Resensi Buku, NOLESA.com — Misteri mitos dalam sebuah cerita pendek merupakan salah satu kekayaan penting dalam kebudayaaan masyarakat Indonesia, terlebih bagi orang Madura. Mitos adalah sesuatu yang menarik untuk diangkat menjadi sebuah cerita yang mendebarkan. Homaedi penulis kumpulan cerita pendek berjudul Kalebun ini berhasil dalam memberikan ramuan tradisi, legenda, dan cerita-cerita orang kuno yang bernuansa misteri dalam alur cerpen yang dibukukan di dalamnya.
Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang berhasil dimuat di beberapa media cetak dan buku kumpulan cerpen (Antologi). Cerpen di dalam buku ini menjadi saksi perjalanan panjang yang dtempuh oleh Homaedi bagaimana mengenalkan budaya, tradisi dan mitos yang berkembang di kalangan masyarakat Madura kepada masyarakat Indonesia. Seperti bagaimana pengamalan primbon dalam setiap langkah kehidupan.
Tema-tema cerita pendek tentang lokalitas selalu menarik disajikan dengan konflik yang cukup lihai diramu di dalam buku kumpulan cerita pendek ini. Salah satunya cerpen dengan judul Malam Pertama Itu yang mengisahkan bagaimana mitos atau mitologi sakral sebuah pernikahan saat baru malam pertama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Homaedi di dalam cerpennya memberikan beberapa paragraf-paragraf kritis dan mengejutkan bagaimana pembaca menggambarkan malam pertama sebuah pernikahan. “Inikah malam pertamaku. Malam yang menurut orang-orang kampung akan menggiringku pada dunia baru, dunia yang tak pernah kukenal sebelumnya. Inikah wajah dunia yang sering mereka gadang-gadangkan?” (hal. 10)
Cerita tentang malam pertama diakhiri dengan bagaimana misteri malam pertama pernikahan yang tidak seindah sebagaimana dibayangkan. Laki-laki di dalam cerita ini didatangi semacam makhluk halus penghuni rumah sang istri yang masuk ke dalam tubuh istrinya. “Masihkah kau percaya malam pertama itu indah?” (hal. 11).
Judul : Kalebun
Penulis : Homaedi
Penerbit : Catur Media Gemilang
Cetakan : Agustus, 2021
Tebal : 65 halaman
ISBN : 978-623-643-919-7
Selain karena dipengaruhi oleh pilihan diksi dari setiap judul, Homaedi menyajikan ceritanya dengan penuh apik, bahasa yang menggelegar dalam diri pembaca, terutama saat momentum menggambarkan suasana di dalam sebuah cerita. Caranya membuka cerita membuat pembaca seakan berkecamuk dengan sebuah pertanyaan.
“Sudah lama kulihat dua celurit itu menggantung di rusuk atap. Terikat pada sebatang bambu yang lepuh. Sesekali bergerak-gerak terhempas udara dari celah-celah genteng berlubang, atau dari jendela yang terbuka.” (hal. 18)
Buku antologi cerpen Kalebun ini menyajikan mitos dan legenda Madura tidak hanya sisi tradisi atau kebiasaan masyarakat Madura dalam kehidupan sehari-seharinya. Tetapi juga mitos tentang tempat, orang, benda, digambarkan dengan menarik di dalam cerita ini. Misalnya cerpen dengan judul Sumur Kembang, Bidara Seribu, Celurit Kembar, dan lain sebagainya.
Konflik menarik juga terdapat di dalam cerita Hikayat Sebilah Keris bagaimana Homaedi menggambarkan tentang pemilihan kepala desa (Pelean Kalebun) di kalangan masyarakat Madura. Homaedi dalam ceritanya menyajikan sosok Lora atau kiai muda yang merupakan simbol religi dan dipercaya selama berabad-abad dan seorang bajingan yang menjadi simbol kekuatan sekaligus kehormatan untuk menjaga keamanan desa. (hal. 55).
Membaca buku ini membuka kembali cakrawala tentang mitos Madura, cerita para sesepuh, legenda dan hal-hal mistis dalam setiap tradisi masyarakat Madura. Di tengah kehidupan modern yang serba minim kepercayaan, membaca buku cerita ini seakan mengingatkan kembali tentang hal-hal mistis yang tidak boleh dilewatkan dalam cerita masa lalu yang apik dan menarik.