Oleh: Chairunnisa Aznu
(Mahasiswa Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya di Universitas Negeri Yogyakarta)
Dalam era yang dipenuhi dengan dinamika sosial dan perkembangan teknologi yang pesat, tulisan sastra sering kali menjadi cerminan yang akurat dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Penulis cerpen sering kali menggunakan narasi fiksi untuk menggambarkan berbagai isu sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Kumpulan cerpen Tak Ada Asu di Antara Kita karya Joko Pinurbo merupakan salah satu contoh karya sastra yang mampu menggambarkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi oleh individu dan masyarakat pada zaman ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan beragam cerita yang menghibur dan menggugah, dalam kumpulan cerpen Tak Ada Asu di Antara Kita karya Joko Pinurbo tidak hanya menawarkan hiburan bagi pembaca, tetapi juga menyampaikan kritik sosial yang tajam terhadap berbagai fenomena sosial yang relevan. Melalui karakter-karakter yang kuat dan plot yang mendalam, Joko Pinurbo mengajak pembaca untuk memeriksa kembali realitas sosial yang ada dan mendorong mereka untuk bertindak untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.
Dalam esai ini, kita akan menelusuri realitas sosial dalam kumpulan cerpen Tak Ada Asu di Antara Kita dengan fokus pada tema kritik sosial yang disampaikan oleh Joko Pinurbo. Melalui analisis cerita-cerita yang dipilih dan kutipan-kutipan yang relevan, kita akan mengidentifikasi berbagai aspek kehidupan sosial yang menjadi objek kritik dalam karya tersebut. Selain itu, kita juga akan membahas implikasi dari kritik sosial yang disampaikan oleh Joko Pinurbo terhadap pemahaman kita tentang masyarakat kontemporer dan upaya untuk memperbaiki kondisi sosial yang ada.
Dengan memahami kritik sosial yang tersembunyi di balik narasi cerita, kita akan dapat mengeksplorasi bagaimana sastra dapat menjadi alat yang efektif dalam merangsang kesadaran sosial dan mendorong perubahan positif dalam masyarakat. Selain itu, kita juga akan menilai kekuatan dan kelemahan dalam penyampaian kritik sosial oleh Joko Pinurbo serta menawarkan pemikiran baru tentang bagaimana sastra dapat menjadi sarana yang lebih efektif dalam mengatasi tantangan-tantangan sosial yang dihadapi oleh masyarakat modern.
Dalam cerpen Pak RT mencerminkan kritik terhadap dinamika sosial di lingkungan masyarakat setempat, khususnya dalam konteks kepemimpinan yang mengharuskan warga untuk mengabdikan diri secara tanpa bayaran. Penggambaran Ketua RT sebagai figur yang menghadapi dilema moral dan beban tanggung jawab yang berat menyoroti ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Seperti dalam kutipan:
“Begini saja. Kita bertukar peran. Saya main film, sampean yang jadi Ketua RT. Mau gak?”
Pak RT tahu, saya akan gentar dengan tawaran itu. Menjadi Ketua RT adalah salah satu hal yang sangat saya hindari; mental saya tidak cukup tangguh untuk itu. Menjadi Ketua RT berarti menyerahkan diri sebagai tenaga pro bono, pesuruh negara tapa upah, atas nama pelayanan dan pengabdian kepada negara. (“Pak RT”, hal.8)
Dalam cerpen Perjamuan Petang bersama Keluarga Khong Guan mengkritisi dampak negatif dari penggunaan teknologi, di mana keintiman antaranggota keluarga berkurang akibat ketergantungan pada ponsel. Fenomena ini mencerminkan realitas sosial yang dihadapi oleh banyak keluarga modern di era digital saat ini. Seperti dalam kutipan:
Sejak ponsel menguasai dunia yang fana ini, Nyonya Khong Guan merasakan berkurangnya keintiman antaranggota keluarga. Masing-masing lebih intim dan sibuk dengan ponselnya. (“Perjamuan Petang bersama Keluarga Khong Guan”, hal.20)
Dalam cerpen Ayat Kopi memberikan kritik terhadap praktik politik yang licik dan manipulatif, serta peringatan akan bahayanya bagi individu yang kurang waspada terhadap politik praktis. Dialog antara karakter menyoroti realitas politik yang keras dan penuh muslihat di masyarakat. Seperti dalam kutipan:
“Semoga sampean tidak terjerumus ke dalam kancah politik. Politik itu keras, penuh muslihat. Orang lugu seperti sampean akan celaka,” ujarnya sambil melahap pisang goreng. (“Ayat Kopi”, hal.31)
