Oleh Dian Nur Amalia
(Sleman, Yogyakarta)
Era pertemanan berkembang sesuai perkembangan zaman. Begitu pula dengan gaya pertemanan anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Usia pun bukan halangan untuk menjalin pertemanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak orang yang awet berteman mulai TK sampai sekolah tinggi atau bahkan sampai memasuki usia senja. Lingkup pertemanan pun tidak bisa dipisahkan oleh jarak karena kecanggihan teknologi komunikasi saat ini yang bisa menghubungkan yang berhubungan jarak jauh.
Pertemanan yang langgeng bisa terjalin baik itu antara sesama lelaki, sesama perempuan, maupun antara lelaki dan perempuan. Lalu, apakah benar murni pertemanan antara laki-laki dan perempuan? Nyatanya, hanya Sebagian kecil yang murni teman.
Ikatan pertemanan dengan lawan jenis akan meningkatkan resiko ketertarikan lebih besar yang bisa disebabkan oleh seringnya pertemuan, berbincang dalam (deeptalk), dan kecenderungan untuk mencurahkan perhatian.
Sifat laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Laki-laki selalu cenderung berpikiran logis dan melakukan sesuatu sesuai apa yang mereka lihat dan pikir, sementara perempuan selalu mengandalkan insting dan perasaan dalam mengidentifikasi perlakuan orang di sekitarnya.
Inilah yang menyebabkan kecenderungan ketertarikan akan lebih tinggi dalam pertemanan antara laki-laki dan perempuan. Lalu, apakah selalu akan berakhir bersama dalam ikatan yang serius? Tentu tidak.
Penulis memiliki pengalaman dalam pertemanan dan berujung di pelaminan. Ada beberapa hal yang bisa dibilang sebagai tahapan perkembangan hubungan yang awalnya teman biasa hingga memutuskan untuk hidup bersama sampai senja. Tahap pertama adalah tahap pertemanan biasa yang mana penulis dan suami adalah teman satu kampus.
Tahap ini adalah tahap yang panjang karena belum ada sesuatu yang mengikat kami untuk sering bertemu atau menjalin kerjasama. Singkatnya kami hanya saling bertegur sapa tanpa niat apapun. Lalu berkembang menjadi teman satu organisasi dan satu lab. Sampai tahap ini kami sering bertemu dan menjalin obrolan karena tuntutan peran.
Sampai di titik laki-laki ini memberikan perhatian lebih kepada penulis, namun penulis selalu mencatat hal-hal kecil yang membuat satu getaran yang tidak biasa. Penulis selalu menyangkal, tapi ternyata memang rasa itu perlahan mulai tumbuh. Selang beberapa tahun, si lelaki ini tanpa ba bi bu langsung menyatakan keseriusannya untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Catatan, tahapan ini tidak selancar yang penulis tuturkan ya! Setiap orang punya ceritanya dengan ‘teman’ masing-masing.
Teman tapi menikah ini bisa dibilang sebagai sesuatu hal yang biasa di kalangan orang-orang terdahulu pun. Namun, di zaman sekarang banyak yang membuat ini menjadi sesuatu yang spesial hingga banyak orang mulai membagikan cerita “teman tapi menikah”nya di sosial media. Tak sedikit orang pun FOMO (fear of missing out) alias tidak mau ketinggalan untuk membagikan ceritanya. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan berkecamuk di otak, jadi fenomena ini apakah benar-benar karena jodoh atau FOMO? ataukah hanya pilihan terakhir?!
Kenapa pilihan terakhir? Mungkin ini untuk seorang petualang cinta sejati yang telah berkelana kesana kemari dan menjalin hubungan dengan beberapa orang, namun tidak sampai ke pelaminan. Hingga akhirnya temannya atau malah tetangganya lah yang jadi jodohnya.
Nyatanya banyak yang mengalami hal semacam ini. Nah, yang perlu kita mengerti adalah apapun niat dan jalan dalam menjalin hubungan tidak ada yang buruk selama kita punya tujuan yang baik. Jadi, luruskan dulu tujuan menjalin hubungan. Jangan karena fomo atau kepepet ya!
Menikah dengan teman sendiri adalah hal yang sulit untuk dijelaskan. Bukan hanya ada keuntungannya, tapi juga ada kendalanya. Keuntungannya adalah kita tidak perlu banyak beradaptasi dengan kebiasaan dan watak masing-masing karena sudah lama saling tahu dan memahami. Sedangkan kendalanya adalah jika ada hal atau masalah yang fatal maka hal tersebut juga bisa merusak hubungan, sehingga pertemanan pun terikut kandas.
Jadi, untuk para pembaca yang menikah dengan temannya sendiri seperti penulis, sarannya adalah keep in private hubungan, publikasikan sewajarnya saja, jangan sampai orang di luar sana memperoleh insight berlebihan tentang “teman tapi menikah”mu. Lalu, untuk teman-teman yang memiliki teman lawan jenis, selalu buat batasan yang jelas karena kecenderungan itu akan segera datang, entah kapan.