Puisi-Puisi Muhammad Aidul Bakri

Muhammad Aidul Bakri

Senin, 8 November 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi via @cdd20

Ilustrasi via @cdd20

Bagaimana Rasanya Jauh dari Allah

 

I.

Bagaimana rasanya jauh dari Allah

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

Bagai kerakap di atas batu

Terbakar oleh syamsu

Tanpa redup gelagar panas

yang membuat hati kian cemas

 

II.

Bagaimana rasanya jauh dari Allah

Bagai dahaga musafir

Di hamparan gurun tandus Aljazair

Tiada sumur atau kebun

Sedang lutut tak sanggup menopang badan

 

III.

Inilah jiwa yang terpuruk buruk

Jasadnya membusuk selagi ringkuk

Malamnya mengais debu

Siangnya menepuk abu

 

IV.

Inilah ruh yang terlampau remuk

Dadanya kering tanpa iman seteguk

Lisannya karat termakan aus

Hatinya gersang tersedak haus

 

Bagaimana rasanya jauh dari Allah

  

Jakarta, 2021

 

Lelaki Bermata An-Naar

 

Lelaki itu hilang dari pagi

Ditemukan tergeletak petang hari

Bertubuh penuh dengan debu

Jibaku menimba air wudu

 

Satu persatu ia menyeka kotoran

Tebal bau sampah diryah¹ kehidupan

Sepanjang tempuh perjalanan

Disekap lucifer dalam kegelapan

 

Lalu duduk simpuh di musala tua

Memangku lembar-lembar doa

Panjatkan syair pertaubatan

Dalam bait-bait kerinduan

 

Pada pecah tangisan ia meminta

Perlihatkan lukisan neraka

Baca Juga :  Puisi-puisi Liz Kaltim

Pada kedua kelopak netra²

Agar jiwa senantiasa terjaga

Tuhan ada dalam peluknya

 

Surau Al-Falah, 2021

 

Memoar Patriark Stad Batavia

 

/1/

Jakarta: hidup adalah perjalanan dan mimpi 

 

Di ibu kota,

aku menghanyutkan kenangan tentang bapak

Juang bapak saat merajut rantauan di tempo dulu

dan kini aku yang bertanda si anak bungsu

yang melanjutkan sepanjang perantauannya kala itu

 

Dibuai kisah tentang kota Batavia¹ di masa lampau

Bapakku bercerita, tentang sejarah yang diukirnya selama di ibu kota

Ia toleh jejak selama perantauannya,

menjurangi penghalang kehidupan merantau di stad batavia

Lalu bapakku bilang, “Mengko kuwe bakal ngrasakake, Nak”²

 

/2/

Aku bertanya pada bapak

Tentang bahtera hidup dan pergelutannya semasa di ibu kota

yang menggantungkan sepenuhnya kuncup asa pada remah-remah tenaga

Bertahan meski realitanya rambut tak lagi betah mengisi kepala, lelah yang kian mendera

Melihatnya juang gigih mencari lauk-pauk melipur lambung keluarga

Jua untuk mendapat sekantong rupiah dan sesuap nasi tuk keempat anak dan istri

 

/3/

Bapak, kuakui sungguh

Kau berpegang pada kewajiban junjungan, di saat tungkai asa lemah, hampir jatuh

Yakinlah, sebentar lagi juang dalam prosesmu menuai khatam kan berakhir indah

Baca Juga :  Menikmati Kopi di Saat Lampu Mati

Karena Tuhan melihat kebaktianmu dengan sungguh

yang ketegaranmu tak bisa berubah

oleh kerasnya isra hidup tak akan menyerah

 

/4/

Nak! Kau harus kuat seperti bapak, seperti bapak yang memilih kuat,

meski terkapar dililit selang. Terjerembab raga tak kuasa menopang.

Menyerah dan kalah bukanlah tujuan, selalu ikhtiar pada Tuhan.

Tapi bapak menolak menyerah, memilih bertahan sampai

denyut usia berakhir. Lalu, lanjutkan hidup, dalam dambaan dan pengabdian.

Jangan pernah terpikir menyerah, cobalah bertahan, Nak” 

Katamu dalam tiap amin doa dan tiap air mata

 

/5/

Duh, Bapak

Petuahmu membuat atmaku kembali membara

Nasihatmu melahirkan sejarah

Memandang wajah bapak nan teduh, guruh di dadaku kian gaduh

“Biarkan aku bertualang, Pak. Merasakan pahitnya hidup yang kau rasa.

Kurasa sakit, lekang dan patah, walau badai memporak-poranda”

 

/6/

Handai taulanku pergi dan berlabuh jauh

Kutinggalkan tanah Deli Serdang—Medan Utara

Menerobos perbatasan Sumatra dan Jawa

lalu memasuki pintu arrival setelah sampai di ibu kota

“Selamat datang di kota Jakarta!

Selamat menempuh perantauan di kota metropolitan terbesar di Nusantara!”

Sambutan dari seorang personel Bandara Soetta

Baca Juga :  Puisi-puisi Achmed Sayfi Arfin Fachrillah

 

/7/

Lalu di bawah gedung pencakar langit,

serumpun kata memasuki pikiranku, berkata:

“Agar perantauan ini senantiasa dalam keridaan Tuhan. Patuhlah dan bijaklah,

arungilah arus kehidupan, laksanakan perintah Tuhan, jangan durhaka.

Hidup itu berbekal iman, doa, dan takwa. Baktilah, kepada orang tua,

agar restu menyertai sepanjang tualang langkah”

 

/8/

Jakarta: hidup dan mimpi

Melanjutkan perantauan dalam hidup

usai bapak melampaui hidup seorang perantau di masa lalu.

 

Jakarta, 2019 

 

Catatan:

  1. Adalah nama yang diberikan oleh orang Belanda pada koloni dagang yang sekarang tumbuh menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia
  1. Nanti kamu akan merasakannya, Nak
  2. Singkatan dari ‘Soekarno Hatta’ sebuah nama bandara di Cengkareng, Tangerang Selatan

 

Sajak Lelaki Mama

 

Ma, lelakimu ini nanti jadi dewasa

Kakinya tak diam

dan menjajah ke mana-mana

 

Kini hampir dua tahun anak lelakimu menginjak di Ibu Kota

Menyapu kerikil sepanjang jalan

Menampung air netra karena dihadang kerinduan

 

Tapi, Ma…

Sejauh mana kakinya melangkah

kakinya akan coba pulang

karena ia sepenuhnya kepunyaanmu

dan baginya engkau adalah sebaik-baik rumah

 

Jakarta, 2021

Berita Terkait

Puisi-puisi Heri Isnaini
Puisi-puisi Aljannah
Puisi-puisi Achmed Sayfi Arfin Fachrillah
Puisi-puisi Dian Chandra
Puisi-puisi Tan Pajar
Puisi-puisi Khairul Yaqin
Puisi-puisi Wail Arrifqi
Puisi-puisi Amanda Amalia Putri

Berita Terkait

Selasa, 6 Mei 2025 - 15:22 WIB

Puisi-puisi Heri Isnaini

Sabtu, 3 Mei 2025 - 10:04 WIB

Puisi-puisi Aljannah

Selasa, 29 April 2025 - 15:58 WIB

Puisi-puisi Achmed Sayfi Arfin Fachrillah

Senin, 28 April 2025 - 12:00 WIB

Puisi-puisi Dian Chandra

Senin, 28 April 2025 - 10:40 WIB

Puisi-puisi Tan Pajar

Berita Terbaru

Nasional

Menuju World Book Capital: Kolaborasi Literasi di Yogyakarta

Minggu, 18 Mei 2025 - 10:07 WIB

Presiden Prabowo ditemani Mentri Amran di sebuah lahan pertanian (foto: ist)

Nasional

Di Era Presiden Prabowo, Serapan Beras Tertinggi dalam 58 Tahun

Selasa, 13 Mei 2025 - 07:32 WIB

for NOLESA.COM

Opini

Pesantren di Era Digital: Sebuah Catatan Sederhana

Minggu, 11 Mei 2025 - 11:04 WIB