Damar Kambang: Sebuah Perspektif Semiotik dan Kultural

Redaksi Nolesa

Rabu, 15 Mei 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Moh. Shalih (Foto: dokumen pribadi)

Moh. Shalih (Foto: dokumen pribadi)

Oleh: Moh. Shalih

(Mahasiswa Prodi PBSI, STKIP PGRI Sumenep)

Kearifan budaya lokal adalah hasil dari pandangan dan sikap masyarakat dalam merespon permasalahan sekitarnya. Proses pembentukannya melibatkan refleksi dan pengujian dari satu periode ke periode berikutnya. Kearifan budaya lokal, yang juga disebut sebagai kebijakan setempat, pengetahuan lokal, atau kecerdasan lokal, didasari oleh pemikiran yang jernih, budi yang baik, dan hal-hal positif, mencerminkan hubungan erat antara manusia dan lingkungan sekitarnya. Namun, keberlanjutan kearifan budaya lokal saat ini terancam oleh berbagai faktor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di sisi lain, globalisasi, urbanisasi, dan kemajuan teknologi menjadi tantangan utama karena mengaburkan dan menggantikan kearifan budaya lokal, sementara urbanisasi memutus ikatan sosial dan budaya dengan akar budaya lokal. Kemajuan teknologi dan konsumerisme mengubah gaya hidup masyarakat, mengabaikan praktik tradisional.

Dalam konteks ini, menarik ketika mencermati satu kearifan budaya lokal Madura: damar kambang. Meskipun terkesan remeh temeh, namun, tulisan ini akan menjabarkannya dengan menggunakan pendekatan semiotik dan kultural.

Damar kambang adalah tradisi kuno di Madura yang diwariskan turun-temurun. Penting untuk melindungi dan mempromosikan kearifan budaya lokal dengan kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga budaya. Hal ini akan memastikan bahwa kearifan budaya lokal terus hidup dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan generasi mendatang.

Baca Juga :  Rahasia Cinta Sesunyi Cahaya

Makna Semiotik Damar Kambang

Damar Kambang, salah satu ritual Madura, terdiri atas bahan pokok wadah, minyak kelapa, daun kolang kaling/pelepah pisang, pintalan kapas, dan api. Setiap komponen memiliki makna semiotik yang mendalam. Wadah melambangkan tempat hidup bersama dalam pernikahan tanpa paksaan. Minyak kelapa mencerminkan kesabaran dan doa dalam perjalanan pernikahan. Daun kolang kaling/pisang menggambarkan harapan untuk keberlanjutan dan kebermanfaatan dalam pernikahan seumur hidup. Kapas melambangkan kelembutan dan kesucian dalam hubungan. Api mewakili semangat dan kehangatan dalam pernikahan. Dalam tradisi Madura, padamnya api menandakan masalah dalam pernikahan.

Damar kambang adalah lambang pernikahan yang berarti bagi masyarakat Madura. Ia dibuat oleh calon pengantin perempuan saat akan dilamar oleh calon pengantin pria. Penting untuk menjaga api pada damar kambang tetap menyala. Biasanya, jika api tersebut padam saat pengantin wanita sedang dirias di dalam kamar, pernikahan dapat menghadapi banyak rintangan atau bahkan berakhir dengan kegagalan.

Makna Kultural Damar Kambang dalam Perspektif Dua Arah

Baca Juga :  Segala Rasa yang Tersimpan dalam Hati yang Tidak Bisa Dikendalikan pada Puisi “Pasuka Hati” Karya Mustofa W Hasyim

Dalam pemaknaan semantik damar kambang, ada dua perspektif yang berbeda. Pertama, sebagai simbol harapan dalam pernikahan baru, yang setiap komponen dalam bentuk damar kambang mewakili doa untuk keselamatan dan kemakmuran keluarga.Kedua, doa untuk anak di rantauan/sanak saudara yang sedang berada di tempat jauh.Melambangkan doa, karna merupakan sebuah ritual untuk mengetahui keadaan seorang anak yang jauh dari orang tuanya, pada kepercayaan ini, api yang menyala pada damar kambang melambangkan kemakmuran dan kesehatan pada si anak, dan redupnya api atau bahkan mati, melambangkan bahwa anak tersebut sedang mengalami kesusahan, atau tidak baik-baik saja, baik dia sedang sakit atau hal lainnya.

