Oleh Abd. Kadir
(Mantan guru SMA Yayasan Abdullah Sumenep)
Bulan Juni kemarin, saya dihubungi teman yang mengajar di SMA Yayasan Abdullah (Yas’a). Beliau ternyata guru yang diberi tanggung jawab untuk mengembangkan literasi di SMA Yas’a. Beberapa bulan sebelumnya, memang saya diundang oleh beliau untuk mengisi seputar literasi dan kepenulisan di SMA Yas’a. dalam pertemuan itu, teman saya ini memang punya keinginan kuat untuk menerbitkan Kembali majalah sekolah. Ide ini pun diamini oleh Kepala SMA Yas’a, K. Hantok.
Gayung bersambut, saya begitu bersyukur meskipun sedikit merasa syok ketika dikirimi sneak peek (tampilan singkat) majalah “Deblis” (Debat Tulis) siswa SMA Yas’a oleh sahabat saya, yang mengelola penerbitan majalah sekaligus pembina KTI di SMA Yas’a ini. Bagaimana tidak, bahwa setelah sekian lama saya meninggalkan SMA Yas’a, kehidupan majalah yang dulu pernah ada dan berkembang di SMA Yas’a mulai kehilangan ghirah-nya. Ingatan saya tiba-tiba menjelajah pada masa silam sekitar tahun 2000-2005-an ketika saya masih “asyik” dalam hiruk-pikuk literasi dengan siswa di SMA Yas’a. Lintasan peristiwa masa lalu bersama siswa dalam berjibaku dengan dunia tulis-menulis kembali memenuhi rongga ingatan saya.
Dulu, sekitar tahun 2002-an berkembang dua majalah di SMA Yas’a: ada majalah “Al-Anwar” dan “Deblis”. Keduanya sama-sama terbit dan memberikan warna tersendiri sebagai wadah kreativitas menulis siswa pada masa itu. Alhamdulillah, dari wadah ini lahir banyak penulis yang bisa mengangkat nama sekolah di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan tingkat nasional dalam konteks kepenulisan—yang mungkin sampai saat ini pun nama-nama mereka masih tetap eksis di blantika kepenulisan.
Dalam beberapa event lomba karya tulis ilmiah (LKTI) siswa, para siswa SMA Yas’a selalu diperhitungkan karena selalu masuk dalam kategori 5 besar. Banyak penghargaan yang diraih para siswa ini sehingga SMA Yas’a menjadi sekolah yang dilirik sebagai pesaing berat dalam berbagai event LKTI siswa. Bahkan, para siswa pun termotivasi untuk menulis buku antologi: ada puisi, cerpen, dan esai. Nah, wadah untuk melatih kreativitas menulis mereka adalah Majalah “Al-Anwar” dan “Deblis” ini.
Satu hal yang selalu saya ingat ketika siswa masuk dalam kategori 5 besar LKTI, dan diundang panitia untuk presentasi, khususnya di tingkat Provinsi Jawa Timur, mereka dijamu dan diperlakukan dengan sangat terhormat. Mereka disediakan hotel untuk menginap dan dijemput oleh panitia ketika menuju aula tempat presentasi untuk menentukan juara 1 sampai 5. Bahkan mereka mendapatkan apresiasi finansial dan membawa pulang piala ketika menjadi juara 1-3. Sungguh kebahagiaan yang tak terbayangkan sebelumnya. Fenomena inilah yang selalu dijadikan motivasi oleh para siswa yang ikut LKTI untuk menumbuhkan semangat bagi siswa yang lain sehingga mulai banyak siswa yang terus berusaha untuk belajar menulis.
Untuk itu, dalam konteks kebangkitan baru literasi siswa, kehadiran “Deblis” ini diharapkan menjadi spirit yang akan membangun kehidupan literasi yang ajek di sekolah. Kreativitas siswa sangatlah diharapkan bisa terbangun melalui wadah “Deblis” dengan aura baru ini.
Mengapa saya katakana aura baru? Karena sneak peek yang dikirim ke saya sangatlah berbeda dengan “Deblis” yang dulu diterbitkan oleh siswa. Kalau dulu pengerjaannya sangat sederhana dengan layout yang apa adanya, kini tampilannya cukup bertenaga. Tampilannya cukup elegan, sehingga akan bisa memberikan energi positif bagi pembaca untuk melahap bacaan di dalamnya.
Untuk itu, kepada teman saya ini, termasuk kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penerbitannya, saya mengucapkan selamat atas terbitnya “Deblis” dalam wajah baru! Saya berharap penerbitan ini menjadi awal bangkitnya literasi di SMA Yas’a. Satu hal lagi yang harus diingat bahwa konsistensi penerbitan adalah sebuah keniscayaan. Saya “angkat topi” kepada semua pihak yang telah berjuang menghidupkan kembali budaya literasi di sekolah dengan konsistensi yang ajek. Saya juga berharap realitas ini menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah yang lain untuk tetap menghidupkan budaya literasi di kalangan siswa. Tabik!