Mimbar, NOLESA.com — Badai dan semua cerita pilu di Pulau Masalembu seperti kepingan puzzle yang telah tersusun utuh. Dari sekian cerita dan semua upaya semua pihak telah berwujud nyata. Bantuan untuk warga di sana telah tiba. Artinya badai telah berlalu.
Dari beragam ungkapan peristiwa di Masalembu bisa disederhanakan: itu musibah. Dan, kita punya kewajiban membantu. Semampunya. Sebisanya. Seadanya. Bahkan, sekedar berempati, itu sudah lebih.
Siapa pun dia, tentu boleh ‘hadir’ melihat dan berusaha membantu yang tertimpa musibah. Sekecil apa pun perannya akan dinilai membantu. Dengan catatan, kedatangannya bukan untuk memperkeruh. Tapi, saya yakin semua memiliki niatan membantu.
Legislatif mendesak pihak terkait segera turun membantu. Aktivis mengkritisi kesigapan pemerintah yang dinilai lamban dan tidak siap mengantisipasi. Padahal, bukan kejadian yang pertama kali. Sementara pemerintah menyampaikan telah berkoordinasi untuk mengatasi kelangkaan pangan yang menjadi topik utama dalam cerita Badai Masalembu.
Media hadir memberitakan dari berbagai sisi cerita. Mulai kelangkaan bahan makanan, dan semua upaya yang telah dilakukan oleh pihak yang memiliki keinginan membantu.
Saya kira semua media telah berusaha menghadirkan fakta dan menyajikan cerita utuh tentang peristiwa Masalembu. Tak usah saling cemburu. Ingat dalam musibah, semua yang hadir pasti untuk membantu.
Kalaupun ada yang memiliki niatan lain, sikapnya juga pasti pura-pura membantu. Tapi sudahlah, soal niatan dan keikhlasan hanya Tuhan yang tahu.
Kita tak perlu heran atau kepanasan apabila di tengah riuhnya suasana muncul suara saling menyalahkan, itu biasa di masyarakat kita. Selama proses berjalan, semua akan menunjukkan kelebihan yang dia punya. Jangan saling menyalahkan sebab, semua itu adalah upaya untuk turut menyelesaikan persoalan.
Sekedar contoh, silakan ke rumah sakit. Selama orang sakit yang dijenguknya belum membaik, usaha dokter dan obat sekan tidak ada manfaatnya. Kalau perlu semua permasalahan diarahkan kepadanya.
Badai telah berlalu, masyarakat juga telah terbantu
Bukan hal baru dalam cerita musibah, termasuk kejadian Masalembu. Ketika solusi datang menyelesaikan permasalahan, yang berkerumun akan pulang. Di tengah jalan dia akan bercerita bagaimana dahsyatnya usaha yang baru saja dia dilakukan. Sehingga semua masalah bisa terselesaikan.
Padahal dari yang lainnya juga begitu, sama-sama bercerita usahanya untuk membantu. Dalam banyak versi cerita ‘pahlawan’ Badai Masalembu, kita harus mampu merekamnya secara utuh bahwa mereka semua telah berupaya membantu menyelesaikan segala permasalahan Masalembu.
Satu yang harus disadari, yang dilakukan aktivis, yang diperjuangkan Darul Hasyim Fath selaku anggota dewan putra Masalembu, dan yang diupayakan Bupati Achmad Fauzi, serta yang dilakukan Pemprov Jatim, juga pihak lain yang turut membantu merupakan satu kesatuan gerak langkah yang saling melengkapi sehingga krisis pangan di Masalembu bisa teratasi.
Kata senior saya: itu bukti bahwa negara hadir di tengah balada rakyatnya.
Tentang siapa yang paling berjasa, terserah yang merasa. Biarkan mereka bergembira atas keberhasilannya. Hitung-hitung sebagai obat lelah setelah memperjuangkan kegembiraan saudara kita yang di Masalembu. Kata para sesepuh kita: pabiasa.
Ingat kata Bung Karno presiden kita yang pertama; Semangat gotong royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu membantu bersama, amal semua untuk kepentingan semua, keringat semua untuk kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong royong!,” ujar Bung Karno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945.
Ayo Bergotong Royong untuk Menolong!