E-koran Times Indonesia edisi Minggu (9/2/2020), dalam headline-nya mengangkat topik Nikmatnya Kuliner Legendaris Khas Cirebon. Pada paragraf awal reportase itu, ditulis “Cirebon bisa dibilang surganya pecinta kuliner. Di Kota Wali ini terdapat makanan khas dan legendaris yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Belum lengkap ke Cirebon kalau belum menikmati hidangan-hidangan bercita rasa tinggi di Kota Udang ini.”
Cirebon memang kaya khazanah kuliner. Masyarakatnya kreatif memformulasi bahan-bahan pangan lokal menjadi kuliner yang bercita rasa lezat. Salah satu kekayaan kuliner Cirebon yang ikonik dan menjadi kebanggaan masyarakat Cirebon adalah nasi lengko atau masyarakat Cirebon menyebutnya sega lengko.
Kebanggaan itu, antara lain, tecermin saat Pemkot Cirebon menghelat pemecahan rekor makan nasi lengko terbanyak. Sebagaimana berita yang dirilis Travel.tempo.co edisi Minggu (16/9/2018), sebanyak 3.000 lebih warga Kota Cirebon, Jawa Barat, secara bersama-sama memakan nasi lengko dalam rangka pemecahan Original Record Indonesia (ORI), pada Sabtu, (15/9/2018) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Sekretaris Daerah Kota Cirebon, Asep Dedi, pemecahan rekor makan nasi lengko terbanyak tersebut, dilakukan di sepanjang Jalan Siliwangi, Kota Cirebon. Kegiatan pemecahan rekor dimaksudkan untuk mengenalkan nasi lengko kepada khalayak lebih luas.
Sega lengko atau nasi lengko memang kuliner khas Cirebon yang istimewa. Meski komposisinya amat sederhana, namun nasi lengko mengandung nilai gizi yang tinggi, selain juga terbukti bercita rasa lezat. Sebagai hidangan istimewa, nasi lengko masuk dalam daftar 80 Warisan Kuliner Nusantara versi Bango.
Dalam buku yang berjudul sama yang diterbitkan dalam rangka 80 tahun kecap cap Bango (cet. ke-2: 2009) disebutkan, nasi lengko boleh dibilang hidangan yang sangat sederhana, baik dilihat dari lauk yang disajikan bersama nasi, maupun dari cara pembuatan. Nasinya sendiri adalah nasi putih yang tidak diolah macam-macam.
Nasi lengko disuguhkan bersama irisan ketimun, taoge yang sudah diseduh, dan potongan tahu tempe. Kemudian di atasnya disiramkan saus kacang dan kecap manis. Sebagai toping, ditaburkan kucai dan bawang merah goreng. Saus kacangnya tidak dimasak/direbus, hanya diseduh air panas. Karena masyarakat Indonesia, tak terkecuali masyarakat Cirebon menyukai kerupuk, maka nasi lengko juga sering disajikan dengan tambahan kerupuk.
Meski sejatinya hidangan ini dinikmati tanpa protein hewani, namun belakangan dilengkapi dengan berbagai lauk hewani, seperti telur dadar, gimbal udang, dan sebagainya. Bahkan, ada yang dilengkapi dengan sate kambing. Sebuah kedai nasi lengko di Kota Cirebon bahkan ada yang melengkapi nasi lengkonya dengan aneka lauk seperti sambal goreng krecek, dendeng basah, tumis sumsum, sambal goreng daging campur, cumi, sayur ikan cucur, dan pelengkap sedap lainnya.
Hidangan khas Cirebon ini juga bisa dijumpai di daerah pantura lainnya seperti Indramayu, Brebes, dan Tegal. Setiap daerah menyuguhkan nasi lengko dengan kekhasan masing-masing. Misalnya, nasi lengko paling populer di Cirebon, yaitu Nasi Lengko Pagongan H. Barno yang beralamat di Jalan Suryanegara No. 15, Pagongan, Cirebon.
Di rumah makan ini masih percaya bahwa proses memasak dengan cara tradisional akan membuat sajian nasi lengko menjadi lebih lezat. Menggoreng tahu dan tempe plus kacang untuk bumbunya masih menggunakan tungku arang atau anglo. Untuk tempenya, khusus didatangkan dari Wanasaba, daerah Cirebon, yang konon lebih enak. Ciri khas lain rumah makan ini, nasi lengko terhidang dengan sate kambing. Bahkan, kepulan asap sate kambing di depannya bisa menjadi penanda rumah makan ini.
Contoh lainnya, yang di luar Cirebon, nasi lengko Warma Pi’an di Tegal yang beralamat di Jalan KH. Zaenal Arifin, Panggung, Tegal Timur, Kota Tegal. Nasi lengko yang disuguhkan di warung ini adalah nasi lengko ala Tegal. Tetapi, secara komposisi tidak terlalu jauh berbeda dengan nasi lengko khas Cirebon. Remahan kerupuk mi menjadi pembeda nasi lengko Warma Pi’an, disamping nasi lengko di warung ini tanpa taburan kucai.
Warung ini eksis sejak 1926, dirintis oleh sepasang suami-istri, Nurrahaman dan Danyi. Pada 1950-an dilanjutkan anak tunggalnya yang bernama Rapi’an, sehingga warung ini populer dengan nama warung makan (Warma) Pi’an. Sepeninggal Rapi’an pada 2015, kemudi warung dilanjutkan anaknya, kakak beradik bernama Budi Raharjo dan Budi Santoso, hingga kini.
Adapun soal nama nasi lengko, lengko berasal dari kata langka, yang berarti jarang. Maksud kata langka atau jarang di sini adalah lauknya sedikit atau jarang, sehingga pelengkap yang digunakan dalam nasi lengko sangat sederhana meliputi: nasi putih, tahu, tempe, taoge, daun kucai, mentimun, bawang goreng, saus kacang, dan kecap manis.
Tak ada pelengkap protein hewani di dalam nasi lengko, karena menurut riwayat, nasi lengko merupakan kuliner rakyat alias masyarakat bawah. Di tengah keterbatasan bahan pangan akibat kondisi ekonomi yang sulit pascakemerdekaan, nasi lengko adalah kreasi masyarakat Cirebon agar tetap dapat menikmati hidangan lezat sekaligus bergizi tinggi. Namun, sumber lain, yang sepertinya lebih shahih, menyebutkan bahwa nasi lengko telah eksis sejak era kolonialisme Belanda. Hal itu bisa dirunut dari beberapa warung nasi lengko yang telah berusia sekira 100 tahun.
Boleh dibilang, nasi lengko adalah manifestasi kreativitas masyarakat Cirebon tempo dulu dalam mengolah bahan pangan lokal menjadi hidangan bercita rasa tinggi. Maka, sudah sepantasnya, bila nasi lengko ini dipahami dan disikapi sebagai warisan kuliner yang harus dijaga dan dilestarikan.