Berebut Tiket Cawabup Fauzi

Redaksi Nolesa

Selasa, 14 Mei 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh AHMAD FARISI*


Dalam beberapa hari belakangan, para politisi dan sejumlah tokoh politik secara ramai-ramai berburu tiket menjadi calon wakil bupati Fauzi. Menariknya, hal itu tidak hanya dilakukan oleh politisi-politisi yang lemah secara kepartaian, melain juga dilakukan oleh politisi-politisi kawakan dari partai mapan seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sejauh ini, setidaknya sudah ada tiga politisi mapan dari partai nahdliyin besutan Gus Dur itu. Di antaranya, 1) Hj. Nurfitriana Busyro (Anggota F-PKB DPRD Jatim 2019-2024); 2) H. Herman Dali Kusuma (Anggota F-PKB DPRD Sumenep 2019-2024); 3)KH. Abdul Hamid Ali Munir (Kda H. Hilman Dali Kusuma, Nurfitrian Busyro Karim, dan KH. Hamid. Selain mendaftarkan diri sebagai bacawabup Fauzi melalui partainya, mereka juga mendaftarkan diri sebagai melalui PDI-Perjuangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain nama tiga politisi itu, nama-nama lain yang juga telah tercatat mendaftarkan diri sebagai cawabup adalah: 1) Faisal Muhlis (Ketua DPD PAN Sumenep); 2) KH. Qusyairi Zaini (Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ulum Utara Gaduh Barat, Ganding); 3) Syamsul Arifin (Kepala Desa Tambaagung Barat, Ambuten); 4) Hj. Dewi Khalifah (Wakil Bupati Sumenep 2020-2024).

Baca Juga :  Mengakhiri Politik Identitas dan Politik Uang

Lalu, pertanyaannya kemudian, mengapa politisi-politisi mapan itu justru sibuk memperebutkan tiket cawabup Fauzi, bukan cabup, menantang pertahana? Bukankah, PKB utamanya, sudah sangat memenuhi ketentuan ambang batas untuk mengusung calon bupati sendiri?

Secara perolehan suara, PKB memang sudah memenuhi ambang batas 20 persen. Begitupun dengan partai-partai yang lain jika mau menjalankan skema koalisi. Namun, pilihan itu sengaja tidak diambil (setidaknya dihindari) oleh partai dan politisi kita. Dan memilih untuk beramai-ramai berburu tiket cawabup Fauzi.

Fenomena ini tentu tidak lepas dari posisi Fauzi sebagai pertahana atau incumbent. Yang sedikit banyak, memiliki cukup banyak akses dan sumber daya untuk memenangkan kontestasi Pilkada Sumenep 2024. Yang barang tentu sulit untuk dikalahkan. Meski tidak muhal.

Baca Juga :  Filsafat sebagai Jalan Hidup

Jadi, jika kita mau berhitung secara pragmatis, posisi paling aman bagi politisi adalah menjadi pendampingnya. Dengan menjadi pendampingnya, kemungkinan untuk menang bagi para politisi dan tokoh politik yang telah mendaftarkan dirinya sebagai cawabup melalui PDI-P maupun PKB lebih terbuka dan memungkinkan.

Selain itu, dalam jangka panjang, posisi wabup nantinya akan menjadi sesuatu yang cukup bernilai di Pilkada mendatang. Pilbup 2024 adalah Pilbup terakhir bagi Bupati Fauzi. Jika di November mendatang ia terpilih kembali, maka otomatis ia tak punya kesempatan lagi untuk nyabup. Dan, pada konteks ini, tentu adalah peluang emas bagi sosok yang berhasil mendampingi Bupati Fauzi di masa kini untuk mengorbitkan diri, menjadi bupati selanjutnya.


Partai dibentuk bukan sekadar sebagai kalkulator politik, yang melulu berhitung soal menang kalah.


Karena itu, secara matematik, pilihan sejumlah politisi yang mengambil langkah mendaftarkan diri sebagai cawabup, daripada cabup, rasanya cukup rasional. Sebab, hanya pilihan itulah yang memberi banyak peluang kemenangan dan sedikit resiko kekalahan. Juga, peluang emas di masa depan. Dan hal ini, sudah lumrah dilakukan oleh para politisi dan partai politik di sejumlah daerah, yang kemudian menyebabkan banyak paslon kepala daerah melawan kotak kosong.

Baca Juga :  100 Hari Kepemimpinan AHY sebagai Menteri ATR/BPN

Namun, jika semuanya bermimpi menjadi cawabup Fauzi, lalu siapa yang akan menjadi penantang? Akankah Pilkada Sumenep dibiarkan hanya satu paslon, melawan kotak kosong? Di sinilah kiranya penting bagi politisi dan partai untuk berhitung ulang. Jangan sampai Pilkada Sumenep berlangsung lesu tak karuan.

Partai punya tanggung jawab untuk melahirkan kader politik untuk kemudian ditawarkan kepada publik pemilih. Partai dibentuk bukan sekadar sebagai kalkulator politik, yang melulu berhitung soal menang kalah. Begitupun juga politisi, juga bukan sebatas dagelan politik yang tidak memiliki karakter dan pendirian.


*) Pengamat politik

Berita Terkait

Musibah dan Penderitaan Merupakan Cara Allah Untuk Menyempurnakan Ciptaan-Nya
Bulan Muhammad SAW: Pemimpin yang Adil Mutiara yang Hilang
Bulan Muhammad SAW: Kelanggengan dan Kemusnahan Agama
Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?
Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi
Holupis Kuntul Baris: Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Semangat Gotong-Royong
Roebling, Tak Sempurna; Namun Mampu Mewujudkan Cita-citanya
Menyikapi Ancaman Terorisme

Berita Terkait

Jumat, 4 Oktober 2024 - 08:00 WIB

Musibah dan Penderitaan Merupakan Cara Allah Untuk Menyempurnakan Ciptaan-Nya

Jumat, 20 September 2024 - 07:30 WIB

Bulan Muhammad SAW: Pemimpin yang Adil Mutiara yang Hilang

Minggu, 15 September 2024 - 16:35 WIB

Bulan Muhammad SAW: Kelanggengan dan Kemusnahan Agama

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 10:46 WIB

Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?

Jumat, 23 Agustus 2024 - 08:30 WIB

Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi

Berita Terbaru

Berikut 7 Macam Pribahasa dan Artinya yang relevan bagi remaja (ilustrasi pixabay)

Peribahasa

Berikut 7 Pribahasa dan Artinya yang Relevan untuk Remaja

Kamis, 3 Okt 2024 - 23:33 WIB

Ilham Jayadi (foto: dokumen pribadi)

Puisi

Puisi-puisi Ilham Jayadi-Madura

Kamis, 3 Okt 2024 - 10:33 WIB