Oleh Susi Rukmini*
Beberapa tahun terakhir, gangguan mental menjadi problem yang banyak dialami oleh kalangan remaja menuju dewasa. Remaja sekarang menjadi rentan mengalami ketidakseimbangan keadaan jiwa karena pengaruh lingkungan seperti tekanan sosial, lingkungan keluarga, dampak sosial media, pekerjaan, hubungan asmara dan hal lainnya. Walaupun ada faktor lain yang bisa disebabkan dari dalam diri sendiri seperti kebiasaan, keturunan, perilaku, dan sifat.
Hambatan semacam ini bukanlah hal sederhana yang bisa dibiarkan karena bisa membuat frustasi, depresi dan efek terburuknya percobaan bunuh diri. Meskipun begitu pemahaman masyarakat terhadap gangguan jiwa menjadi salah, sehingga beberapa orang yang mengalami gangguan ini cenderung menutup diri dan tidak berani menyampaikan permasalahan yang terjadi. Padahal gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psikose) merupakan dua hal yang berbeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepribadian neurose tidak jauh dari realita dan masih hidup dalam kehidupan seperti umumnya, masih mengetahui dan merasakan kesukaran. Sementara psikose, dari semua aspek kepribadian seperti tanggapan, perasaan, emosi sudah sangat terganggu dan tidak ada integritas sama sekali sehingga ia hidup jauh dari kehidupan manusia yang semestinya.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan mental yang baik adalah keadaan mental seseorang dalam kondisi sejahtera, artinya seseorang memungkinkan untuk mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya untuk belajar dan melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat berkontribusi terhadap diri dan lingkungannya.
Dengan demikian bisa menjadi dasar untuk mengambil sebuah keputusan, membangun relasi dan menciptakan hubungan yang sehat dengan orang lain. Kesehatan mental bukan hanya sekedar tidak adanya gangguan mental akan tetapi lebih kompleks yang dialami oleh setiap orang dengan tingkatan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Keadaan mental yang sehat biasanya ditunjukkan dengan kestabilan emosi, perasaan tenang serta kemampuan penyesuaian diri dengan keadaan dan lingkungan sekitar. Sebagai seorang yang hidup secara berdampingan dan bersosial, setiap orang mempunyai peran dalam mendukung serta menjaga keseimbangan kesehatan mental.
Secara eksternal kita dapat mengendalikan diri untuk tidak menjadi penyebab gangguan mental bagi orang lain. Memulai untuk belajar bertanggung jawab atas setiap tindakan yang berhubungan dengan orang lain. Tidak menganggap remeh suatu kejadian yang menimpa orang lain hanya karena menurut persepsi kita bukanlah perkara yang penting. Tidak menyepelekan kesedihan orang lain sebab dalam pandangan kita keadaan tersebut tidak pantas ditangisi. Tidak mudah menghakimi atau bahkan sampai mencaci perbedaan yang menjadi pilihan orang lain. Menumbuhkan kesadaran untuk tidak menilai berdasarkan sudut pandang diri sendiri. Sebaliknya justru kita bisa saling mendukung, membantu, mengarahkan, bijak dalam bersikap dan mulai peduli pada sesama.
Dari segi internal kita bisa belajar untuk membiasakan diri berpikir secara luas dan positif. Mengembangkan potensi diri tanpa takut judgment dari orang lain. Memberikan afirmasi yang baik pada diri sendiri dan menghargai setiap bentuk usaha sekecil apapun. Menghindari lingkungan yang toxic. Mencoba untuk tidak beranggapan bahwa diri kita penting bagi orang lain sehingga meminimalisir rasa kecewa atas ekspektasi yang kita ciptakan sendiri. Menigkatkan ibadah sebagai bentuk psikoterapi. Menyesuaikan diri secara resignasi (memasrahkan semua perkara sepenuhnya kepada Tuhan).
Kesehatan mental yang baik akan memberikan dampak yang besar terhadap kualitas generasi kedepannya. Tindakan yang nyata merupakan sebuah upaya untuk membentuk lingkungan yang kondusif sehingga memberikan rasa aman bagi setiap orang. Kita punya andil untuk turut serta membentuk generasi yang kuat dan tahan atas berbagai macam tantangan hidup yang akan terus ada dan berbeda setiap masanya.
*) Magister Ilmu Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta