Oleh Sujono
(Penulis lepas tinggal di Perum Satelit Sumenep)
Rasulullah SAW. Seperti biasa, ketika salah satu Sahabatnya meninggal dunia, Rasulullah SAW ikut mengantar jenazahnya sampai ke kuburan.
Setelah usai penguburan, Rasulullah SAW, biasanya mampir di rumah duka untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan agar tetap sabar dan tawakkal.
Suatu hari, Rasulullah SAW, singgah di rumah Sahabatnya yang baru saja dikuburkan, lalu bertanya; tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?
Sang belahan jiwa (istri almarhum) berkata; Saya mendengar dia mengatakan sesuatu di antara sesak nafasnya yang tersendat-sendat menjelang ajal.
Apa yang dikatakannya? tanya Nabi Muhammad SWA, dengan penuh lembut.
Saya tidak tahu, ya Rasul Allah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan ataukah karena pedih menahan dahsyatnya Sakratul Maut? Ucapannya sangat sulit dipahami karena terpotong-potong. Jawab istrinya seraya menahan tangis.
Bagaimana bunyinya? tanya Baginda Rasulullah SAW, mendesak.
Sang belahan jiwa (istrinya) menjawab; Suami saya hanya mengatakan; Andaikata lebih jauh lagi, andaikata… andaikata, cuma itu yang bisa kami tangkap, ya Rasulullah SAW.
Mendengar ungkapan istrinya itu, Rasulullah SAW, hanya tersenyum dan berkata; Sungguh, yang diucapkan suamimu itu tidak keliru.
Lalu Rasulullah SAA, berkisah tentang Sahabatnya itu; Pada suatu hari, ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at. Di tengah jalan, ia berjumpa dengan orang buta yang juga hendak ke masjid. Si buta itu berjalan tertatih-tatih karena tidak ada yang menuntun atau memandu.
Maka, suamimu lah yang menuntunnya hingga tiba di masjid. Nah, tatkala suamimu sedang Sakaratul Maut, ia “menyaksikan” pahala amal shaleh nya itu, lalu ia pun berkata; Andaikan lebih jauh lagi. Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih jauh lagi, pasti pahalanya lebih besar pula tentunya.
Mendengar kisah Nabi SAW, tentang suaminya, sang belahan jiwa tersenyum bahagia dan matanya berbinar. Tersirat, sang istri itu berada di puncak kebahagiaan. Begitu kisah ini diadaptasi dari lembaran yang bertajuk; Risalah Hikmah Rasulullah Saw & Sahabat.
Kawan…!
Tak ada yang abadi dari permainan dunia sebagaimana hidup ini juga tidak abadi. Kesenangan adalah impian yang ku simpan untuk ku minta pada Tuhan ketika tubuh ini sudah menjadi tulang belulang. Banyak sudah manusia yang mati. Dan kita hanya menunggu kematian dipergilirkan.
Jika amal shaleh kita tak dapat diharap sama sekali, semoga tangisan kita yang menghiba ampunan-Nya, dapat menjadi sebab turunnya rahmat Allah berupa surga-Nya.
Dan penutup atas segala perkara di dunia ini adalah kematian. Ini dapat menjadi pembebas dari segala kesulitan untuk menuju nikmat kubur dan nikmat akhirat.
Kepada Allah Ta’ala kita memohon agar kematian kita kelak, adalah pembebasan dari segala kepayahan di dunia. Amin…
Sebagai kutipan…
Izinkan saya menorehkan satu catatan Socrates yang lahir pada tahun 470 SM (Sebelum Masehi). Kata Socrates; Hidup yang tidak di uji, sepertinya tidak layak untuk dihidupi.
Bukankah ujian itu adalah ciri manusia disayang Allah?