Pak Rektor Karomani

Redaksi Nolesa

Selasa, 23 Agustus 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Farisi Aris*


Lenyap sudah. Pupus sudah. Lembaga yang kita bangga-banggakan, yang kita elu-elukan, yang kita sanjung-sanjung sebagai persemaian bijak-bestari, ternyata juga tak lepas dari kebejatan moral.

Kasus korupsi yang melibatkan Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof. Karomani merobohkan segalanya. Ini benar-benar membelakkan mata kita bahwa ternyata, kampus juga tak lepas dari kejahatan korupsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rektor Unila Karomani bersama beberapa pihak terkait telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Karomani terbukti melakukan tindak pidana suap seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri.

Informasi yang beredar mengabarkan bahwa Karomani diduga mematok tarif Rp100 juta sampai Rp350 juta kepada calon mahasiswa baru.

Berdasarkan perhitungan KPK, jumlah keseluruhan suap yang diterima Karomani diperkirakan mencapai Rp5 miliar. Tak main-main.

Lengkap sudah. Paripurna sudah. Jika pada tulisan sebelumnya saya menyinggung mahasiswa koruptor, sekarang giliran rektor yang koruptor. Inikah wajah kampus kita?

Baca Juga :  Penting! Seperti ini Pesan Ketua PC NU Sumenep Ketika Menghadiri Haflatul Imtihan Taufiqurrahman

Memang, sampai kini, baru ada beberapa pihak yang kita ketahui melakukan transaksi jahat itu. Tak lain dan tak bukan, adalah Rektor Karomani itu.

Dari pihak rektor sendiri, Rektor Karomani adalah yang pertama. Ia menjadi juara pertama lomba korupsi di kampus.

Namun, mungkinkah Karomani hanya satu-satunya rektor yang melakukan kejahatan korupsi? Kemenangan Rektor Karomani sebagai juara pertama dalam ajang korupsi mungkin tidak akan ada yang menandingi.

Selamanya, sepanjang sejarah, ia akan dikenang sebagai juara pertama rektor paling koruptif. Paling rakus. Paling amoral.

Akan tetapi, meski demikian, saya menduga, rektor-rektor atau pihak-pihak yang melakukan kejahatan korupsi tampaknya bukan Karomani saja.

Dengan kata lain. Sebenarnya ada banyak rektor-rektor atau pihak-pihak diluar itu yang berwatak sama dengan Karomani yang menghuni sejumlah universitas. Namun, nasibnya masih lebih beruntung daripada Karomani.

Baca Juga :  Rapor Merah IIP Kita

Mengapa bisa demikian? La, korupsi itu, di satu sisi, adalah soal kesempatan. Siapa yang punya kesempatan, dialah yang berpotensi melakukan korupsi. Dan, berbicara kesempatan, semua rektor di universitas tampaknya punya kesempatan yang sama untuk melakukan itu.

Jadi, kecurigaan ini sangatlah berdasar. Jika dalam satu kandang peternakan ada satu ekor ayam yang sakit, maka kita perlu curiga bahwa ada ayam lain yang juga sakit. Sebab, semua ayam, di kandang yang sama, punya potensi yang sama untuk sakit.

Karena itu, kita berharap penangkapan Karomani ini menjadi babak awal bagi KPK untuk mengusut tuntas penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di kampus. Bukan hanya di Unila, tetapi juga di kampus-kampus lain.

Baca Juga :  Tuhan, Alam, dan Manusia: Potret Pendidikan Anak Kampung

Sama sekali kita tidak berharap akan ada pihak-pihak rektorat kampus yang terlibat tindak pidana korupsi lagi. Harapan kita pada KPK tak lebih dari sekadar untuk memastikan bahwa kampus kita adalah kampus bersih.

Kampus adalah benteng moral. Pada 1998, ia menjadi gerakan moral yang meruntuhkan rezim koruptif Soeharto.

Sebagai benteng moral. Kampus harus bersih. Suci. Kampus tidak boleh ada pada kondisi palsu: mengampanyekan anti-korupsi, namun nyatanya di dalamnya juga tidak bersih.

KPK harus menjadikan kasus korupsi Karomani ini sebagai indikasi awal bahwa korupsi juga telah merongrong dunia kampus pada umumnya. Kampus-kampus yang bertebaran di seluruh Indonesia.

KPK, kita tunggu langkahmu!


*) Farisi Aris, penulis lepas, mukim di Yogyakarta

Berita Terkait

Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?
Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi
Holupis Kuntul Baris: Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Semangat Gotong-Royong
Roebling, Tak Sempurna; Namun Mampu Mewujudkan Cita-citanya
Menyikapi Ancaman Terorisme
Calon Tunggal, Kegagalan, dan Pragmatisme Partai Politik
Kiai Fikri Tidak Gagal dan Juga Tidak Pernah Membelot!
Menyoal Fenomena Calon Tunggal dalam Pilkada

Berita Terkait

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 10:46 WIB

Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?

Jumat, 23 Agustus 2024 - 08:30 WIB

Sakaratul Maut; Andaikata Lebih Jauh Lagi

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 13:55 WIB

Holupis Kuntul Baris: Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Semangat Gotong-Royong

Jumat, 16 Agustus 2024 - 10:00 WIB

Roebling, Tak Sempurna; Namun Mampu Mewujudkan Cita-citanya

Minggu, 11 Agustus 2024 - 05:45 WIB

Menyikapi Ancaman Terorisme

Berita Terbaru