyataan yang hal itu tidak berbukti.

Karena itu, saya pun semakin yakin bahwa operasi gelap Firli Bahuri yang dilaporkan Tempo itu benar adanya. Tampaknya, pernyataan SBY itu berkorelasi kuat dengan laporan Tempo. Pernyataan SBY dan laporan Tempo itu nampaknya berangkat dari titik pengetahuan yang sama.

Lalu, siapakah aktor di balik manuver politik Firli Bahuri ini?

 


*) Farisi Aris, penulis lepas, mukim di Yogyakarta

Berita Terkait

Membaca Manuver Mas Wapres
Tahan! Jaga Diri dari Sembarangan Menuduh dan Menyebarkannya
Serba-serbi Guru
Titik Krusial; Jangan Paksakan Anakmu untuk Menjadi Seperti Kamu
Hari Ayah Takkan Terlewatkan Begitu Saja
Musibah dan Penderitaan Merupakan Cara Allah Untuk Menyempurnakan Ciptaan-Nya
Bulan Muhammad SAW: Pemimpin yang Adil Mutiara yang Hilang
Bulan Muhammad SAW: Kelanggengan dan Kemusnahan Agama

Berita Terkait

Jumat, 20 Desember 2024 - 18:28 WIB

Membaca Manuver Mas Wapres

Jumat, 20 Desember 2024 - 09:42 WIB

Tahan! Jaga Diri dari Sembarangan Menuduh dan Menyebarkannya

Selasa, 26 November 2024 - 15:00 WIB

Serba-serbi Guru

Jumat, 22 November 2024 - 05:18 WIB

Titik Krusial; Jangan Paksakan Anakmu untuk Menjadi Seperti Kamu

Selasa, 12 November 2024 - 07:29 WIB

Hari Ayah Takkan Terlewatkan Begitu Saja

Berita Terbaru

Ilustrasi (pixabay/nolesa.com)

Puisi

Puisi-puisi Tundra Alif Juliant

Rabu, 25 Des 2024 - 08:36 WIB