Oleh Viona Veronika
(Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang)
Generasi Z, yang sering disebut sebagai Gen Z merupakan generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi yang saat ini berusia antara 12-27 tahun, yang tumbuh bersama dengan perkembangan pesat teknologi sehingga dikenal sebagai generasi yang adaptif, kreatif, dan inovatif. Namun, terdapat sisi lain dari generasi Z ini yang sering menjadi perbincangan mengenai tingkat ketahanan mental mereka terhadap tekanan yang ada. Fenomena ini sering disebut sebagai “Strawberry Generation” atau generasi stroberi yang diibaratkan sebuah stroberi yang cantik, namun mudah memar ketika dihadapkan pada sebuah tekanan. Hal ini menimbulkan sebuah stereotip terhadap Gen Z yang menjalani kehidupan dengan tantangan masa kini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Istilah “generasi stroberi” berawal pada penggambaran generasi muda yang dianggap kurang tahan banting dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka terlihat menarik secara prestasi dan potensi, tetapi cenderung mudah menyerah ketika dihadapkan pada situasi sulit. Kritik ini sering diarahkan kepada Gen Z yang dianggap kurang tangguh menghadapi tekanan pekerjaan, hubungan sosial, atau persoalan hidup lainnya.
Namun, apakah label ini benar-benar mencerminkan kenyataan? Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menilai Gen Z hanya dari sisi kelemahannya. Generasi Z hidup di dunia yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Dengan tekanan sosial yang intens dari media sosial, ekspektasi yang tinggi dari masyarakat, serta perubahan ekonomi dan lingkungan yang signifikan, Gen Z menghadapi tantangan yang tidak pernah dialami generasi sebelumnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Gen Z merupakan generasi yang penuh dengan kreativitas. Tumbuh di era digital, mereka memiliki akses tanpa batas untuk mengakses informasi dan teknologi yang memungkinkan mereka mengekspresikan diri dengan cara-cara baru. Dari seni digital, musik, hingga wirausaha berbasis teknologi, Gen Z membuktikan bahwa mereka mampu berinovasi di berbagai bidang.
Platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube telah menjadi panggung utama bagi Gen Z untuk menunjukkan kreativitas mereka. Banyak dari mereka yang mampu mengubah hobi menjadi sumber penghasilan, menciptakan tren baru, dan memengaruhi cara pandang masyarakat. Bahkan, banyak bisnis besar yang kini mulai menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi dan preferensi Gen Z, karena mereka diakui sebagai penggerak utama pasar global.
Namun, tekanan untuk selalu tampil sempurna di dunia maya dapat menyebabkan rasa cemas dan stres. Banyak Gen Z yang merasa harus terus bersaing untuk mempertahankan relevansi di dunia digital yang bergerak cepat. Salah satu alasan mengapa Gen Z sering dianggap rapuh adalah tingginya angka masalah kesehatan mental di kalangan mereka. Studi menunjukkan bahwa generasi ini lebih rentan terhadap stres, kecemasan, dan depresi dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh tekanan yang mereka alami dari berbagai sisi, seperti akademik, pekerjaan, dan tuntutan media sosial.
Meskipun media sosial menawarkan banyak peluang, juga menjadi sumber utama sebuah tekanan. Perbandingan sosial yang tidak ada habisnya, cyberbullying, dan ekspektasi yang tidak realistis sering kali membuat Gen Z merasa tidak cukup baik. Selain itu, paparan terhadap berita-berita global seperti krisis iklim, ketidakstabilan politik, dan pandemi COVID-19 semakin memperburuk kecemasan mereka. Di sisi lain, banyak Gen Z yang mulai lebih terbuka tentang kesehatan mental dan mencari bantuan profesional. Kesadaran mereka terhadap pentingnya kesehatan mental adalah salah satu langkah positif yang dapat membantu mereka menghadapi tantangan hidup.
Salah satu hal menarik tentang Gen Z adalah bagaimana mereka mendefinisikan ulang nilai-nilai tradisional. Generasi ini lebih berorientasi pada keberlanjutan, inklusivitas, dan keseimbangan hidup. Mereka cenderung tidak hanya mengejar karier demi uang, tetapi juga mencari pekerjaan yang memiliki makna dan dampak positif pada masyarakat.
Namun, pergeseran nilai ini juga membawa tantangan tersendiri. Banyak perusahaan atau institusi tradisional yang belum siap beradaptasi dengan cara kerja dan ekspektasi Gen Z. Hal ini sering menimbulkan kesalahpahaman antara generasi muda dan generasi sebelumnya, yang menganggap Gen Z kurang menghormati hierarki atau kurang berdedikasi. Dengan terus menerus mengkritik Gen Z sebagai generasi yang rapuh, sebaiknya kita lebih fokus pada cara mendukung mereka untuk menjadi lebih tangguh. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil oleh keluarga, institusi pendidikan, dan masyarakat:
1. Pendidikan yang Seimbang
Sistem pendidikan harus memberikan keseimbangan antara pengembangan intelektual, emosional, dan keterampilan praktis. Fokus pada pengembangan soft skills seperti manajemen stres, komunikasi, dan pemecahan masalah akan membantu Gen Z menghadapi tantangan dunia nyata.
2. Membangun Ketahanan Mental
Mendukung kesehatan mental harus menjadi prioritas. Keluarga dan sekolah dapat menyediakan ruang bagi Gen Z untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa rasa takut dihakimi. Selain itu, kampanye tentang pentingnya mindfulness dan self-care dapat membantu mereka mengelola tekanan dengan lebih baik.
3. Dorongan untuk Berpartisipasi dalam Kegiatan Sosial
Keterlibatan dalam kegiatan sosial seperti kegiatan komunitas dapat membantu Gen Z memahami pentingnya empati dan kerja sama. Hal ini juga dapat memberikan mereka perspektif yang lebih luas tentang kehidupan.
4. Memanfaatkan Teknologi Secara Positif
Apabila teknologi digunakan secara bijak, teknologi dapat menjadi alat yang luar biasa untuk pertumbuhan pribadi dan profesional. Orang tua dan pendidik harus mengajarkan Gen Z cara memanfaatkan teknologi untuk belajar, berinovasi, dan menciptakan dampak positif.
Gen Z adalah generasi yang penuh potensi. Mereka memiliki kreativitas, inovasi, dan keberanian untuk menantang keadaan saat ini. Namun, di tengah semua keunggulan ini, mereka juga menghadapi tekanan dan tantangan yang tidak sedikit. Label “generasi stroberi” mungkin terlalu menyederhanakan masalah yang kompleks, karena kerapuhan mereka bukan semata-mata kelemahan, tetapi juga cerminan dari dunia yang mereka jalani. Daripada terus-menerus mengkritik, kita seharusnya mendukung mereka untuk menjadi generasi yang lebih tangguh dan seimbang. Dengan pendekatan yang tepat, Gen Z tidak hanya akan menjadi generasi yang sukses secara individu, tetapi juga mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat secara keseluruhan. Mereka bukan hanya “stroberi” yang rapuh, tetapi buah yang bisa tumbuh kuat dengan perawatan yang tepat.
Editor : Ahmad Farisi