Daerahnya terdiri dari bebukitan. Di sebelah selatannya, terdapat banyak pantai-pantai indah yang sangat cocok untuk berlibur, healing, melepas penatnya pikiran selama sibuk berkerja dalam sepekan.
Alamnya masih lestari, terjaga, dan bahkan masih sangat autentik dan perawan. Udaranya masih sangat segar, sejuk (dan sangat dingin di waktu sore/malam/pagi).
Itulah Nyemuh; salah satu Dukuh yang ada di Kelurahan Kerambilsawit, Kec. Saptosari, Kab. Gunung Kidul. Teritori padukuhannya lumayan luas: terdiri dari lima RT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di antara tanaman-tanaman lainnya, seperti jagung, kacang tanah, cabai, tanaman telo-lah yang sangat mendominasi.
Profesi utama masyarakatnya adalah meladang, dan juga beternak sapi dan kambing sebagai sampingan. Sementara sebagian lainnya memilih menjadi bakul bakwan kawi di kota-kota besar. Sebagian telah menjadi juragan atau bos bakwan kawi.
Sesuai dengan tekstur tanah yang kering, tanaman yang biasanya di tanam masyarakat Nyemuh adalah telo (singkong). Di antara tanaman-tanaman lainnya, seperti jagung, kacang tanah, cabai, tanaman telo-lah yang sangat mendominasi.
Disepanjang jalan dan bukit-bukit yang ada di Dukuh Nyemuh, tanaman telo adalah pemandangan yang nyaris tak bisa kita lewatkan dari pandangan mata kita.Tampaknya, antara telo telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Nyemuh.
Telo, [sebagai tanaman pokok masyarakat Nyemuh] selain dikonsumsi sendiri, juga diperjualbelikan dalam bentuk geplek (telo yang telah dikupas dan dikeringkan). Harganya, bisa sampai Rp 6.500 perkilo. Inilah salah satu sumber utama penghasilan masyarakat Nyemuh.
Selain dari geplek, tanaman cabai adalah sumber penghasilan orang-orang Nyemuh yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Meski tanahnya relatif kering, dan air untuk pertanian cukup langka, namun cabai-cabai yang ditanam orang-orang Nyemuh tetap hijau ranum.
Padahal, cabai-cabai itu sebagian di tanam di daerah bebukitan kering, di antara batu-batu yang menyisihkan sedikit hamparan tanah. Kondisi ini cukup membuat terperangah siapa pun yang melihatnya.
Secara umum, beberapa daerah tetangga Dukuh Nyemuh nampaknya juga demikian. Sebab secara geografis relatif sama. Mulai dari cuaca hingga tekstur dan kondisi tanahnya.
Orang-orang Nyemuh melakoni aktivitas meladang itu dengan gembira-ria. Bahkan, setiap kali saya bertutur sapa dengan mereka, selalu tampak wajah-wajah yang damai tanpa beban. Bibir-bibir mereka mudah tersenyum; menyediakan rasa nyaman bagi siapa pun lawan bicaranya.
Sementara Karawitan [pertunjukan seni musik tradisional yang dilakukan tiga kali dalam sepakan, di malam hari] adalah jalan lain bagi mereka untuk merajut kebersamaan.
Kami (saya dan beberapa orang teman lainnya) sebagai orang baru di Nyemuh serasa telah menjadi bagian dari masyarakat Nyemuh itu sendiri; kami diperlakukan laiknya keluarga sendiri.
Selain itu, budaya guyub di antara masyarakat Nyemuh juga masih sangat lestari. Di hari Minggu, mereka melakukan kerja bakti.
Sementara Karawitan [pertunjukan seni musik tradisional yang dilakukan tiga kali dalam sepakan, di malam hari] adalah jalan lain bagi mereka untuk merajut kebersamaan.
Mereka sangat guyub, rukun, dan juga harmonis.
Dalam sebuah kesempatan, saya sempat bertanya: Dalam rangka apa tradisi Karawitan ini diselenggarakan?
“Enggak ada, Mas. Cuman sebagai media penyambung silaturahim, biar semuanya tetap rukun dan tidak gampang berkonflik,” ujar Wiratno, salah satu Ketua RT di Dukuh Nyemuh.