Protes Publik dan Pemerintah yang Gagal Paham

Ahmad Farisi

Minggu, 31 Agustus 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh AHMAD FARISI*


Belakangan ini, protes publik terhadap pemerintah semakin tak terbendung. Baik yang disuarakan secara langsung melalui aksi demonstrasi ataupun yang disuarakan secara tidak langsung melalui aksi simbolik di media sosial. Namun, baik yang bersifat langsung maupun yang simbolik, keduanya sama-sama menyuarakan hal yang sama: menggugat tata kelola negara yang serampangan dan sikap para pejabat negara yang arogan dan nir-empati.

Di tengah ketidakpastian sosial, masyarakat merasa pemerintah tidak hadir dalam derita dan kesulitan yang mereka hadapi. Sebaliknya, mereka melihat pemerintah justru menari-nari di atas penderitaan dan kesulitan yang masyarakat alami. Di samping juga merasa dipermainkan atas berbagai kebijakan yang dibuat dengan tidak memperhatikan mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, alih-alih bersimpati dan mencoba untuk memahami apa yang menjadi beban dan keresahan masyarakat, pemerintah justru tampak gagal paham, asyik-masyuk dengan retorika bombastis seolah-olah bangsa ini baik-baik saja tanpa secuil masalah.

Gagal Paham

Pemerintah sebagai pemangku otoritas tertinggi, satu sisi memang harus tampil secara optimistis. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus mampu bersikap proporsional dan jujur tentang kondisi bangsa ini. Bahwa bangsa ini memang tidak baik-baik saja. Bukan justru membela diri secara berlebihan hingga menuduh masyarakat sebagai perusuh.

Baca Juga :  PROBLEMATIKA MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN

Masyarakat memiliki alasan rasional mengapa mereka protes. Dan sebenarnya tidaklah sulit bagi pemerintah untuk melihat alasan rasional yang mendasari protes mereka.

Dalam konteks pembentukan kebijakan publik misalnya, kita bisa melihat di mana kebijakan publik dibentuk secara egoistis tanpa kajian dan konsultasi publik. Masyarakat tidak dilibatkan. Mereka sebatas diposisikan sebagai objek pasif yang kemudian dipaksa untuk patuh terhadap suatu kesepakatan yang masyarakat sendiri tidak pernah menyepakatinya.

Sudah begitu, akses masyarakat terhadap layanan publik juga semakin sukar dan tidak terjangkau. Lapangan kerja kian sulit. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Masyarakat dibuat tertatih-tatih mendapatkan kerja yang layak. Pengorbanan dan kebaikan masyarakat seperti tak mendapatkan balasan yang setimpal dari pemerintah.

Sementara itu, para pejabat yang harusnya bertanggungjawab atas krisis yang ada, ongkang-ongkang menikmati kemewahan fasilitas negara yang dibiayai dari pajak rakyat.

Demikian pula dalam konteks penegakan hukum, di mana sampai kini masyarakat masih sering menyaksikan proses penegakan hukum yang koruptif. Hukum yang seharusnya menjadi panglima, dipolitisasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Bahkan, kini kita tengah menyaksikan di mana seorang terpidana yang telah divonis bersalah oleh pengadilan, dibiarkan bebas tanpa eksekusi. Tanpa penegakan hukum yang berkepastian.

Baca Juga :  Antara Putusan MK dan UU Pilkada, Ke Mana KPU Harus Merujuk?

Semua itu, jika kita cermati, sangat kontras dengan apa yang dialami masyarakat Indonesia yang mayoritas hidup dalam garis kemiskinan dan hukum yang tidak adil.

Peringatan untuk Pemerintah

Apa yang disuarakan oleh masyarakat di balik protes-protesnya yang menggema belakangan ini adalah kondisi riil bangsa ini. Bahwa bangsa ini memang sedang tidak baik-baik saja. Ketimpangan masih tak teratasi dan tujuan bernegara jauh panggang dari api.

