Connect with us

Puisi

Doa Jalanan, Puisi Bintu Assyatthie

Redaksi Nolesa

Published

on

Bintu Assyatthie

Nyalasé*

Di atas pusara leluhur
bebungaan ditabur
yasin dan tahlil berbaur
dupa mengepul, menyeruak aroma kubur

Batu nisan diusap doa
pada gundukan tanah merah
bersimbah luka yang menganga
darah basah tanah derita
bercampur aduk dalam pasrah

Doa dilangitkan
harapan disematkan
tafakur dilekatkan

Pada sepenggal sabda nabi, kuingat mati:
jalan paling sunyi menuju abadi.

Totale, Mei 2022
*Nyalasé (bahasa Madura): ziarah kubur

Doa Jalanan

Doaku berhamburan di jalanan
tersangkut di pedal sepeda tukang becak
tersekang di roda pedagang kaki lima
terbendung di tangan-tangan yang menadah,
meminta-minta.

Baca Juga :  Perempuan Tua yang Tidur di Depan Gereja - Puisi Wail Arrifqi

Doaku bertaburan di jalanan
pada anak-anak sekolahan
puak-puak kelaparan
tuan lalai, pongah dan serakah
puan pasrah dan menyerah
tak lupa, pada mereka yang hendak beribadah.

Doaku berceceran di jalanan
pada dedaunan yang berguguran
lorong-lorong penuh lubang
asap-asap menyesakkan
dan deru mesin memekakkan

Doaku ‘kan selalu berserakan di jalanan
sampai kau dan aku lekat dalam damai.

Totale, Mei 2022

Doa Warisan

Sejak kepulanganmu
doamu masih labuh
utuh menuntun degup kakiku
yang lugu

Totale, Mei 2022

Téngka*

Siang itu, terik seperti senapan
menikam jantungmu pelan-pelan
peluhmu tumpah berceceran
menetes pada nama-nama
yang perlahan, kau beri tanda silang

Baca Juga :  Puisi-puisi Fathurrozi Nuril Furqon

Ini semacam tuntutan
kebersamaan tanpa ikatanr                                ruah dalam lembar catatan                                atau tersimpan dalam ingatan

Kemarau di benakmu sudah terlampau panjang
ladang dadamu telah gersang
bahkan laut hatimu sudah lama kerontang
puisi-puisi yang kau cipta setiap petang,
pun hilang dirampas orang

Apa yang tersisa dari pesta pora suka duka?
selain lubang tanpa muara yang terus menganga
pancaroba yang menyisakan utang
dan hujan yang enggan pulang

Baca Juga :  Puisi-Puisi Agus Widiey

Totale, Mei 2022
*Téngka (bahasa Madura): norma sosial yang disepakati kebenarannya secara lokal.


Bintu Assyatthie lahir dan besar di kampung kecil bernama Totale, tepian pesisir paling timur Pulau Madura. Selain aktif mengajar, penulis juga aktif di organisasi kepenulisan, yaitu Rumah Literasi Sumenep, Komunitas Perempuan Membaca dan Komunitas Puan Menulis. Beberapa tulisannya bisa dibaca di blog pribadinya: cahayatotale.blogspot.com. Bisa disapa di IG dan FB atas nama: Bintu Assyatthie.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending