Oleh Abd. Kadir
(Pembina Komunitas Kata Bintang Sumenep)
Semalam, saya menonton sebuah film di YouTube. Kisahnya menarik. Ada pelepasan siswa kelas akhir di sebuah SMA. Para siswa dikumpulkan di lapangan upacara dan diumumkan pelulusan secara umum oleh kepala sekolah. Dalam pesan akhir yang disampaikan, ada uangkapan yang menjadi stressing point sebagai bekal bagi para siswa: sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Ungkapan ini adalah terjemahan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, (khoirunnaasi, anfa’uhum linnaasi).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejatinya, pesan ini tidak hanya untuk para siswa yang akan lulus seperti dalam film yang saya tonton. Pesan ini berlaku universal untuk semua orang. Setiap individu yang setiap harinya akan berinteraksi dengan orang lain.
Di sini, bisa dipahami bahwa secara substantif nilai seorang manusia diukur dari sejauh mana dia dapat memberikan manfaat bagi orang lain dan masyarakat. Keberadaan manusia lebih berarti jika bisa memberikan kontribusi positif, baik itu dalam bentuk kebaikan, bantuan, ilmu, atau bahkan hanya dengan memberi inspirasi kepada orang di sekitarnya. Kualitas seseorang tidak diukur hanya dari apa yang dimilikinya atau seberapa banyak prestasi yang diraihnya, tetapi lebih pada sejauh mana ia dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Prinsip ini mengajarkan bahwa menjadi manusia yang baik dan berharga tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat sekitar. Ini artinya, bahwa setiap orang penting untuk menguatkan kesalehan sosialnya selain kesalehan individualnya kepada Tuhan.
Dalam perspektif ini, kesalehan sosial merujuk pada penerapan nilai-nilai agama atau moral dalam kehidupan sosial, yang tidak hanya terfokus pada hubungan individu dengan Tuhan, tetapi juga bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain dan masyarakat secara keseluruhan. Ini mencakup upaya untuk menciptakan lingkungan yang adil, damai, dan penuh kasih sayang dalam kehidupan bersama, berdasarkan prinsip-prinsip agama, etika, dan norma sosial.
Secara spesifik, kesalehan sosial dapat pahami dari sisi kepedulian terhadap sesama. Artinya, seseorang yang saleh secara sosial tidak hanya memperhatikan kepentingan dirinya, tetapi juga berusaha untuk peduli terhadap orang lain. Hal ini termasuk memberi bantuan kepada yang membutuhkan, berbagi rezeki, dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, kesalehan sosial bisa dilihat dari sisi perilaku baik dalam masyarakat. Kesalehan sosial melibatkan perilaku yang baik dalam kehidupan sosial, seperti kejujuran, menghormati hak orang lain, menjaga hubungan yang harmonis, dan menghindari konflik yang merugikan.
Ada juga sisi keadilan dan kesetaraan. Seseorang yang memiliki kesalehan sosial akan berjuang untuk keadilan dan kesetaraan di masyarakat. Mereka tidak membiarkan adanya ketidakadilan atau penindasan terhadap kelompok tertentu, dan berusaha untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil.
Selnjutnya, sisi kontribusi pada kebaikan bersama. Kesalehan sosial mencakup upaya untuk memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan masyarakat. Ini bisa melalui partisipasi dalam kegiatan sosial, pendidikan, atau pengembangan masyarakat, serta mendukung kebijakan yang bermanfaat untuk banyak orang.
Yang terakhir, sisi amaliah nilai-nilai agama dalam kehidupan sosial. Dalam konteks agama, kesalehan sosial berarti mengamalkan ajaran agama yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia, seperti saling memberi, berbuat baik kepada tetangga, menjaga perdamaian, dan menolong mereka yang lemah atau terpinggirkan.
Secara keseluruhan, kesalehan sosial mengajarkan bahwa kebajikan seseorang tidak hanya diukur dari ibadah pribadi, tetapi juga dari bagaimana dia berinteraksi dan memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial yang baik dan harmonis adalah bagian dari bentuk ibadah dan ketaatan kepada Tuhan.
Dalam konteks ini, bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk meraih momentum kesalehan sosial ini. Selain menguatkan kesalehan individu, di bulan ini sangatlah dianjurkan untuk menanamkan dan memperkuat kesalehan sosial, khususnya untuk memasuki bulan bulan berikutnya dalam perjalanan hidup ini.
Artinya, Ramadan bukan hanya waktu untuk memperbaiki hubungan spiritual dengan Tuhan, tetapi juga saat yang sangat tepat untuk recharge kebaikan sosial dengan sesama. Bulan suci ini memberikan peluang bagi setiap individu muslim untuk merenung, memperbaiki diri, dan memperbaharui komitmen dalam memberikan manfaat kepada sesama. Semoga!