Melek Sastra, Wujudkan Generasi Literat

Redaksi Nolesa

Selasa, 6 Februari 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Adelya Wulandari*


Pramudya Ananta Toer, seorang penulis legendaris pernah mengatakan, “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”

Pernyataan Pramoedya itu menegaskan bahwa sastra memiliki urgensi tersendiri bagi manusia, bahwa sebanyak apapun gelar dan kepandaian yang kita punya, jika tidak diimbangi dengan apresiasi atau rasa cinta pada sastra, maka itu hanya kekosongan yang berusaha kita selami.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebab, tanpa kita sadari, karya sastra adalah penyambung antara nyata dan fiksinya sebuah kehidupan, berupa konstelasi kehidupan manusia berisi realita dalam masyarakat yang dituangkannya dalam aksara.

Melalui karya sastra yang berdasarkan realita, pendapat, ataupun kejadian dari sang penulis itu sendiri, sastra membantu kita mengenali gejala sosial yang berada dalam masyarakat, menjadi media refleksi berkaitan dengan kepekaan emosional ataupun kekurangan dalam diri, kreativitas mengolah bakat dan minat dalam dunia kepenulisan, pemahaman tentang nilai-nilai budaya yang berada dalam masyarakat. Dan, sejatinya, generasi muda membutuhkan semua itu sebagai bekal dalam menyelami kehidupan.

Namun, di zaman digitalisasi yang berkembang pesat ini, minat generasi muda rendah terhadap sastra. Penyebabnya, karena sastra begitu asing ditelinga mereka, sastra jarang menjadi topik yang dibicarakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Buktinya, ketika saya bertanya kepada adik saya, yang duduk di jenjang SMP, siapa figur penulis sastra kesukaan dia, adik saya menjawab tidak ada. Hal ini sungguh ironis, sebab ada ratusan penulis sastra di Indonesia yang seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi adik saya.

Baca Juga :  Menembus Kedalaman Makna Cinta

Selain itu, sewaktu SD adik saya bercerita, bahwa ia jarang diajarkan tentang karya sastra oleh gurunya, padahal sejatinya sastra harus diajarkan sedini mungkin, karena sastra bukan hanya sebagai media hiburan, tetapi sastra juga sarat akan pembelajaran.

Menurut Sarumpaet dalam buku berjudul Pedoman Penelitian Sastra Anak (2010:10), sastra sendiri memiliki fungsi menghibur dan mengajar. Fungsi menghibur (dulce) artinya sastra memberikan kesenangan tersendiri dalam diri pembaca sehingga pembaca merasa tertarik membaca sastra. Fungsi mengajar (utile) artinya sastra memberikan nasihat dan penanaman etika sehingga pembaca dapat meneladani hal-hal positif dalam karya sastra. Dalam hal ini, sastra memampukan manusia menjadi lebih manusia: mengenal diri, sesama, lingkungan, dan berbagai permasalahan kehidupan.

Pada hakikatnya sastra memiliki peran penting bagi generasi muda dengan menciptakan generasi yang berbudaya dan literat. Sebab, sastra dapat mengasah pola pikir pembaca menjadi lebih terbuka, sastra bisa menjadi media pelestarian budaya dari bermacam-macam suku dan daerah, dengan membaca sastra kita akan menjadi insan literat yang paham dengan perkembangan zaman. Yang tidak kalah penting, sastra juga bisa menjadi media penyadaran untuk pencarian identitas diri atas pesan tersirat yang disampaikan penulis. Tinggal bagaimana kita menelaah dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga :  Manusia Makhluk Egois dan Bengis

Berdasarkan laporan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), skor Programme for International Student Assessment (PISA) literasi membaca Indonesia pada 2022 adalah sebesar 359, turun 12 poin dibandingkan pada 2018. Itu artinya, peringkat hasil belajar literasi Indonesia naik 5 sampai 6 posisi dibanding PISA 2018. Hal ini menunjukkan bahwa literasi membaca kita semakin berkembang dan ingin terus belajar. Tinggal bagaimana generasi muda membaca dan mencintai karya sastra. Sebab, dengan membaca karya-karya sastra yang inspiratif dan mengandung nilai yang tinggi, tentunya memiliki pengaruh bagi mereka dalam kehidupan nyata.

Lantas bagaimana menumbuhkan rasa cinta sastra pada generasi muda? Maka perlu tercipta lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang mendukung lahirnya generasi melek sastra.

