Meski tidak bersifat resmi, namun dapat dipastikan kemenangan Prabowo-Gibran yang dibeberkan oleh berbagai lembaga survei melalui quick count (hitung cepat) itu merepresentasikan perolehan suara yang semestinya yang nantinya akan diumumkan oleh KPU.
Semua rilis lembaga survei yang mengadakan quick count menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran berhasil mendapatkan suara antara 57-58 persen. Sebuah prolehan suara yang sangat tinggi.
Sementara dua kompetitornya, tertinggal jauh. Pasangan Anies-Muhaimin hanya mampu mengumpulkan 25-26 persen suara. Sedangkan pasangan Ganjar-Mahfud hanya memperoleh 16-17 persen suara.
Artinya, dengan perolehan suara yang sangat mendominasi itu, dapat dipastikan Prabowo-Gibran menang satu putaran.
Kemenangan Kekuatan Oportunis dan Pragmatis
Sejak Prabowo Subianto resmi meminang Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapresnya, saya menganggap pasangan Prabowo-Gibran sebagai bentuk perkawinan antara oportunisme politik Presiden Jokowi dan pragmatisme Prabowo Subianto.
Presiden Jokowi, dengan segala kekuasaan yang melekat pada dirinya, tak mau kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan momentum yang tak mungkin datang dua kali. Yakni, membangun dinasti politik.
Sehingga, berbagai cara politik pun dilakukan bagaimana caranya dinasti politiknya itu bisa terbangun dengan megah sebelum dirinya mengakhiri jabatannya sebagai Presiden berakhir pada Oktober 2024 nanti.
Sementara Prabowo Subianto, yang berkali-kali kalah dalam pertarungan Pilpres, juga tak mau kehilangan kesempatan untuk berkuasa meski harus didukung dengan cara-cara yang tidak benar: mengangkangi demokrasi dan mengacak konstitusi dan etika politik kita.
Bak gayung bersambut, Presiden Jokowi, dengan sikap oportunistiknya dan Prabowo dengan sikap pragmatisnya, berjalan bergandengan, memburu kekuasaan dengan segala cara yang bisa dilakukannya. Termasuk dengan cara memobilisasi lembaga negara.
Alarm Buruk bagi Demokrasi
Kita memang tidak punya pengetahuan tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, dengan melihat berbagai rekam jejak bagaimana pasangan Prabowo-Gibran memenangkan Pemilu, kita dapat memprediksi nasib demokrasi Indonesia tidak akan baik dalam beberapa tahun ke depan.
Seperti yang telah terjadi di banyak negara, dari Venezuela, Rusia, Turki, Filipina dan yang lainnya, demokrasi Indonesia nampaknya akan memasuki masa senjakala. Otoritarianisme kompetitif, kekuasaan otoritarian yang menggunakan baju demokrasi, akan memimpin bangsa ini ke depan.