Senja yang Tak Pulang
Senja datang membawa pesan,
Tentang rindu yang tak bersuara.
Cahaya jingga merayap perlahan,
Menyentuh dedaunan yang menua.
Langkah-langkah kecil di atas pasir,
Terhapus ombak tanpa sisa.
Seperti janji yang tak terukir,
Hilang di antara detak waktu yang tergesa.
Aku menatap langit yang sama,
Menunggu angin membawakan kabar.
Namun senja hanya diam saja,
Menggantung sepi di ufuk barat.
Jika waktu bisa kuputar,
Akan ku peluk semua kenangan.
Tapi waktu tetap berjalan,
Meninggalkan jejak yang tak bisa kembali.
Hujan di Jendela
Di balik jendela yang terbuka,
Hujan turun seperti lagu lama.
Setiap tetesnya melukiskan cerita,
Tentang luka yang tak jua reda.
Ranting-ranting bergetar lirih,
Mendengar rintik yang tak henti.
Seperti hati yang pernah bersedih,
Menangisi janji yang mati.
Dulu, kita pernah duduk di sini,
Menikmati hujan tanpa kata.
Sekarang hanya bayangmu yang pergi,
Meninggalkan kenangan di sudut mata.
Aku ingin menutup jendela ini,
Tapi angin berbisik untuk membiarkannya.
Karena mungkin, di balik rinainya,
Kau akan datang bersama doa yang kutitipkan.
Di Bawah Langit
Langit selalu biru di matamu,
Walau mendung sering datang tanpa ragu.
Katamu, hujan adalah cara Tuhan
Menyampaikan rindu tanpa suara.
Kita berjalan di jalan berbeda,
Tapi masih menatap langit yang sama.
Aku bertanya pada angin,
Masihkah namaku ada di doamu?
Bintang pun enggan menjawab,
Bulan hanya tersenyum sendu.
Sementara hatiku terus bertanya,
Adakah jalan untuk kembali padamu?
Jika waktu bisa diajak bicara,
Akan kupinta satu hal saja:
Biarkan aku menunggu di sini,
Di bawah langit yang menyimpan rindu.
Jejak Kaki di Tanah Terlupa
Kaki ini pernah menapaki tanah basah,
Di antara ilalang yang tumbuh lebat.
Sebuah desa kecil di ujung senja,
Tempat mimpi-mimpi tertanam erat.
Ayah berkata, “Jangan lupa dari mana kau berasal,”
Sementara ibu diam-diam berdoa.
Mereka tak meminta banyak hal,
Hanya ingin aku tak lupa rumah.
Tapi kota terlalu bising untuk hati kecil ini,
Asapnya menutupi langit yang dulu jernih.
Aku berjalan, mencari jalan pulang,
Tapi jejak kaki telah dihapus hujan.
Kini aku kembali ke tanah yang terlupa,
Menyentuh bumi yang dulu kuabaikan.
Di sini, di antara pepohonan tua,
Kutemukan rindu yang tak pernah mati.
Biodata Penulis : Moh. Hafid Sukri adalah seorang penulis asal Sumenep yang gemar menulis puisi dan prosa. Karyanya banyak terinspirasi dari kehidupan sehari-hari, cinta, dan perjuangan. Selain menulis, ia juga aktif dalam dunia literasi dan berbagi karyanya di berbagai platform digital.