Keluarga, dimana orang tua tentunya memiliki peran penting dengan mengajarkan sastra kepada anaknya sedari kecil, melalui budaya mendongeng, membaca, menulis, dan mendiskusikan karya sastra. Manfaatnya, selain ketika dewasa anak menjadi pecinta sastra, anak akan menjadi pribadi yang cerdas, berkarakter tinggi, bernalar kritis dan imajinatif. Anak perlu di kenalkan dengan karya-karya penulis inspiratif di Indonesia yang beragam genrenya.

Akan tetapi, tentunya orang tua harus memilih sastra yang ramah pada anak. Sebab, salah memilih bacaan juga memiliki dampak buruk bagi anak.

Sekolah, dimana lembaga pendidikan atau instansi yang terkait, perlu menekankan pembelajaran tentang sastra. Sekolah perlu menciptakan perpustakaan yang memadai dengan beragam karya sastra didalamnya. Tentunya, dengan berbagai genre dan karya penulis yang menginspirasi.

Baca Juga :  Mendengar Jeritan Suara Rakyat dalam Bait-Bait Baru 81

Selain itu, pada saat bersamaan guru juga perlu mengupgrade pengetahuannya tentang sastra, jadi bukan sekedar materi yang sesuai dengan sistem pembelajaran, tetapi, guru juga perlu menginovasikan dan mengkreasikan pembelajaran di kelas yang berkaitan dengan sastra, agar belajar terasa menyenangkan. Sebab, guru yang baik bukan hanya mendidik tetapi juga menginspirasi dan memotivasi anak didiknya.

Selain itu, kita juga perlu menciptakan komunitas sastra di lingkungan masyarakat, memperbarui dan membangun perpustakaan daerah agar lebih banyak peminatnya, serta perlu adanya perpustakaan keliling untuk menjangkau anak-anak yang berada nun jauh di pelosok negeri, tentunya perlu andil Balai Bahasa sebagai fasilitalitator pengembangan sastra.

Lebih lanjut, di zaman serba digital ini kita semakin mudah untuk mengakses situs baca buku online dari yang berbayar sampai dengan gratis lewat smartphone canggih kita, seperti aplikasi, Ipusnas, Wattpad, Google Books, Open Library, iJakarta, dan tentunya masih banyak lainnya. Sehingga, diharapkan tidak ada alasan untuk mengatakan sulit menjangkau bacaan astra.

Pada intinya, sastra bukan hanya sebagai media hiburan tetapi juga sarat akan pembelajaran. Sehingga, sastra perlu dilestarikan eksistensinya oleh generasi ke generasi, agar ikatan silahturahmi tidak terputus dalam perkembangan zaman.


*) Mahasiswi STKIP PGRI PONOROGO

Editor : Ahmad Farisi

Berita Terkait

Gen Z dan Fenomena “Generasi Stroberi”: Antara Kreativitas dan Tantangan Ketahanan Mental
Pelanggaran Protokol Keamanan dalam Sektor Kesehatan: Dampak dan Solusi
Kretek: Rokok yang Berawal dari Obat?
Mental Health
Sneak Peek Deblis
Perempuan dan Perpustakaan Orang-orang Mati
Fenomena Penyiksaan Hewan dalam Cerpen “Tinggal Matanya Berkedip-kedip” Karya Ahmad Tohari
Upaya Memformulasikan Judicial Restrain dalam Hukum Positif di Indonesia

Berita Terkait

Jumat, 20 Desember 2024 - 17:02 WIB

Gen Z dan Fenomena “Generasi Stroberi”: Antara Kreativitas dan Tantangan Ketahanan Mental

Sabtu, 7 Desember 2024 - 17:31 WIB

Pelanggaran Protokol Keamanan dalam Sektor Kesehatan: Dampak dan Solusi

Selasa, 29 Oktober 2024 - 07:24 WIB

Kretek: Rokok yang Berawal dari Obat?

Kamis, 17 Oktober 2024 - 22:35 WIB

Mental Health

Senin, 2 September 2024 - 20:07 WIB

Sneak Peek Deblis

Berita Terbaru

Ilustrasi (pixabay/nolesa.com)

Puisi

Puisi-puisi Tundra Alif Juliant

Rabu, 25 Des 2024 - 08:36 WIB