Urgensi Independensi Pers dalam Kancah Demokrasi

Muchtar Hakim Harahap

Selasa, 18 Januari 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi via pixabay.com

Ilustrasi via pixabay.com

Keberadaan pers yang independen sangat dibutuhkan dalam sistem pemerintahan demokrasi. Bahkan, independensi pers kemudian disebut-sebut sebagai salah satu pilar demokrasi di samping tiga pilar lainnya, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers yang independen diharapkan mampu seleluasa mungkin menginformasikan suatu peristiwa sebagaimana adanya, tanpa kontrol dan intervensi pihak yang berkepentingan. Sampai kapanpun kita harus menjaga independensi pers demi demokrasi yang lebih baik.

Bukan sebuah rahasia jika tahun politik merupakan ajang setiap kandidat, yang ingin menduduki kursi pemerintahan, untuk saling meningkatkan pamor di mata rakyat. Pertanyaanya kemudian adalah, selain media sosial, media apa yang paling berpotensi meningkatkan pamor seseorang di mata rakyat? Tentu jawabannya adalah pers. Di tahun politik, pers selalu dikawatirkan menjadi sasaran intervensi politik. Bukan hanya itu, di tahun politik kali ini, tidak sedikit pseudo-pers (pers semu) yang sengaja diciptakan untuk melayani kepentingan politik kelompok tertentu.

Walau bagaimana pun, kedudukan pers dalam suatu negara sangat terkait dengan bagaimana sistem pemerintahan suatu negara tersebut dijalankan. Dalam negara yang otoriter, misalnya, kedudukan pers tidak lebih dari pelayan yang bertugas melanggengkan kekuasaan dan ideologi pemerintah. Sementara dalam demokrasi, sebagaimana Rina Martini mengatakan dalam Jurnal Ilmu Sosial Vol. 13 No. 02 Agustus 2014, kedudukan pers adalah sebagai sarana membangun opini publik yang diharap dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan. Dengan kata lain, kesuksesan pers dalam negara demokrasi juga dapat dilihat dari sejauh mana ia berpengaruh terhadap kebijakan politik, bukan sejauh mana ia mampu mengkonsumsi sebanyak mungkin kebijakan politik itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami lebih jauh bahwa terciderainya independensi pers, pada saat yang sama, akan merusak iklim demokrasi. Bagaimana tidak, pers yang seharusnya menjadi representasi suara rakyat akan dikendalikan oleh mereka yang kepentingannya, sewaktu-waktu, bisa saja kontraproduktif dengan kepentingan rakyat. Sebagai contoh, Noam Chomsky, dalam bukunya politik kuasa media, menjelaskan bahwa kondisi rakyat Amerika pada tahun 1916 sangat cinta damai. Namun, pemerintah Amerika di bawah kekuasaan Wilson  mampu merubah sikap rakyat yang pada awalnya cinta damai menjadi anti Jerman dan haus perang. Rahasia di balik kesuksesan pemerintah Amerika dalam merubah sikap rakyatnya tidak lain adalah pers.

Baca Juga :  Akikah

Mungkin pada hari ini kondisi rakyat kita sedikit lebih maju ketimbang kondisi rakyat Amerika di tahun 1916. Pada hari ini rakyat telah mampu menilai mana lembaga pers yang kredibel dan mana lembaga pers semu (pseudo pers). Hal ini tidak lain karena situasi yang dialami masyarkat kita sedikit lebih maju ketimbang rakyat Amerika tahun 1916. Pada hari ini masyarakat kita dimanjakan oleh perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat. Berkembangnya teknologi komunikasi, sekalipun memberi dampak yang negatif, tapi juga dapat memberi banyak sekali dampak positif. Hanya dalam masyarakat yang teknologi komunikasinya majulah pers dapat terus berkembang serta menyuarakan suara rakyat.

Baca Juga :  Memaknai Protes Publik

Pers yang mengerti dan taat terhadap kode etik jurnalistik tentu tidak akan terjumus penyebaran hoax, isu SARA, dan propaganda demi kepentingan kalangan tertentu. Pers yang sering melakukan hal semacam itu sebenarnya adalah pers semu yang tidak begitu memahami kode etik dan kaidah jurnalistik. Pers seperti ini, sekalipun luput dari perhatian pemerintah, sebenarnya tidak akan mampu bertahan lama karena sekali mereka terbukti menyebar kebohongan, selamanya rakyat meragukan kredibilitas mereka sebagai pers.

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 9 Februari 2020, kita baru saja memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Kita berharap agar pers nasional tetap menjadi media terpercaya di tengah-tengah arus kemajuan teknologi komunikasi digital. Selain itu, kita juga berharap agar pers nasional mampu mempertahankan independensinya sebagai representasi suara rakyat dalam segala situasi.

Berita Terkait

Bulan Muhammad SAW: Kelanggengan dan Kemusnahan Agama
Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?
Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi
Holupis Kuntul Baris: Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Semangat Gotong-Royong
Roebling, Tak Sempurna; Namun Mampu Mewujudkan Cita-citanya
Menyikapi Ancaman Terorisme
Calon Tunggal, Kegagalan, dan Pragmatisme Partai Politik
Kiai Fikri Tidak Gagal dan Juga Tidak Pernah Membelot!

Berita Terkait

Minggu, 15 September 2024 - 16:35 WIB

Bulan Muhammad SAW: Kelanggengan dan Kemusnahan Agama

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 10:46 WIB

Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?

Jumat, 23 Agustus 2024 - 08:30 WIB

Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 13:55 WIB

Holupis Kuntul Baris: Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Semangat Gotong-Royong

Jumat, 16 Agustus 2024 - 10:00 WIB

Roebling, Tak Sempurna; Namun Mampu Mewujudkan Cita-citanya

Berita Terbaru

Sujono (Foto: dokumen pribadi)

Mimbar

Bulan Muhammad SAW: Kelanggengan dan Kemusnahan Agama

Minggu, 15 Sep 2024 - 16:35 WIB

Kiat Kelola Stres di Tahun Politik (ilustrasi pixabay)

Tips

Kiat Kelola Stres di Tahun Politik

Sabtu, 14 Sep 2024 - 14:06 WIB