Oleh Lailur Rahman*
Judul buku : Antara Tuhan, Alam dan Manusia
Penulis : Sayyed Hossein Nasr
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan : Desember, 2021
Tebal : 248 halaman
ISBN : 978-623-6166-75-8
Pohon-pohon ditebang secara brutal, bumi dikeruk tanpa mengenal batas, dan hutan-hutan diganduli secara desktruktif. Maka, adalah benar jika Sayyed Hossein Nasr mengatakan bahwa: “…alam, bagi manusia modern, telah menjadi seperti seorang pelacur—yang dimanfaatkan tanpa arti kewajiban dan tanggung jawab terhadapnya.”
Ilusi-ilusi seperti kemajuan ekonomi telah mendorong manusia modern pada perilaku yang tidak adil pada alam. Akibatnya, bumi mengalami ketidakseimbangan. Banjir, tanah longsor, dan bencana-bencana alam lainnya menjadi tak terhindarkan.
Bahkan, yang lebih mengerikan lagi, perubahan iklim (climate change) yang disebabkan perilaku deskruktif manusia terhadap alam juga sedang mengancam dunia. Dalam dua dekade ke depan diperkirakan bumi akan memanas hingga 1,5 derajat celcius.
Namun, meski alam sudah menampakkan ketidakseimbangannya akibat tindakan manusia yang mengeksploitasi alam secara brutal, hal ini belum juga membangunkan kesadaran ekologis kita. Buktinya, penambangan, pembakaran hutan untuk pembukaan lahan baru tanpa memperhatikan etika lingkungan masih terus berlanjut seakan tak ada ancaman dari alam itu sendiri.
Padahal, dengan kenyataan ini sudah sepatutnya untuk kita sadar bahwa tindakan kita terhadap alam selama ini telah menimbulkan kerusakan yang terperikan. Yang kemudian mengharuskan kita untuk membangkitkan kesadaran ekologis kita untuk senantiasa menjaga alam agar tetap lestari.
Secara konseptual, tidak munculnya kesadaran ekologis kita di tengah krisis lingkungan yang semakin parah, hal itu terjadi setidaknya karena selama ini pandangan kita terhadap alam masih sangat primitif; alam hanya dilihat sebagai objek atau benda mati.
Padahal, alam bukan hanya sebatas benda mati, melainkan sebuah elemen yang di dalamnya menampung banyak kehidupan yang hal itu seharusnya kita rawat. Sehingga ekosistem kehidupan yang ada tetap ada dan mampu menjaga keseimbangannya.
Karena itu, dengan hal ini maka menjadi penting bagi kita semua untuk mengubah cara pandangan kita terhadap alam. Alam harus kita pandang sebagai satu kesatuan dari kehidupan umat manusia, yang berarti jika alam rusak, maka kehidupan manusia juga akan rusak.
Selain itu, secara teologis alam juga perlu untuk diposisikan yang setara sebagai makhluk Tuhan. Sehingga dengan dihadirkannya pandangan semacam ini, diharapkan umat manusia mampu melihat alam secara lebih filosofis lagi agar tidak melakukan eksploitasi terhadap alam secara berlebihan.
Hingga pada akhirnya, antara manusia dan alam bisa hidup dalam puncak keharmonisan yang saling menguntungkan. Alam adalah bagian vital dari kehidupan manusia. Keberlangsungan hidup manusia ditentukan oleh keadaan alam. Jika alam rusak, niscaya tidak akan ditemukan kedamaian hidup itu.
Menurut Sayyed Hossein Nasr, perdamaian antarmanusia tidak akan pernah terwujud sebelum manusia bisa berdamai dengan alam itu sendiri. Dan agar dapat menciptakan perdamaian dan harmoni dengan alam, orang harus berharmoni dengan Langit, dengan sumber dan Asal-usul segala makhluk (halaman 245).
*) Pembaca buku asal Sumenep, tinggal di Yogyakarta