Oleh SUJONO*
Ada sebuah ungkapan bijak; simpanlah harta di dalam peti, jangan masukkan ke dalam hati. Jika harta itu di simpan di dalam peti, akan mudah didayagunakan sesuai kehendak. Tetapi jika harta diletakkan di dalam hati, sedikit saja berkurang akan menyesakkan dada.
Alkisah; Abu Hanifah, adalah seorang saudagar tekstil yang sukses lagi dermawan. Suatu hari, Abu Hanifah meninggalkan toko-nya dan berpesan pada pegawainya agar menjual dagangannya dengan harga yang telah ia tetapkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sekembalinya ke toko, Abu Hanifah mendapat laporan dari pegawainya; “Tuan, barang dagangan kita laku keras. Bahkan yang seharga 5 dinar bisa saya jual 10 dinar,” ujar sang pegawai yang sangat gembira.
Bagaimana reaksi Abu Hanifah?
“Mengapa engkau jual dengan harga sebesar itu? Bukankah harga masing² barang telah kuberitahukan?” tanya pendiri Madzhab Hanafi ini.
“Carilah pembeli tadi sampai ketemu!” seru Abu Hanifah kepada pegawainya.
Setelah ketemu, sang pegawai tadi mengajaknya bertemu sang juragan (Abu Hanifah)
“Maaf, pegawai saya salah memberi harga. Kain yang tuan beli sebenarnya seharga 5 Dinar. Bukan 10 Dinar,” kata Abu Hanifah menjelaskan.
“Oh, tidak apa-apa. Kebetulan saya mencari barang ini kemana-mana, tetapi baru di sini menemukannya. Saya ridha dengan harga sebesar itu,” kata sang pembeli.
“Ya, tuan ridha. Tapi saya belum ridha,” sanggah Abu Hanifah.
Sahabat, inilah kehati-hatian tingkat tinggi. Sebuah komitmen yang banyak menyelamatkan manusia; di dunia dan juga di akhirat. Sebuah kejujuran yang membentangkan ridha Allah Ta’ala.
Salam…!