Desakralisasi Gelar Profesor

Redaksi Nolesa

Minggu, 21 Juli 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh AHMAD FARISI*


Baru-baru ini (18/7) Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid membuat keputusan yang menghebohkan dunia akademik.

Betapa tidak, dengan tegas ia mengeluarkan Surat Edaran 2748/Rek/10/SP/VII/2024 yang memerintahkan agar ”gelar profesor” tak lagi disematkan dalam kegiatan surat-menyurat dan yang lain semacamnya. Alias cukup ditulis nama aslinya saja tanpa atribut gelar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dalam rangka menguatkan atmosfir kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi, bersama ini disampaikan bahwa seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara itu dengan penanda tangan Rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap “Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.” agar dituliskan tanpa gelar menjadi “Fathul Wahid”,” tegas Falhul Wahib pada SE tersebut.

Baca Juga :  Tentang Kesombongan

Dalam sekejap, keputusan Rektor UII itu menuai banyak pujian dari para insan akademis di berbagai perguruan tinggi. Banyak yang menilai langkah Rektor UII itu sebagai langkah yang positif.

Menurut Fathul Wahid, keputusan itu memang sengaja dilakukannya untuk ”mendesakralisasi gelar profesor” yang selama ini dianggap sebagai gelar sakral: menaikan status dan privilege.

Yang harus diakui, kesakralan gelar profesor itu telah membuat banyak orang tergoda untuk berburu gelar profesor secara tidak sehat.

Padahal, menurut Fathul Wahid, gelar profesor bukanlah gelar sembarangan yang bisa dibuat mainan. Melainkan terdapat tanggungjawab dan amanah besar yang harus dikerjakan. Bukan hanya sebagai status sosial yang dibuat untuk gaya-gayaan semata.

Baca Juga :  Pertumbuhan Demokrasi dan Kritisisme Publik 

Selama ini, aktivitas perburuan gelar profesor secara tidak sehat ini memang sedang marak. Beberapa pihak, dari dosen, politisi dan beberapa petinggi di negeri ini terindikasi melakukannya.

Padahal, banyak dari mereka yang tidak memenuhi standar untuk mendapatkan gelar profesor atau diangkat sebagai guru besar/gubes. Seperti standar menulis di jurnal internasional bereputasi dan syarat mengajar minimal sepuluh tahun.

Karen itu, tak ayal bila beberapa di antara mereka yang kebelet jadi profesor terbukti melakukan sejumlah pelanggaran dalam prosesnya mendapat gelar profesor. Seperti menulis di jurnal predator yang keabsahannya dipertanyakan.

Sementara beberapa di antaranya juga terbukti menggunakan jasa ordal (orang dalam) di lingkungan Kemendikbudristek untuk meloloskan mereka-mereka yang kebelet jadi profesor namun tak memenuhi syarat.

Baca Juga :  Tuhan, Alam, dan Manusia: Potret Pendidikan Anak Kampung

Menurut laporan investigasi Majalah Tempo (7 Juli 2024) yang berjudul “Skandal Guru Besar Abal-abal”, menemukan ada belasan dosen di Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin yang diduga merekayasa syarat permohonan agar mendapat gelar profesor.

Oleh sebab itu, di tengah maraknya perburuan gelar profesor yang dilakukan secara tidak sehat oleh banyak pihak, kita mengapresiasi langkah Rektor UII ini.

Kita berharap, gerakan desakralisasi gelar profesor ini mampu membuat semua kita tersadar bahwa, gelar profesor bukanlah gelar untuk gaya-gayaan belaka. Ada tanggung jawab moral dan pengabdian di dalamnya.


*) Pengamat Politik

Berita Terkait

Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?
Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi
Holupis Kuntul Baris: Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Semangat Gotong-Royong
Roebling, Tak Sempurna; Namun Mampu Mewujudkan Cita-citanya
Menyikapi Ancaman Terorisme
Calon Tunggal, Kegagalan, dan Pragmatisme Partai Politik
Kiai Fikri Tidak Gagal dan Juga Tidak Pernah Membelot!
Menyoal Fenomena Calon Tunggal dalam Pilkada

Berita Terkait

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 10:46 WIB

Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?

Jumat, 23 Agustus 2024 - 08:30 WIB

Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 13:55 WIB

Holupis Kuntul Baris: Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Semangat Gotong-Royong

Jumat, 16 Agustus 2024 - 10:00 WIB

Roebling, Tak Sempurna; Namun Mampu Mewujudkan Cita-citanya

Minggu, 11 Agustus 2024 - 05:45 WIB

Menyikapi Ancaman Terorisme

Berita Terbaru