Hukum, NOLESA.COM – Dalam dunia hukum pidana, dua konsep fundamental yang menjadi landasan dalam penentuan tanggung jawab seseorang atas tindak pidana adalah “mens rea” dan “actus reus”.
Kedua istilah itu berasal dari bahasa Latin dan memainkan peran penting dalam penegakan hukum dan keadilan.
“Actus reus” secara harfiah berarti “tindakan bersalah” dan merujuk pada perbuatan fisik atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap sebagai tindak pidana.
Sebaliknya, “mens rea” yang berarti “pikiran bersalah”, mengacu pada niat atau kesadaran pelaku saat melakukan tindakan tersebut.
Perbedaan Actus Reus dan Mens Rea
Actus reus merupakan elemen objektif dari sebuah tindak pidana. Ini mencakup semua tindakan fisik, perilaku, atau kelalaian yang menyebabkan hasil yang diharamkan oleh hukum.
Misalnya, dalam kasus pencurian, actus reus adalah pengambilan barang milik orang lain tanpa izin. Dalam hukum pidana, tidak cukup hanya menunjukkan bahwa actus reus telah terjadi; harus dibuktikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan cara yang melanggar hukum dan tanpa justifikasi yang sah.
Selain itu, actus reus dapat berupa tindakan positif (seperti menembak seseorang) atau kelalaian (seperti gagal memberikan perawatan yang diperlukan kepada seseorang yang membutuhkan).
Di sisi lain, mens rea adalah elemen subjektif dari sebuah tindak pidana yang merujuk pada keadaan mental pelaku pada saat melakukan actus reus. Ini mencakup niat, pengetahuan, kelalaian, atau ketidaksengajaan yang ada dalam pikiran pelaku ketika melakukan tindakan pidana tersebut.
Mens rea adalah faktor kunci dalam menentukan tingkat kesalahan moral seseorang. Dalam hukum pidana, tingkat mens rea dapat bervariasi tergantung pada jenis kejahatan yang dilakukan.
Misalnya, pembunuhan dengan niat (premeditated murder) membutuhkan bukti bahwa pelaku memiliki niat untuk membunuh, sementara pembunuhan tidak disengaja (manslaughter) mungkin hanya memerlukan bukti bahwa pelaku bertindak dengan kelalaian.
Hubungan Actus Reus dan Mens Rea
Hubungan antara actus reus dan mens rea sangat erat, karena dalam banyak sistem hukum, keduanya harus ada untuk membuktikan bahwa suatu kejahatan telah terjadi.
Prinsip ini dikenal sebagai “concurrence principle” atau prinsip keselarasan, yang menyatakan bahwa actus reus dan mens rea harus terjadi bersamaan untuk mengkriminalisasi tindak pidana.
Contohnya, jika seseorang menabrak pejalan kaki dengan mobil, actus reus-nya adalah tindakan menabrak. Namun, untuk membuktikan tindak pidana, jaksa juga harus menunjukkan mens rea, misalnya bahwa pelaku bertindak dengan ceroboh atau sengaja.
Selain itu, ada beberapa kategori kejahatan yang mens rea-nya dapat berbeda. Tindak pidana yang memerlukan mens rea tinggi disebut sebagai “specific intent crimes”, seperti pembunuhan berencana.
Sedangkan “general intent crimes” hanya membutuhkan niat umum untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti dalam kasus pemukulan.
Ada juga kejahatan yang digolongkan sebagai “strict liability offenses” di mana mens rea tidak diperlukan sama sekali. Dalam kasus-kasus ini, cukup menunjukkan bahwa actus reus terjadi tanpa perlu membuktikan niat atau kesadaran pelaku.
Contoh dari strict liability offenses termasuk pelanggaran lalu lintas atau penjualan barang yang tidak memenuhi standar keselamatan.
Penulis : Lailur Rahman
Editor : Ahmad Farisi