hai, kawan-kawan semua
kemarilah! aku hendak berbagi cerita
mendekatlah! akan ‘ku ceritakan
dengan tutur kata bernada renta
ini kisah seorang anak
yang kehilangan masa kanak
juga melayunya bungah
di waktu yang kuncup
sebelum mentari mengusir embun
yang tengah basahi daun-daun
ia pergi ke jalan–jalan
saat anak-anak lain hendak ke sekolahan
sebelum berangkat ke jalanan
ia tak lupa berpamitan
juga menyiapkan makanan
untuk ibunya yang hilang kesehatan
Ia menyusuri jalanan beraspal
meminta-minta welas asih
di antara ribuan orang
saat lampu merah terang
Ia mondar-mandir
di antara kendaraan yang terpaksa parkir
sembari menyanyikan syair-syair
yang kerap merujuk rakyat fakir
bermodal gitar mugil yang lusuh
warisan almarhum sang ayah
ia mengais nafkah dengan payah
untuk ia dan ibunya yang lumpuh
di saat lampu hijau pijar
ia istirahat sejenak di trotoar
sembari kerap berpikir dan berujar
“inikah negeri yang katanya merdeka?”
tak jarang ia mengeluh
pada keadaan yang payah
di saat tubuh kuyup peluh
diiringi luh yang meluruh
kerap ia tumpahkan lewat lirik
di waktu lampu merah menyala
sebagai ungkapan kritik
di negeri yang katanya merdeka
“inikah sebuah negeri
yang katanya merdeka?
apakah anak sepertiku
layak di sebut merdeka?
inikah sebuah negeri
yang katanya merdeka?
apakah anak sepertiku
layak di jalanan raya?
inikah sebuah negeri
yang katanya merdeka?
apakah anak sepertiku
tak layak belajar tulis & baca?
inikah sebuah negeri
yang katanya merdeka?—
yang merdeka katanya?—
yang merdeka kata-katanya?”
ah…, sudahlah! kita sudahi dahulu
senja sudah hampir berlalu
aku harus kembali dahulu
untuk menemui ibuku
jika esok kita kembali bertemu
akan ‘ku ceritakan lagi keluh kesahku
kepada kawan-kawan semua
dan kepada negeri yang katanya merdeka
2023