Kepada Kawan
:fr
bila segala raib
dan aku sempurna
sembunyi di balik kata-kata
kau mesti melambai
pada perjalanan
sebagai tanda bahwa waktu
adalah budakmu
selagi malam
melepas kerudung putihnya
lalu menyimpannya
di balik mega.
kemudian aku tanyakan
sesuatu padamu:
sepi yang jadi besi
sunyi yang jadi tembaga
kau simpan di mana?
segalanya purna
bahkan belulang masa lalu
aku tak punya, katamu
dengan suara karat
berlapis-lapis.
tiba-tiba puisi jadi berhala.
Cabeyan, 2021
Pernyataan II
di bawah langit
yang sama birunya
kupahat kekakuan-kekakuan
pada dada batu terjal
sebelum sepi menepi
di sana
busur hujan
memburu hangat badan
(kobar api di dalam)
aku berlari
ke dalam diri sendiri
meski gigil
mulai terpanggil
“kau akan mati
setelah segalanya
selesai dituliskan,
atau setelah puisi-puisi
kehilangan mulutnya”
tiba-tiba sunyi jadi belati.
Kutub, 2021
Ratap II
tak kau saksikan, Ma
betapa kejam waktu
kikis umurku
secepat kilat cahaya
sedang kenangan
menikam tenang
yang kugelar
dari matahari mocar
sampai melompat
ke balik gunung
juga tak kau saksikan, Ma
kucur darah
dari nganga luka rindu.
bikin sungai-sungai.
di tepinya, aku bertapa
menjadi pengembara.
Kutub, 2021
Panggil Aku Si Dungu
i/
panggil aku si dungu:
sungai dalam diri keruh hilirnya.
karena tak kupahami
gerak bijaksana dalam tubuhmu
kupanggul selaksa tanda tanya
dari balik cadas kepala
pengetahuan serupa karang
yang tak dapat kubelai tenangnya
sebab laut begitu kejam
patahkan tangan-kemudi-juga layar
yang kugelar.
ii/
panggil aku si dungu:
samsu dalam jiwa biru bibirnya.
sebelum kalimat-kalimat
putus-putus pada napasmu
kepalaku sudah lama ompong
dari cinta yang kosong
tapi kau wajib tahu
fragmen ini, kekasihku
adalah tanda
bahwa aku pernah gila
Cabeyan, 2021
Kepadamu, Nala
kepadamu, nala, lubang bekas peluru di dadaku
selalu terbuka
menjadi suaka ketika busur bening langit tak mau
reda mengarah pada tubuh molekmu.
maka jangan lipat anganmu
menuju dahan lauhulmahfuz untuk sekedar
menggugurkan nama-nama yang tertera di daun-daunnya
bunga api yang membakar gincumu, merambat
pada lingkar daging lukaku. maka,
aku memilih menghancurkan diri
tidak dengan belati; tidak dengan puisi;
tidak dengan mesiu; tidak dengan rindu.
dengan sepi yang sempat dikirim kekasih
menjadikanku debu.
kepadamu, nala, air mata, badai, gigil yang kukirim
padamu putus-putus
selain surat cinta sampai berjilid-jilid.
ombak bilang tuhan patahkan layar kepulangan
kuseka kata, setelah mawar tumbuh di buritan
diam-diam malam dibutakan rembulan.
kepadamu, nala, anjay!
Cabeyan, November 2021