Dentuman
Ketika semua yang kau langitkan jatuh disekelilingmu. Benda-benda berkhianat. Kau hancur dari ledakan hari-hari yang berlari. Kau berusaha mengumpulkan abumu sendiri, tiba-tiba takdir bersikeras menghantam langkah yang kau susun dari cermin di sekitar kau. Tak ada yang pantas di gelar, selain menghilang dari dunia dan kembali menyusun kepingan diri pada malam yang hampir samar dengan mimpi kau.
Persi, 2023
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ibu
Tiada
Rumah
Paling
Ramah
Selain
Dekapmu
Persi, 2023
Kesalahan
Mungkin sudah takdir tuhan
Atau memang nasib tubuh
Angin segar yang kuharap
Mengusap kepalaku terbakar
Dengan tangannya yang mampu
Menidurkan segala kenang dalam peluknya
Kini benar-benar hilang tanpa jejak
Ketika langkah kususun rapi
Bahkan bahasa yang kehilangan kata
Telah kucoba hidupkan
Dengan huruf-huruf perjalanan
Namun, semuanya serupa debu
Terbang terbawah angin
Jauh, jauh sekali
Hingga ia terlempar ke dunia lain
Persi, 2023
Manusia Waras
Aku bingung pada manusia
Ia mencari kebahagiaan
Sedangkan ketika di hampiri kebahagiaan
Ia lari sejauh mungkin
Ia takut pada kesedihan
Sedang ketika di hampiri kesedihan
Ia malah merimanya dengan tanpa tanda tanya
Bahkan menyuguhkan secangkir kopi
Persi, 2023
Matoron Sampan
(tradisi gotong royong menurunkan perahu ke pantai)
Tak ada selain ingin menghidupi rumah
Dengan kayu yang telah di pahat menjelma harapan
Dari tangan-tangan serupa
Memikul takdir pada luas biru-nya
Bahtera berdiri gagah di atas bebatuan
Batu yang menjadi saksi bisu keringat
Mengalir dari pelipis anti panas
Hingga tercium aroma dapur istri
Dengan layar membujuk rayu mata angin
Mengantarkan pada kebebasan ikan-ikan jumpalitan
Tiada rumah paling ramah
Selain saling menitip nasib pada kebersamaan
Sesekali menebar riang tawa
Di setiap sudut-sudut tanean lanjhang
Bukan seperti alat-alat berat
Yang semakin menghilangkan kemanusiaan
Mereka berkumpul, merangkul
Menunaikan pelayaran nuh
Hingga, segalanya adalah harapan dan kepastian
Yang tak pernah mengenal kelam
Di sepanjang pembaringan mimpi-mimpi
Persi, 2023
Yang Berlari di Belakang
Sesuatu menggeliat dalam dada kau. Ledakan tiba-tiba belajar merangkak tanpa melihat ke arah sebaliknya. Tuhan mencipta badai ketika mata sedang tidak menjadi dirinya.
Kata sifat di dada kau adalah keras kepala yang tidak mudah mempersilahkan. Dalam kepala kau kaki-kaki lain menggertak. Berjalan di gang sempit yang di pinggir beberapa tong sampah berisi kemungkinan. Kaki kiri kau semakin membangun jarak dengan kaki kanan kau.
Sesuatu yang sering kau jumpai di beranda rumah kau yang lain, tiba-tiba mencekik leher kau dan sesak nafas dan jadi kepingan dan tiada. Sesuatu yang diciptakan tubuh ada masanya jadi kenangan dan berakhir ke bawah.
Hari-hari bersikeras membunuh kau. Hari lalu yang mengejar. Di kepala kau sesuatu ingin meledak. Hari-hari berikutnya, waktu menggandeng tangan kau “Matahari baharu setiap hari”. Yang dekat dari hari lalu kau, berubah jadi mimpi buruk hari ini.
Persi, 2023
Terjaga
Aku terjaga dari kematian yang sama sekali bukan kepatuhan azroil. Setelah semuanya tragedi tentang Malin Kundang, keras kepala Kan’an, berkecamuk hebat dalam rumahku hingga anak kecil di dalamnya kehilangan diri. Di balik keriput senyummu terselip kesedihan yang kau tutup rapatakan dengan senyum keniscayaan.
Tiada rumah paling ramah selain dekapmu. Rumahmu adalah tempat manusia melarikan diri dari penat yang menuntut kepala untuk memusuhi segala kemungkinan-kemungkinan, menelanjanginya dengan kata kerja. Dan ketika keberadaan tak lagi menunjukkan diri di depan pintu yang telah di lewati kekejaman takdir. Aku bersimpuh, menentang hidupku, menyatakan permusuhan pada diri sendiri. betapa ketidakpatuhan adalah neraka yang membakarku hidup-hidup.
Kini, harap masih mengalir. Meski ketiadaan berkali-kali menamparku dengan adaNya. Dan kenyataan juga menusukku dari belakang nisan tumpukan tanah. Aku mengimani kasihmu melebihi Maryam pada Isa. Kelak, tanganmu akan memeluk tubuhku yang meleleh. Dan kebersamaan yang sejak lama menanti, akan kita pelihara diantara aliran Firdaus
Persi, 2023
Enha Sajjad, merupakan nama pena dari Abd. Gafur Sajjad Alfarisi. Lahir di Pulau Gili Iyang, Dungkek, Sumenep, Jawa Timur. Pembaca di Komunitas Persi (Penyisir Sastra Iksabad) dan Majelis Sastra Mata Pena. Merupakan mahasiswa Instika prodi Tasawuf Psikoterapi Fakultas Ushuluddin. Sekarang ngopi, ngaji, ngabdi dan berbagi di PP. Annuqayah Lubangsa. Dapat di jumpai melalui email: iksabad.official@gmail.com. Kontak: 085330072040 . Instagram: Enha Sajjad.