Judul buku : Kehendak Berkuasa dan Kritik Filsafat
Penulis : Ahmad Sahida
Penerbit : IRCiSoD
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Cetakan : April, 2021
Teba : 192 halaman
ISBN : 978-623-6699-98-0
Peresensi: L. Rahman*)
Orang itu berprofesi sebagai pengajar di Universitas Nurul Jadid Paiton. Sebelumnya, ia pernah mengajar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada program studi Sosiologi Agama. Juga, pernah mengajar di Universitas Utara Malaysia, mengampu Sains Pemikiran (Filsafat) Etika. Beberapa buku pernah ditulisnya. Di antaranya: Kata yang Rapuh (2019) dan Agama Sipil Robert N Bellah (2020).
Suatu waktu, ia juga pernah menerjemahkan beberapa buku, misalnya, sebut saja, Dialectic of Enlighnment karya Horkheimer dan Adorno (2021); Truth and Method karya George Hans-Gadmer (2004); dan Gademer: Hermeneutcs, Tradition, and Reason karya Georgia Wanke (akan terbit). Orang itu tak lain adalah Ahmad Sahidah, penulis buku Kritik Filsafat dan Kehendak Berkuasa yang diterbitkan Diva Press, Yogyakarta. Buku ini adalah fragmen-fragmen pemikirannya yang berserak di media cetak, tepatnya di rubrik Opini Jawa Pos dalam rentang waktu 2012-2020.
Buku yang dipengantari Muhammad Al-Fayyadl ini, tidak semata mengajak pembaca untuk berselancar ke dalam banyak fragmen-fragmen pemikiran yang disajikan oleh penulis buku. Lebih dari itu, pembaca juga akan diajak untuk kembali mengingat dan bernostalgia dengan beberapa peristiwa sosial-politik yang pernah terjadi selama sepuluh tahun terakhir. Misalnya, ada kasus Hambalang yang meilbatkan nama Nazarudidin dan Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai Demokrat kala itu). Kasus Hambalang adalah pencurian uang negara yang mengakibatkan seorang Anas ditantang ‘bersumpah pocong’ oleh Nazasarudidin untuk memastikan siapa yang jujur dan bohong di antara mereka dalam kasus Hambalang itu.
Menurut Sahidah, tantangan sumpah pocong itu diucapkan oleh Nazarudin menyusul pernyataan Anas yang bersedia digantung di Monumen Nasional apabila terbukti terlibat dalam kasus Hambalang. Oleh Sahidah, peristiwa ini dicatat dengan judul Mengajak Pocong Bersumpah, (Jawa Pos, 17 Maret 2012) (halaman, 63).
Sahidah dan Tulisan-tulisanya
Mengutip pernyataan Al-Fayyad pada pengantar buku ini, meski berupa kumpulan artikel, buku ini bukan sekadar kliping dan dokumentasi belaka. Apalagi sekadar dianggap sebagai junk book (halaman 13). Sebab, meski terdiri dari banyak fragmen-fragmen pemikiran, buku ini tetap tidak kehilangan “ruh”-nya sebagai sebuah buku utuh. Ada banyak energi positif yang dipancarkan buku ini berupa ajakan untuk berdiskusi, berdialog, merenung dan memikirkan ulang peristiwa-peristiwa sosial yang pernah terjadi.
Dengan pemikiran-pemikirannya yang bernas, Sahidah sukses membedah dan mendiskusikan sebuah peristiwa-peristiwa sosial dengan kata-kata yang amat sederhana dan lugas. Dengan tetap tidak kehilangan nilai ilmiah dan nalar kritisnya. Kemampuan penulis penikmat lagu Rhoma Irama ini dalam mendedahkan peristiwa-peristiwa dan masalah-masalah sosial ke dalam sebuah kalimat, paragraf demi paragraf, yang “ramai” dilihatnya dari perspektif filsafat memang patut diacungi jempol.
Dalam tulisan-tulisanya, tak ada narasi-narasi “kemarahan” dan emosi yang memuncak yang dituangkan oleh Sahidah. Sahidah nampak sahdu-sahdu saja menuliskan ide-ide dan opini-opininya untuk menanggapi isu-isu sosial kemasyarakatan yang sedang terjadi. Dari cara menulis Sahidah ini, sekonyong-konyong ada satu hal penting yang bisa kita teladani dalam kerja-kerja kepenulisan kita: yakni terkait cara menulis Sahidah yang nampak banyak menggunakan hati, pikiran dan perasaan, bukan semata dengan ilmu dan pengetahuan.
Sahidah, dalam tulisan-tulisanya nampak sadar betul bahwa, menulis semata mengandalkan ilmu dan pengetahuan, tanpa hati, pikiran dan perasaan, hanya akan mempertontonkan kesombongan dan kepongahan belaka. Penulis, yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren, pada tulisannya dalam buku- buku ini, tentu saja, juga mengandalkan ilmu dan pengetahuan. Tapi, ia tidak lupa untuk menulis dengan hati, pikiran dan perasaan sehingga tidak terjebak pada ruang kesombongan dan kepongahan.
*) L. Rahman adalah penikmat buku, tinggal di Yogyakarta