Oleh Sujono
(Penulis lepas tinggal di Perum Satelit Sumenep)
“Sempurna atau tidak ada dalam pikiran kita. Impian pun tetap akan nyata meski bukan dengan cara yang biasa”
Belajar dari keteguhan Washington Roebling yang berhasil mewujudkan cita-citanya dan ayahnya. Cita-cita besar untuk membangun sebuah jembatan yang mampu menghubungkan satu kota dengan kota lainnya yang terpisah oleh sungai besar atau selat, bahkan mampu menghubungkan dua benua.
Di abad ke-18 tersebut, pada umumnya orang hanya mengenal jembatan batu yang menghubungkan sisi sungai yang satu dengan sisi di seberangnya. Jaraknya pun tertentu dan sangat pendek.
Roebling, berhasil mewujudkan cita-citanya meski ia terserang penyakit Caisson. Ia menderita kerusakan otak permanen, tak bisa bicara, hampir tuli dan kelumpuhan total. Ia hanya bisa menggerakkan jari telunjuk kanan.
Namun, semua kondisi yang hampir mustahil itu tak membuatnya surut semangat. Lantas, apa yang dilakukan oleh Washington Roebling?
Selama sepuluh tahun ia mengetukkan jari telunjuk tangan kanannya di atas lengan istrinya untuk menginstruksikan para insinyur tentang apa yang harus mereka kerjakan.
Pada bulan Mei 1883, jembatan yang dicita-citakannya, Jembatan Brooklyn, berhasil membentang di atas East River dan menghubungkan kota Manhattan dengan Brooklyn, New York. Menakjubkan!
Yakinlah, bahwa keajaiban bukanlah selamanya menjadi impian. Keajaiban adalah milik Allah Penggenggam seluruh semesta.
Sesungguhnya, keindahan hidup sebagai orang yang beriman kepada-Nya, adalah ketika kita bisa memberi manfaat kepada sesama.
Wallahu a’lam…