Judul : Ajaran-Ajaran Gus Dur
Penulis : Nur Kholik Ridwan
Penerbit : Noktah
Terbit : Pertama 2019
Tebal : 180 halaman
ISBN : 978-602-5781-62-9
Dikatakan, bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan paling sempurrna. Memuliakannya berarti juga memuliakan Tuhan. seterusnya, merendahkan dan menistakannya berarti juga merendahkan dan menistakan Tuhan. Kemanusian merupakan cermin ke Tuhanan.
Menurut Gus Dur, Semantap apa pun seseorang melafalkan kalimat tauhid, namun belum bisa memberikan rasa keadilan dan kemaslahatan bagi umat manusia. Ketauhidannya perlu dipertanyakan. Sebab, ketauhidan yang bersifat Ilahi ialah ketauhidan yang diwujudkan dalam perilaku dan perjuangan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan dalam menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Menegakkan keadilan dan kesetaraan adalah sarat mutlak untuk memuliakan manusia. Karena dengan tegaknya keadilan dan kesetaraan, manusia akan diperlakukan sama, tak ada diskriminasi dan eksploitasi kemanusian. Keadilan dan kesetaraan disini menyangkut aspek-aspek keseimbangan dan kelayakan hidup. Ada pun cara yang dapat dilakukan ialah dengan melawan sistem monopolistik yang eksploitatif, baik dengan gerakan struktural atau tidak.
Sejurus kemudian, bapak pluralisme ini juga menerangkan, bahwa perjuangan kemanusian tidak boleh terbatas pada kelompok, suku dan agama. Sebab, semua “sama”—selama ia bernama manusia. Sebagai salah satu contoh, Gus Dur, pernah menyerukan adanya pemulihan kepada mereka yang dikorbankan dibalik tragedi 1965. Dan juga pada mantan tahanan politik (tapol) NII-DI/TII yang menjadi korban ketidakadilan. Dalam konteks ini, yang dibela bukan pahamnya, tetapi sisi dan martabat kemanusian yang ada pada diri mereka (hlm 49).
Lebih-lebih, di tengah riuhnya pembentukan Negara Islam, yang dicita-citakan menjadi era kebangkitan Islam. Sontak Gus Dur menjadi orang pertama yang tidak setuju. Dalam hal ini Gus Dur berkata, “Yang disebut kebangkitan Islam bukanlah pada saat Islam menjadi sitem sebuah negara. Tetapi, apabila kaum muslimin “Mampu merumuskan kembali arti dan hikmah ilmu pengetahuan bagi kehidupan. Itulah kebangkitan Islam (hlm 110).
Sepanjang hidupnya, Gus Dur mengambil jalan ini. Misi memperjuangkan kemanusian ia tuangkan dalam perjuangannya sebagai ketua umum PBNU, Presiden, ketua Forum Demokrasi dan sampai pada perbincangannya dengan guru-guru tarekat dan serta dalam diskusi-diskusi dengan para murid.
Gus Dur merangkul semua golongan, baik ia kaum fakir miskin, gembel, dan orang-orang pinggiran; membela hak-hak berbicara dan berkeyakinan mereka. Tindakan-tindakan tersebut adalah cerminan dari semangat pembelaan Gus Dur terhadap manusia dan kemanusiaan yang mengewajantah dalam dirinya, bahwa pembelaan demikian adalah bagian dari pembumian tauhid yang diyakininya (hlm 44).
Begitulah spirit kemanusian Gus Dur, yang senantiasa patut kita teladani dalam menjalani hdup. Sebagai seorang muslim; penganut agama mayoritas. Ia juga selalu berusaha keras memperkenalkan Islam yang rahmatan lil alamin, cinta perdamaian, tidak keras dan menindas agama atau kelompok minoritas. Putra dari salah satu anggota perumus Pancasila (Wahid Hasyim) ini yakin, bahwa agama hadir untuk memelihara martabat manusia.
Buku ini adalah salah satu di antara buku-buku seputar Gus Dur yang menarik untuk dibaca. Jika K.H. Husein Muhammad dalam bukunya Samudra Kezuhudan Gus Dur menerangkan tentang kepribadian Gus Dur yang sufi. Maka, dalam buku setebal 180 halaman ini, kita akan dipertemukan dengan bentuk dan implementasi dari kesufian Gus Dur itu sendiri.
Dengan menghadirkan sosok Gus Dur yang sederhana, penyabar dan penuh kasih sayang pada sesama. Penulis ingin memberi tahu pada pembaca, bahwa dalam menjalani hidup, prinsip mengasihi dan menyayangi sesama harus selalu di kedepankan.