Masyarakat Nyemuh

Ahmad Farisi

Jumat, 29 Juli 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Daerahnya terdiri dari bebukitan. Di sebelah selatannya, terdapat banyak pantai-pantai indah yang sangat cocok untuk berlibur, healing, melepas penatnya pikiran selama sibuk berkerja dalam sepekan.

Alamnya masih lestari, terjaga, dan bahkan masih sangat autentik dan perawan. Udaranya masih sangat segar, sejuk (dan sangat dingin di waktu sore/malam/pagi).

Itulah Nyemuh; salah satu Dukuh yang ada di Kelurahan Kerambilsawit, Kec. Saptosari, Kab. Gunung Kidul. Teritori padukuhannya lumayan luas: terdiri dari lima RT.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT


Di antara tanaman-tanaman lainnya, seperti jagung, kacang tanah, cabai, tanaman telo-lah yang sangat mendominasi.


Profesi utama masyarakatnya adalah meladang, dan juga beternak sapi dan kambing sebagai sampingan. Sementara sebagian lainnya memilih menjadi bakul bakwan kawi di kota-kota besar. Sebagian telah menjadi juragan atau bos bakwan kawi.

Baca Juga :  Al-Qur’an dan Arti Membaca

Sesuai dengan tekstur tanah yang kering, tanaman yang biasanya di tanam masyarakat Nyemuh adalah telo (singkong). Di antara tanaman-tanaman lainnya, seperti jagung, kacang tanah, cabai, tanaman telo-lah yang sangat mendominasi.

Disepanjang jalan dan bukit-bukit yang ada di Dukuh Nyemuh, tanaman telo adalah pemandangan yang nyaris tak bisa kita lewatkan dari pandangan mata kita.Tampaknya, antara telo telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Nyemuh.

Telo, [sebagai tanaman pokok masyarakat Nyemuh] selain dikonsumsi sendiri, juga diperjualbelikan dalam bentuk geplek (telo yang telah dikupas dan dikeringkan). Harganya, bisa sampai Rp 6.500 perkilo. Inilah salah satu sumber utama penghasilan masyarakat Nyemuh.

Selain dari geplek, tanaman cabai adalah sumber penghasilan orang-orang Nyemuh yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Meski tanahnya relatif kering, dan air untuk pertanian cukup langka, namun cabai-cabai yang ditanam orang-orang Nyemuh tetap hijau ranum.

Baca Juga :  Konstitusi, Rakyat, dan Hakikat Negara

Padahal, cabai-cabai itu sebagian di tanam di daerah bebukitan kering, di antara batu-batu yang menyisihkan sedikit hamparan tanah. Kondisi ini cukup membuat terperangah siapa pun yang melihatnya.

Secara umum, beberapa daerah tetangga Dukuh Nyemuh nampaknya juga demikian. Sebab secara geografis relatif sama. Mulai dari cuaca hingga tekstur dan kondisi tanahnya.

Orang-orang Nyemuh melakoni aktivitas meladang itu dengan gembira-ria. Bahkan, setiap kali saya bertutur sapa dengan mereka, selalu tampak wajah-wajah yang damai tanpa beban. Bibir-bibir mereka mudah tersenyum; menyediakan rasa nyaman bagi siapa pun lawan bicaranya.


Sementara Karawitan [pertunjukan seni musik tradisional yang dilakukan tiga kali dalam sepakan, di malam hari] adalah jalan lain bagi mereka untuk merajut kebersamaan.

Baca Juga :  Katastrofi Ketatanegaraan

Kami (saya dan beberapa orang teman lainnya) sebagai orang baru di Nyemuh serasa telah menjadi bagian dari masyarakat Nyemuh itu sendiri; kami diperlakukan laiknya keluarga sendiri.

Selain itu, budaya guyub di antara masyarakat Nyemuh juga masih sangat lestari. Di hari Minggu, mereka melakukan kerja bakti.

Sementara Karawitan [pertunjukan seni musik tradisional yang dilakukan tiga kali dalam sepakan, di malam hari] adalah jalan lain bagi mereka untuk merajut kebersamaan.

Mereka sangat guyub, rukun, dan juga harmonis.

Dalam sebuah kesempatan, saya sempat bertanya: Dalam rangka apa tradisi Karawitan ini diselenggarakan?

“Enggak ada, Mas. Cuman sebagai media penyambung silaturahim, biar semuanya tetap rukun dan tidak gampang berkonflik,” ujar Wiratno, salah satu Ketua RT di Dukuh Nyemuh.

Berita Terkait

Halalbihalal
Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita
Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah
Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam
Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan
Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital
Membenahi Institusi Kepolisian Kita
Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir

Berita Terkait

Senin, 28 April 2025 - 20:03 WIB

Halalbihalal

Jumat, 25 April 2025 - 10:23 WIB

Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita

Jumat, 25 April 2025 - 07:30 WIB

Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah

Selasa, 22 April 2025 - 16:51 WIB

Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam

Sabtu, 29 Maret 2025 - 20:12 WIB

Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan

Berita Terbaru

Presiden Prabowo ditemani Mentri Amran di sebuah lahan pertanian (foto: ist)

Nasional

Di Era Presiden Prabowo, Serapan Beras Tertinggi dalam 58 Tahun

Selasa, 13 Mei 2025 - 07:32 WIB

for NOLESA.COM

Opini

Pesantren di Era Digital: Sebuah Catatan Sederhana

Minggu, 11 Mei 2025 - 11:04 WIB

Bupati Sumenep, Dr. H. Achmad Fauzi Wongsojudo menerima SK PAW dari Ketua MUI Jatim, KH. Hasan Mutawakil Alallah di Kantor MUI Jatim, Sabtu, 10/5/2025 (foto: ist)

Daerah

Bupati Sumenep Terima SK PAW

Sabtu, 10 Mei 2025 - 19:46 WIB