Oleh: Shinta Faradina Shelmi
(Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta)
Permasalahan terkait kurikulum di Indonesia menjadi perbincangan yang cukup krusial. Banyak pihak yang terlibat dalam perancangan dan pengimplementasian kurikulum. Kirikulum sendiri memiliki tujuan sebagai alat yang digunakan untuk mengatur dan memeratakan pendidikan di Indonesia. Kemendikbud dan pihak terkait sudah berusama merancang kurikulum seideal mungkin. Kurikulum yang dirancang telah berstandar nasional agar pendidikan di Indonesia tidak tertinggal dengan negara lain. Akan tetapi, fakta di lapangan tidak sejalan dengan konsep yang telah dirancang dan pada kenyataannya kurikulum merdeka belum berhasil diimplementasikan di seluruh sekolah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada kurikulum merdeka, siswa dilatih untuk lebih aktif dalam pengembangan potensi diri. Pembelajaran yang diselenggarakan pada kurikulum merdeka memiliki keterkaitan dengan kehidupan nyata siswa dan memiliki unsur muatan lokal. Unsur muatan lokal pada kurikulum merdeka diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih relevan kepada siswa. Usaha pengembangan softskill juga dilakukan melalui penugasan berbasis proyek. Akan tetapi, masih terdapat beberapa pihak yang beranggapan bahwa kurikulum yang diterapkan kurang memberikan pembekalan menuju dunia kerja.
Ketidakmerataan penyebaran teknologi juga menjadi salah satu hambatan dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka. Terdapat sekolah-sekolah yang tidak memiliki akses internet, hal itu dapat mengakibatkan sebuah sekolah mengalami ketertinggalan. Bahkan sekolah yang memiliki akses internet belum tentu dapat mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan baik. Tidak semua tenaga pendidik memiliki kemauan tinggi untuk memahami kurikulum merdeka secara mendalam agar pengimplementasian terjadi dengan baik. Terutama bagi tenaga pendidik yang sudah berusia lanjut, mereka cenderung kurang paham tentang teknologi dan memilih cara mengajar seperti yang sudah diterapkannya selama ini.
Jangankan pengimplementasian kurikulum, di Indonesia masih terdapat sekolah yang sarana dan prasarana pokok untuk belajar mengajar belum terpenuhi. Tidak semua sekolah memiliki akses yang memadahi dan jumlah tenaga pendidik yang cukup. Padahal anggaran yang dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya untuk memajukan pendidikan di Indonesia mencapai angka yang fantastis. Dana dengan nominal fantastis tersebut rupanya belum memberikan impact besar bagi kemajuan pendidikan di Indonesia, salah satunya karena terdapat pihak-pihak yang melakukan kecurangan. Stereotipe masyarakat bahwa sekolah bukanlah suatu hal yang penting menjadi tantangan tersendiri dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Padahal tingkat pendidikan dan literasi di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Terdapat banyak kendala yang dialami dalam pemerataan implementasi kurikulum, salah satunya berkaitan dengan kualitas tenaga pendidik. Kurangnya minat masyarakat Indonesia untuk menjadi tenaga pendidik menyebabkan kualitas tenaga pendidik di Indonesia masih belum mumpuni. Kurang tingginya persaingan untuk menjadi tenaga pendidik menyebabkan kualitas SDM yang diserap cenderung kurang potensial. Hal dasar yang dapat diterapkan pendidik sebagai usaha dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia adalah dengan meningkatkan kualitas diri. Memanfaatkan teknologi untuk mendukung proses belajar mengajar agar dapat menghilangkan persepsi dari sebagian siswa bahwa belajar itu membosankan. Pendidik yang memiliki wawasan luas dapat memberikan tambahan informasi yang berguna bagi kehidupan siswa.
Sebagai seorang tenaga pendidik, terkhusus di bidang bahasa Indonesia harus mampu memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Mengajak siswa untuk gemar membaca dengan cara memberikan bacaan-bacaan yang menyenagkan dengan tujuan untuk meningkatkan minat baca mereka terlebih dahulu. Literasi memiliki peran penting dalam memajukan pendidikan di Indonesia, untuk itu salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menumbuhkan minat baca siswa. Pendidik dapat menyajikan teks dengan unsur muatan lokal agar siswa merasa familier dan lebih relevan. Membangun suasana kelas yang menyenangkan dapat dilakukan untuk menghapus pandangan siswa bahwa belajar bahasa Indonesia itu membosankan.
Shinta Faradina Shelmi merupakan salah satu mahasiswa aktif tahun 2022 Universitas Negeri Yogyakarta, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang lahir tanggal 28 Januari 2004. Di sela-sela kesibukan sebagai mahasiswa, Shinta memanfaatkan waktu luangnya untuk melakukan aktifitas yang disukainya, yaitu menulis dan membaca cerita