Oleh MULYADI, SH, MH
(Calon DPRD Terpilih Demokrat Sumenep)
Dalam 100 hari kepemimpinannya sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mensukseskan program reforma agraria di Indonesia.
Sejak dilantik sebagai Menteri ATR/BPN (21/2/2024) AHY telah menyelesaikan proses pendaftaran tahan sistematis lengkap (PTSL) sebanyak 2,4 juta bidang tanah atau naik dari 110,8 juta menjadi 113,3 juta.
Adapun nilai ekonomi yang diselamatkan dengan gencarnya program PTSL ini mencapai Rp 15,8 triliun. Jumlah itu terdiri atas pajak penghasilan, bea perolehan atas tanah dan bangunan, penerimaan negara bukan pajak, dan hak tanggungan.
Dan, pada saat bersamaan, sebanyak 2,4 juta bidang tanah telah terdaftar selama 100 hari kerja AHY; serta, sebanyak 19 kasus mafia tanah berhasil diselesaikan oleh AHY. Menurutnya, dari 19 kasus mafia tanah yang berhasil diselesaikan itu, sebesar Rp 893 M berhasil diselamatkan dari potensi kerugian.
Sejak hari pertama menjabat, AHY memang telah menegaskan bahwa reforma agraria adalah salah satu prioritas utama dalam masa kepemimpinannya. Ia menyadari betul bahwa tanah adalah aset strategis yang sangat penting bagi masyarakat, terutama dalam menunjang kesejahteraan dan ketahanan ekonomi.
Oleh karena itu, PTSL dan penerapan sertifikat tanah elektronik menjadi salah satu terobosan besar yang dicanangkan. Sertifikat tanah elektronik ini dirancang untuk menggantikan sistem manual yang selama ini rentan terhadap berbagai penyimpangan, seperti pemalsuan dokumen dan praktik korupsi.
Dengan adanya sistem elektronik, proses administrasi pertanahan menjadi lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, sistem ini juga memudahkan pemilik tanah dalam mengakses informasi kepemilikan dan melakukan transaksi secara aman dan efisien.
Program PTSL yang dilanjutkan oleh AHY juga menjadi kunci dalam upaya mempercepat penyertifikatan tanah di seluruh Indonesia. Melalui PTSL, masyarakat dapat mendaftarkan tanah mereka secara massal dan sistematis, yang tentu saja mempercepat proses sertifikasi. Hal ini disambut baik oleh masyarakat, terutama di daerah-daerah pedesaan yang selama ini menghadapi berbagai hambatan dalam mendapatkan sertifikat tanah.
Selain itu, AHY juga mengambil langkah tegas dalam memberantas mafia tanah yang selama ini menjadi permasalahan kronis di sektor pertanahan. Mafia tanah seringkali berkolusi dengan oknum-oknum di pemerintahan untuk merampas tanah masyarakat, menciptakan ketidakpastian hukum, dan merugikan banyak pihak.
AHY membentuk satuan tugas khusus untuk menangani kasus-kasus mafia tanah dan memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Langkah ini memberikan sinyal kuat kepada masyarakat bahwa pemerintah serius dalam melindungi hak-hak mereka atas tanah.
Salah satu langkah konkret yang diambil oleh AHY adalah bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan investigasi dan penindakan terhadap kasus-kasus mafia tanah. Ia juga membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh praktik mafia tanah.
Dalam beberapa pekan pertama, satuan tugas ini berhasil mengungkap dan menindak sejumlah kasus besar, yang tidak hanya memberikan efek jera bagi para pelaku tetapi juga memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Di sisi lain, penerapan sertifikat tanah elektronik juga dibarengi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan ATR/BPN. AHY menyadari bahwa teknologi canggih sekalipun tidak akan efektif jika tidak didukung oleh SDM yang kompeten.
Oleh karena itu, berbagai pelatihan dan workshop diadakan untuk meningkatkan kompetensi pegawai dalam mengoperasikan sistem elektronik ini. Selain itu, AHY juga mendorong adanya budaya kerja yang lebih profesional dan berintegritas tinggi, sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
Keberhasilan dalam 100 hari pertama ini tidak lepas dari pendekatan kepemimpinan AHY yang inklusif dan visioner. Ia tidak hanya fokus pada pencapaian jangka pendek, tetapi juga merancang berbagai kebijakan yang berkelanjutan.
Salah satu contohnya adalah upaya untuk mengintegrasikan data pertanahan dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Integrasi data ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang lebih baik dalam pengelolaan tanah, sehingga dapat mendukung berbagai program pembangunan nasional secara lebih efektif.
Ia menekankan bahwa pengelolaan tanah harus dilakukan secara berkelanjutan dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Oleh karena itu, berbagai program penghijauan dan rehabilitasi lahan kritis juga dijalankan seiring dengan upaya penyertifikatan tanah.
Hal itu menunjukkan bahwa reforma agraria yang dijalankan oleh AHY tidak hanya berorientasi pada aspek legalitas kepemilikan, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan.
Dalam 100 hari kepemimpinan AHY sebagai Menteri ATR/BPN, berbagai langkah strategis telah diambil untuk mensukseskan reforma agraria di Indonesia. Penerapan sertifikat tanah elektronik dan program PTSL yang diperkuat menunjukkan komitmen nyata dalam memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi masyarakat.
Sementara itu, upaya tegas dalam memberantas mafia tanah memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat atas tanah.
Dengan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, AHY berhasil menciptakan fondasi yang kuat bagi reforma agraria yang lebih adil dan merata di masa depan.
Kepemimpinannya yang inovatif dan visioner diharapkan dapat terus membawa perubahan positif dalam sektor pertanahan, sehingga dapat mendukung pembangunan nasional yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.