Karena itu, pemerintah harusnya menyadari bahwa di balik protes publik yang memuncak, ada setumpuk masalah yang kini dihadapi masyarakat yang menuntut kebijaksanaan pemerintah. Masyarakat adalah pihak yang merasakan langsung apa yang tengah terjadi pada bangsa ini. Mulai dari ketimpangan ekonomi, korupsi, hingga ketidakadilan hukum. Ketika mereka protes secara lantang (speak up), itu tandanya apa yang dirasakan masyarakat benar-benar telah mencapai titik yang tidak bisa ditoleransi lagi.

Baca Juga :  Seputar Preposisi

Untuk itu, di tengah besarnya arus protes publik, yang perlu dilakukan pemerintah adalah mendengarkan keresahan mereka. Protes publik adalah peringatan bagi pemerintah yang harus disikapi secara bijak. Bukan justru dilawan dengan tuduhan-tuduhan yang tidak perlu. Di tengah kondisi sosial yang tidak berkepastian, masyarakat membutuhkan empati dan keberpihakan yang nyata dari pemerintah. Bukan sekadar omon-omon tanpa bukti.

Suara-suara yang menggema di jalanan dan medsos adalah bentuk lain dari rintihan dan tangisan rakyat. Hal inilah yang seharusnya pemerintah pahami di tengah gelombang protes publik yang tidak berkesudahan. Keberadaan pemerintah tidak lain untuk memfasilitasi pemenuhan hak-hak rakyat sebagaimana telah dijamin dalam UUD 1945.

Artinya, di tengah besarnya gelombang protes publik akibat persoalan tata kelola negara yang buruk—sebagaimana doktrin politik Thomas Aquinas—pemerintah harus hadir untuk mewujudkan bonum commune, kebaikan dan kesejahteraan bersama. Bukan justru abai atau malah bersikap brutal hingga sampai menyebabkan hilangnya nyawa warga negara.


*) Pengamat Politik

Berita Terkait

Muhasabah: Belajar Menggali Kekuatan Jiwa
Abu Ustman Al-Hiri: Menjaga Getar Perasaan Wanita
Krisis Nepal: Pelajaran untuk Indonesia
Klarifikasi dan Luka Sosial
Saatnya Negara Berbenah
Seleksi Calon Hakim Konstitusi dan “Tafsir Sesat” DPR
Ibnu Khaldun; Runtuhnya Suatu Imperium Biasanya Diawali dengan Kezaliman
Dua Nabi yang Istri dan Anaknya Menjadi Ahli Neraka

Berita Terkait

Jumat, 26 September 2025 - 13:55 WIB

Muhasabah: Belajar Menggali Kekuatan Jiwa

Jumat, 19 September 2025 - 07:54 WIB

Abu Ustman Al-Hiri: Menjaga Getar Perasaan Wanita

Kamis, 11 September 2025 - 06:14 WIB

Krisis Nepal: Pelajaran untuk Indonesia

Senin, 8 September 2025 - 20:16 WIB

Klarifikasi dan Luka Sosial

Selasa, 2 September 2025 - 15:04 WIB

Saatnya Negara Berbenah

Berita Terbaru

Beberapa waktu lalu Presiden Prabowo tinjau program MBG di Bogor (foto: Biro Pers Kepresidenan)

Esai

Program MBG Presiden Prabowo dan Ancaman Inkompetensi

Selasa, 30 Sep 2025 - 18:31 WIB

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto meresmikan akad massal 26.000 unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Perumahan Pesona Kahuripan 10, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Senin 29/9/2025 (foto: IP)

Nasional

Presiden Prabowo Targetkan 3 Juta Rumah untuk Rakyat

Selasa, 30 Sep 2025 - 11:35 WIB

Menteri Keuangan (Menkeu) RI Purbaya Yudhi Sadewa melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Pusat BNI, Jakarta, Senin, 29/9/2025 (foto: IP)

Nasional

Menkeu Purbaya Datangi Kantor Pusat BNI

Senin, 29 Sep 2025 - 16:03 WIB