Jakarta, NOLESA.COM — Setidaknya beberapa hari terakhir Gus Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama Republik Indonesia selalu menjadi bahan pembicaraan. Baik di jagad maya ataupun di dunia nyata.
Tetapi sudahlah, tidak usah dibahas panjang lebar. Masyarakat sudah punya pandangan dan penilaian tersendiri atas ‘musibah’ yang menimpa Gus Yaqut itu.
Karena sejatinya, tulisan ini tidak bermaksud untuk membahas persoalan tersebut apalagi memiliki niatan untuk menggoreng (apalagi stok minyak goreng terbatas).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tulisan hanya ingin mengingatkan bahwa Gusmen-panggilan akrab Menag RI itu, juga manusia biasa, selain tak lepas dari salah dan dosa, beliau Gusmen juga demen minum cendol to?.
Santai jangan mudah marah, karena gampang marah bisa menurunkan imun tubuh. Dan, itu bahaya untuk situasi seperti sekarang, pandemi Covid-19.
Dikutip nolesa.com dari laman website kemenag.go.id, Rabu, 28 Februari 2022, pada Pojok Gusmen. Disitu Gusmen bercerita mengenai salah satu pengalaman hidupnya:
Dibesarkan di Leteh, Rembang, saya terbiasa dengan jajanan kampung. Karena itu, saya kadang kangen juga dengan jajanan kampung, salah satunya Es Cendol.
Itu yang saya rasa saat melihat bapak tua jualan Es Cendol di bilangan Kebayoran, Jakarta Selatan. Selain kangen dengan rasa Es Cendol, saya juga dapat pelajaran dari semangat bapak tua itu mencari nafkah untuk keluarga.
Saya belajar bahwa semua hanya proses. Dalam sebuah tujuan, hidup ini hanya perjalanan. Jika dipercepat, Allah ingin kita bersyukur. Sebaliknya, jika terasa lambat, Allah sedang ingin kita lebih bersabar.
Bayangkan, simbah 82 tahun ini, tetap setia dengan usahanya untuk sangu ibadah. Belajarkah kita?
Saya posting pengalaman ini di media sosial. Banyak teman dan sahabat yang menanggapi postingan tersebut. Ardini M. Ghazali misalnya, menanyakan apakah pedagang tersebut tahu bahwa yang beli adalah seorang Menteri Agama.
“Niku simbah sadar kalau sek tumbas Menteri Agama, mboten nggih?,” tanya Ardini
Saya menduga tidak. Makanya, saya jawab ringan saja, “Insya Allah nggak”.
Sahabat saya lainnya yang berkomentar antara lain Achmad Budi Prayoga. Dia menulis, “Betapa banyak kebaikan dan kebijaksanaan yang sederhana di sekitar kita yang tak menuntut dipandang dan dibicarakan. Sungguh beruntung, kita mampu diberikan kepekaan melihat hal-hal luar biasa nan sederhana itu, Gus.”
Belajar bisa dari mana saja, termasuk dari Penjual Es Cendol. (*)
Penulis : Rusydi
Editor : Ahmad Farisi