Lubuk Kesedihan
Semakin dalam keperihan membuat tempat
Tiada air mata yang terlihat
Ia kering seperti diisap kemarau
Meniadakan gerimis bergelayut di kelopak mata
Semakin dalam kesedihan
Tak kutemukan air mata
Namun kehancuran kian lancang
Mengutuk tawa
Menjadi karang dalam hati yang merah
Semakin dalam kesedihan
Kata-kata menjadi batu
Berlabuh ke dasar hati paling haru
Menenggelamkan tubuh
Bersama sunyi yang berombak di dada
Sedangkan gemuruh pilu saling bersahutan
Mendiami wadah paling hening
Berbincang-bincang di pikiran
Dengan kisruh riuh tiada gemuruh
Riau, 2021
Memandang Kehancuran
Aku berdiri melawan angin
Yang menyebabkan musim berganti
Sambil menatap;
Pohon-pohon roboh
Tanah luruh dan jatuh
Bangunan patah terbelah
Suasana hancur berantah
Inilah yang kau sebut kebahagiaan?
Setelah pergerakan bulan demi bulan
Menyebabkan kita merentang jarak
Tanganmu bias bermain ombak
Lalu debarkan laut yang tenang
Jadilah ia mengamuk
Sebab kekecewaan terbentuk
Dari sekian hari menahan keletihan
Karena hati tak lagi tegar
Riau, 2021
Masa Silam yang Terkubur
Aku mengenang semasa kanak-kanak
Duduk di akar-akar pohon
Menaiki dahan-dahan
Di tepi sungai
Airnya mengalir mendebarkan hati
Arus air terus mengalir
Pergerakan waktu bergulir
Perubahan demi perubahan terlahir
Di rahim zaman
Di jendela berbingkai kayu
Kutatap sendu
Tiada lagi kunang-kunang
Seperti bintang
Bila malam datang
Suara anak-anak riang
Berteriak di hulu hilir bibir pantai
Menyibak air yang mengalir
Ke arah muara sungai
Perlahan memudar
Di ranting-ranting pohon
Kita melawan rasa takut
Meraih ke dahan tiap dahan
Tanpa cemas
Dua pasang mata
Berkaca-kaca
Menatap masa yang telah samar
Berganti bangunan-bangunan sangar
Menimbun kenangan yang terkubur
Cerita itu tak akan kembali
Seperti deras air yang pergi
Hanya saja
Jika pasang datang lagi
Bukan sama seperti hari ini
Melainkan aliran dari kisah baru
Di hari-hari yang berlalu
Riau, 2021