Perbedaan ini juga didukung dengan komponen pendamping damar kambang sebagai salah satu pembeda objek penggunaannya. Pertama. damar kambang dan beras putih untuk kemakmuran sebuah keluarga baru, seperti halnya diatas dhamar kambhang adalah symbol doa/pengharapan, dan beras putih merupakan komponen pendamping yang digunakan dalam bingkai pernikahan, seperti halnya warna putih yang melambangkan kesucian dan kemakmuran.

Kedua, damar kambang dan tajin 5 warna adalah doa kepada anak yang sedang jauh/merantau, tajin (bahasa madura)/bubur (bahasa indonesia) 5 warna ini terdapat kreteria khusus warna yang diambil, hal ini juga memiliki makna yang utuh dalam perspektif kultural, berikut makna kultural pada 5 warna tajin tersebut. Sebagai ritual selamatan untuk saudara si anak, dalam kepercayaan ini, taretan atau saudara kita adalah bentuk ruh yang menjaga kita, atau dikatakan saudara gaib kita yang senantiasa menjaga kesadaran kita di alam bawah sadar kita.

Baca Juga :  Menembus Kedalaman Makna Cinta

Makna kultural pada tajin 5 warna pendamping damar kambang sebagai berikut.Tajin putih melambangkan kesucian dan semangat baru, merah mewakili keberanian dalam keputusan, kuning bermakna kehangatan dan semangat luar biasa, biru menandakan kesejukan dan ketentraman, sementara hitam simbolisasi kebutuhan akan perenungan dan istirahat. Setiap warna diibaratkan dengan alam, seperti matahari terbit untuk putih, terbenam untuk merah, musim kemarau untuk kuning, penghujan untuk biru, dan malam untuk hitam. Ini menekankan pentingnya perenungan dan istirahat untuk menghadirkan semangat baru setiap pagi. Damar kambang merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Madura yang dijaga dan diajarkan secara turun-temurun, dan penggunaannya memiliki perbedaan dalam objek situasi penggunaan, serta memiliki makna yang berbeda dalam perspektif semiotik dan kultural.

 

 

Berita Terkait

Gen Z dan Fenomena “Generasi Stroberi”: Antara Kreativitas dan Tantangan Ketahanan Mental
Pelanggaran Protokol Keamanan dalam Sektor Kesehatan: Dampak dan Solusi
Kretek: Rokok yang Berawal dari Obat?
Mental Health
Sneak Peek Deblis
Perempuan dan Perpustakaan Orang-orang Mati
Fenomena Penyiksaan Hewan dalam Cerpen “Tinggal Matanya Berkedip-kedip” Karya Ahmad Tohari
Upaya Memformulasikan Judicial Restrain dalam Hukum Positif di Indonesia

Berita Terkait

Jumat, 20 Desember 2024 - 17:02 WIB

Gen Z dan Fenomena “Generasi Stroberi”: Antara Kreativitas dan Tantangan Ketahanan Mental

Sabtu, 7 Desember 2024 - 17:31 WIB

Pelanggaran Protokol Keamanan dalam Sektor Kesehatan: Dampak dan Solusi

Selasa, 29 Oktober 2024 - 07:24 WIB

Kretek: Rokok yang Berawal dari Obat?

Kamis, 17 Oktober 2024 - 22:35 WIB

Mental Health

Senin, 2 September 2024 - 20:07 WIB

Sneak Peek Deblis

Berita Terbaru

Ilustrasi (pixabay/nolesa.com)

Puisi

Puisi-puisi Tundra Alif Juliant

Rabu, 25 Des 2024 - 08:36 WIB