Malam Sendu
Sendu cuaca menuai rindu
Di tengah jalan suara klakson tersedu
Membiak keluh dalam dada pengendara
Lelah yang termaktub dalam keringat
Menetes deras basahi raga lesu.
Sepasang mata menerkam
Jiwa lunglai siap layu
Malam begitu syahdu
Lirih hujan menebar teror
Tentang kenangan masa lalu.
Kala puisi yang tergores
Pada tubuh kertas lusuh
Tiada bermakna, menewaskan kata,
Tepat saat jemari
Menikam asa jadi binasa.
Jakarta, 2021
Halaman Satu
Mencarimu di sebuah buku
Aku coba menata rasa
dalam sesaknya kata-kata
Meramu cinta dengan rindu
yang terurai dalam setiap halaman,
Penuh ilmu.
Ada jiwamu di sana, tersenyum,
Mengetuk jemala dengan manja
Menebar secercah huruf menjadi
Kisah yang patut dibaca.
Ada gelisahmu meringkuk
di halaman satu; kala memulai,
Aku bersiap mengakhiri tiap kasih
dengan waktu yang terus berlari.
Jakarta, 2021
Mengetuk Jendela Sepi
Untuk Windy Nur Malasari
Datang angin mengetuk jendela sepi
Menyapa diri yang sibuk merawat mimpi
Di dada ringkih tiada cerita yang tertata
Segala kisah tewas tanpa kasih.
Namun angin menuntunnya
Berembus di sekitar telinga berbisik
Dengan cinta yang kini bangkit
Berdiri tegak menantang hati yang resah.
Sejak surya membelai permukaan bumi
Hingga sinarnya redup sebagai senja
Angin terus menuai memori rindu
Tentang pesan dengan kesan kelabu
Di setiap kalimat menuai candu.
Jakarta, 2021
Ultimatum
Dalam tubuh ini ada serigala
siap menerjang dan menerkam
segala rasa yang mengusik jiwa.
Termasuk kau yang menyisiri hati
dengan tanda tanya ihwal cinta
yang tak pasti.
Bersiaplah untuk mati!
Jakarta, 2021
Jam Dinding
Adalah jam dinding tua
Merekat di tembok usang
Berlumur waktu yang lamur
Wajahnya kian luntur.
Menyatu dengan tanah
Kemboja subur merekah
Tanda duka terdalam
Dari hati nan resah.
Jakarta, 2021