Dalam cerpen Kursi Ongkang menyoroti ketidakadilan dalam sistem pendidikan di mana seorang anak harus menghadapi malu dan tekanan psikologis karena keterbatasan finansial keluarganya. Ini mencerminkan kritik terhadap ketidakmerataan akses terhadap pendidikan yang masih menjadi masalah serius di masyarakat. Seperti dalam kutipan:
la rela menanggung malu di depan guru dan teman-temannya karena menunggak pembayaran uang sekolah. Pada suatu hari yang sangat asu, Jinggo benar-benar kepepet. la harus segera melunasi uang sekolah agar dapat mengikuti ujian. Ibunya bingung mesti cari uang ke mana. Semua jalur untuk mendapatkan uang sudah tertutup. (“Kursi Ongkang”, hal.44)
Dalam cerpen Korban Hoaks mengkritisi fenomena hoaks dan disinformasi yang merajalela di masyarakat, serta dampaknya terhadap pembentukan opini publik dan keselamatan sosial. Penyampaian kritik ini menyoroti pentingnya kritis dan hati-hati dalam menyikapi informasi yang tersebar di era digital. Seperti dalam kutipan:
“Pencitraan palsu seperti itu bisa melahirkan hipokrisi sosial, Pak. Membuat orang merasa nyaman dan aman sehingga enak saja ngibul sana tipu sini dan orang-orang menganggapnya wajar. Bayangkan, tukang palak dan tukang tilep dielu-elukan sebagai panutan umat. Tukang fitnah dibela dan dianggap sebagai pejuang kebenaran.” (“Korban Hoaks”, hal.82)
Dalam cerpen Kursi Sukir mengungkapkan kritik terhadap pendekatan pendidikan yang kurang efektif dalam memberikan pemahaman tentang tanggung jawab kewarganegaraan kepada generasi muda. Hal ini menggambarkan kekurangan dalam sistem pendidikan dalam mempersiapkan generasi masa depan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan politik. Seperti dalam kutipan:
Anaknya ia bekali dengan buku GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) untuk dibuka-buka selama ia pergi bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Si ibu minta anaknya membaca buku tersebut supaya ia mengerti betapa repot dan rumitnya menjadi warga negara. (“Kursi Sukir”, hal.91)
Kumpulan cerpen Tak Ada Asu di Antara Kita karya Joko Pinurbo berhasil menyajikan gambaran yang menyeluruh tentang berbagai aspek kehidupan sosial dan permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat modern. Melalui karakter-karakter dan plot yang kuat, Joko Pinurbo mampu menggambarkan beragam masalah yang dihadapi oleh masyarakat, mulai dari kepemimpinan lokal yang tidak selalu adil, dampak negatif teknologi terhadap hubungan antarpersonal, hingga ketidakadilan dalam akses terhadap pendidikan dan informasi.
Meskipun kritik sosial yang disampaikan sangat relevan dengan kondisi sosial saat ini, terdapat kekurangan dalam penyampaian solusi atau alternatif untuk mengatasi masalah-masalah yang diidentifikasi. Kumpulan cerpen ini mungkin dapat lebih bermanfaat jika memberikan lebih banyak ruang untuk eksplorasi solusi atau upaya untuk perubahan sosial yang lebih konstruktif.
Dalam konteks teori kritik sosial, kumpulan cerpen ini berhasil menghadirkan gambaran yang autentik dan menggugah tentang kondisi sosial masyarakat. Namun, untuk meningkatkan dampak kritik sosialnya, penulis dapat menggali lebih dalam lagi tentang akar masalah dan menawarkan solusi yang lebih konkret. Dengan demikian, kumpulan cerpen ini memiliki potensi untuk menjadi alat yang lebih efektif dalam membangkitkan kesadaran dan mendorong perubahan sosial yang positif.
Dengan demikian, melalui pemahaman dan refleksi terhadap realitas sosial yang diungkapkan dalam kumpulan cerpen ini, kita dihadapkan pada tantangan untuk tidak hanya mengidentifikasi masalah-masalah yang ada, tetapi juga aktif mencari solusi-solusi yang konstruktif. Sastra dapat menjadi sarana yang kuat dalam memperkuat kesadaran sosial dan menginspirasi tindakan nyata untuk perubahan yang lebih baik dalam masyarakat kita. Oleh karena itu, karya-karya sastra seperti Tak Ada Asu di Antara Kita mengingatkan kita akan pentingnya terus menerus mempertimbangkan dan mengkritisi realitas sosial kita, serta berkomitmen untuk berperan aktif dalam membentuk masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan.