Oleh : Dwi Pratiwi
(Kepala Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
Latar Belakang
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sastra bukanlah ruang hampa dan bukan hadir tanpa makna. Setelah dia selesai dengan tugasnya, yaitu sebagai hiburan, pendidikan, estetis, moralitas, dan religius, pengembaraan sastra selanjutnya ialah mencari ruang. Sastra tidak mungkin dilepas ke ruang hampa dan dibiarkan mengembara tanpa muara, meskipun pada hakikatnya setelah tercipta, sastra berhak dimaknai apa pun dan hidup di mana pun.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kuwajiban dari berbagai aspek dalam dunia persastraan ini. Pembinaan kebahasaan dan kesastraan para generasi muda adalah sebuah alternatif untuk menciptakan ruang gerak.
Untuk menggali lebih jauh terkait dengan posisi sastra, khususnya sastra Indonesia di Daerah Istimewa Yogyakarta ini, kita dapat berangkat dari asumsi bahwa nasib karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia oleh para sastrawan di Daerah Istimewa Yogyakarta sedikit memerlukan perhatian. Selain itu, ada pula asumsi bahwa Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra baik Indonesia mapun daerah “terkesan” membiarkan.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra ini memiliki posisi yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Bagaimana pula langkah untuk menjadikan masyarakatnya memiliki posisi kuat di tengah-tengah masyarakat.
Harapan dan Peluang
Sebagai instansi yang mengemban visi terwujudnya insan berkarakter dan jatidiri bangsa melalui bahasa dan sastra, Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai misi 1) meningkatkan mutu kebahasaan dan kesastraan (Indonesia dan daerah) serta pemakaian dan apresiasinya; 2) meningkatkan keterlibatan peran bahasa dan sastra (Indonesia dan daerah) dalam membangun ekosistem pendidikan dan kebudayaan; serta 3) meningkatkan keterlibatan para pemangku kepentingan dalam upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Paradigma atau kerangka berpikir yang dipergunakan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkaitan dengan pembangunan kesastraan antara lain, 1) sastra sebagai peneguh jatidiri, 2) sastra sebagai penumbuh solidaritas kemanusiaan, 3) sastra sebagai sarana pengungkapan wawasan ke-Indonesiaan dan daerah, 4) sastra sebagai sarana aktualisasi nilai kehidupan, 5) sastra sebagai penumbuh sikap dan penghalusan perasaan dan budi pekerti, dan 6) sastra sebagai sarana pengungkapan budaya dan kearifan lokal.
Peluang
Untuk menindaklanjuti beberapa pernyataan tersebut, peluang yang dapat dimanfaatkan, antara lain, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan Pembinaan Literasi generasi muda melalui kegiatan Bengkel Sastra Bahasa dan Sastra Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis peserta dalam hubungannya dengan (a) penggalian ide dan pengembangannya; (b) penciptaan karya tulis sebagai satu kesatuan informasi yang objektif, runtut, lengkap, dan logis; (c) penguasaan dan pemakaian bahasa Indonesia/ragam tulis; dan (d) penyadaran budaya baca tulis sebagai satu tuntutan era global. Dalam pelaksanaannya, Bengkel Sastra ini melbatkan para generasi muda. Mereka dibekali pengetahuan bagaimana menggali ide yang bernas, bagaimana cara menuangkannya dalam sebuah tulisan, dan berakhir dengan antologi dan pementasan. Pelaksanaan kegiatan Bengkel Sastra melibatkan para sastrawan daerah dengan harapan dapat memotivasi para peserta dengan pengalaman-pengalamannya. Ada dua kelas Bengkel ini, yaitu kelas esai dan kelas cerpen.
Selain itu Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa melakukan kegiatan yang berbasis sastra, yaitu kegiatan Peningkatan Apresiasi Sastra melalui Musikalisasi Puisi. Musikalisasi Puisi ini dilaksanakan Balai Bahasa DIY bertujuan untuk memupuk cinta generasi muda terhadap sastra dan apresiasinya. Setiap tahun Balai Bahasamenyelenggarakan kegiatan Musikalisasi Puisi ini dan pemenang pertama diikutkan dalam ajang lomba pada tingkat nasional.
Pendampingan terhadap komunitas (sastra, TBM) pun telah dilakukan oleh Balai Bahasa. Tahun 2021dan 2022 telah terselenggara kegiatan pendampingan untuk 28 komunitas dari 67 komunitas yang terdata (yang di dalamnya ada beberapa komunitas yang melakukan kegiatan bersastra). Tahun 2023 akan dihidupkan lagi Sanggar Sastra Indonesia dan Sanggar Bahasa Indonesia.
Peluang yang lebih dapat digali lagi adalah pelibatan para pemangku kepentingan terkait melalui kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian kerja sama. Pada prinsipnya, kami tidak dapat bekerja sendiri, tidak bisa besar sendiri. Untuk itu, kami harus membangun jejaring untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan dan pihak-pihak terkait lainnya. Kita harus membuat terobosan dan program yang WAO, yang dapat bermanfaat untuk orang banyak. Kolaborasi dengan media massa menjadi penting sebagai salah satu wahana untuk menyosialisasikan karya.
Simpulan
Sastra tidak akan berada di ruang hampa jika dia hidup sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Bahwa sastra dapat dijadikan sebagai ruang katarsis, pembentukan karakter dan jatidiri itulah yang diharapkan. Yang dapat menghargai dan menikmati karya para sastrawan adalah generasi pemiliknya yang hidup masa kini dan masa yang akan datang, siapakan mereka, mereka adalah kita semua.(*)
*Dipresentasikan dalam acara Dialog Sastra bertajuk “Halo, Apa Kabar Sastra (Berbahasa) Indonesia di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Kamis, 11 Agustus 2022 di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta. Tulisan ini dimuat atas seizin penulis melalui Latief S. Nugraha.