Oleh AHMAD FARISI*
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) resmi memecat Budiman Sudjatmiko. Pemecatan Budiman dari PDI-P itu tak lepas dari manuver politik yang dilakukannya, yakni mendukung Prabowo Subianto sebagai capres 2024, alih-alih mendukung Ganjar Pranowo yang merupakan kader PDI-P sendiri.
Ada dugaan dukungan Budiman ke Prabowo itu bukanlah kemauannya sendiri. Melainkan atas dasar perintah ’Pak Lurah’. Yakni, Presiden Jokowi. Dalam konteks ini Budiman dinilai telah diperintah oleh Presiden Jokowi untuk menjadi kepanjangan tangan politiknya untuk menyokong pencapresan Prabowo.
Dugaan ini kiranya cukup rasional sebab, Presiden Jokowi sendiri selama ini tidak secara total mendukung pencapresan Ganjar Pranowo. Meski Presiden Jokowi sendiri adalah kader tulen PDI-P, namun tampaknya Presiden Jokowi agak ragu untuk menginvestasikan seluruh dukungannya kepada Ganjar.
Bagi Presiden Jokowi, tampaknya Ganjar kurang menjanjikan untuk dijadikan tempat investasi dalam jangka panjang. Mengapa? Dugaan saya, karena di belakang Ganjar Pranowo ada Mega dengan bantengnya. Dengan kata lain, Presiden Jokowi tampaknya melihat bahwa Ganjar Pranowo tidak bisa diajak ngobrol empat mata secara merdeka tanpa bayang-bayang Mega.
Terkait hal ini, bisa jadi Presiden Jokowi bukan hanya melihat dan menerka-nerka, namun sudah merasakannya secara langsung selama menjadi Presiden dari PDI-P. Mulai dari awal pencapresannya pada 2014 silam hingga ia duduk sebagai orang nomor satu di RI selama dua periode.
Mengapa Jokowi sampai secermat itu memilih tempat untuk menginvestasikan suaranya? Bukankah setelah mengakhiri jabatannya ia akan istirahat dari dunia perpolitikan? Pasca mengakhiri jabatannya, boleh jadi Presiden Jokowi benar-benar akan istirahat dari dunia politik Indonesia.
Namun demikian, sebagaimana jamak diketahui, Presiden Jokowi tak ingin proyek-proyek strategisnya seperti IKN juga istirahat (mangkrak) pasca ditinggalkannya. Meski sudah tak menjabat nantinya, Presiden Jokowi tampaknya bukan hanya ingin proyek-proyek politiknya dilanjutkan oleh kepemimpinan selanjutnya pasca dirinya tak lagi berkuasa.
Lebih dari itu, Jokowi tampaknya juga ingin proyek-proyek itu dilanjutkan sesuai rencana dan keinginannya. Inilah sebabnya, mengapa menurut penulis Presiden Jokowi sangat cermat memilih tempat untuk menginvestasikan dukungan dan kekuatan politik yang berada di bawah kendalinya.
Sebab, Presiden Jokowi menginginkan penggantinya adalah sosok yang merdeka yang yang bisa ngobrol empat mata tanpa dibayang-bayangi dan dintervensi pihak lain. Ganjar Pranowo memang juga membawa narasi keberlanjutan. Namun, bagi Presiden Jokowi narasi keberlanjutan yang di bawa Ganjar Pranowo tampaknya tidak terlalu meyakinkan mengingat secara politik, Ganjar Pranowo tidaklah mandiri dan merdeka sepenuhnya.
Dalam ijtihad politiknya, Jokowi tampaknya tak terlalu peduli dicap sebagai ”pengkhianat partai” asalkan proyek-proyek strategisnya terselamatkan.
Terkait hal ini, mungkin kita bertanya-tanya: jika benar Presiden Jokowi melakukan itu semua, bukankah itu sama saja dengan Presiden Jokowi mengkhianati PDI-P, partai yang selama ini mengasuh dan membesarkan nya? Jawaban politiknya, ”iya”, Presiden Jokowi mengkhianati PDI-P.
Namun, dalam ijtihad politik Jokowi, tampaknya Jokowi tak terlalu peduli dicap sebagai ”pengkhianat partai” asalkan proyek-proyek strategisnya terselamatkan. Jadi, bisa dikatakan, perhatian Jokowi saat ini bukanlah partai, tetapi proyek-proyek ciptaannya yang tidak lama lagi akan ditinggalkan.
Namun, kembali pada pemecatan Budiman, penulis melihat bahwa meski ada faktor ’Pak Lurah’ di balik dukungannya ke Prabowo, penulis melihat dukungan Budiman ke Prabowo itu juga merupakan kehendak otonomnya sendiri. Itulah sebabnya menurut penulis ia sampai rela dipecat dari PDI-P.
Ada beberapa faktor mengapa Budiman rela dipecat dari PDI-P demi mendukung Prabowo. Salah satunya, bisa jadi karena PDI-P terlalu tertutup dan elitis dalam memutuskan capres 2024 sehingga menyebabkan suara-suara kader tidak terwadahi secara maksimal, termasuk suara dan aspirasi Budiman.
Karena itu, bagi PDI-P, ”peristiwa Budiman” ini harus menjadi peringatan keras. Jika benar Budiman rela dipecat dari PDI-P karena aspirasinya tidak terwadahi, mungkin selanjutnya bakal ada ”budiman-budiman baru” yang juga akan mengambil langkah mendukung capres lain di luar capres PDI-P.
*) Pengamat Politik